Sepertinya bukan Caca dan Oma saja yang dibuat terlena sekarang, diri ini pun mulai mabuk dengan pesona akhlaknya. ---------Ada yang menghangat di dada melihat kedekatan Caca dengan wanita berpakain longgar itu. Meski banyak waktu yang telah terbuang sia-sia tanpa bersama putri kecilku, aku tahu dia tidak gampang dekat dengan seseorang, kecuali Oma. Sekarang? Mereka seperti anak dan ibu kandung saja. Tak memungkiri. Di sudut hati, ada harap merayap, andai itu adalah Amrita. Ah, kenapa mesti mengingat dia lagi!"Gimana dengan Zahrah, Reza?" Di sela sarapan, Oma menyebut lagi, lagi, dan lagi nama salah satu wanita untuk kunikahi."Itu, loh. Guru ngaji Caca, yang dipanggilnya Bunda," lanjut beliau saat aku menautkan alis. Oh, jadi namanya Zahrah? Cantik sekali! Secantik orangnya. Nilaiku dalam hati. "Mau kalau Bunda, jadi mama Caca?" Oma bertanya pada gadis kecil di sampingku. "Maksudnya ...? Bunda akan tinggal di sini selamanya? Tanpa pergi-pergi? Tanpa pulang-balik?" Caca memperj
Read more