Semua Bab Jodohku Calon Kakak Iparku: Bab 81 - Bab 90

105 Bab

Kesempatan

Dengan kaki menyilang dan satu tangan berada di atas meja–menumpu kepalanya, Alexander membalik-balik kertas di depannya dengan satu tangannya yang lain. Kepalanya mengangguk-angguk. "Tapi apa kau yakin pembangunan resort ini akan mendapat persetujuan dari pemerintah setempat?"Mr. Aldrich mengangguk dengan yakin. "Dengan adanya resort ini akan memenuhi kebutuhan para wisatawan di sana. Selain itu, akan dapat menambah daya tarik pada kawasan itu sendiri. Jadi pembangunan resort ini jelas akan menguntungkan mereka juga. Saya juga sudah pergi ke sana sebelumnya dan mendapat tanggapan positif dari mereka.""Bagus. Kalau begitu kita akan memulai pembangunannya segera setelah proyek ini disetujui."Semua langsung menghembuskan napas lega setelah banyak keluhan diberikan oleh Alexander atas perencanaan pembangunan resort selama tiga jam melakukan rapat. Alexander adalah tipikal bos yang paling tidak suka jika ada suatu kekurangan. Semua harus berjalan dengan baik dan sempurna.Semua orang
Baca selengkapnya

Harapan Terus Bersama

Alexander membuka matanya, duduk, lalu menolehkan kepala ke kiri dan kanan. Tubuhnya terasa sakit semua. Kasur yang dia tiduri tidak empuk sama sekali, ranjangnya berderit hanya karena sedikit saja gerakan. Dia tidak akan mau lagi tidur di sini.Alexander menginap di rumah Rosaline bersama Arandra. Awalnya dia hanya berniat menjemput Arandra–Arandra belum juga pulang saat Alexander pulang dari kantor. Alexander menjemputnya, tapi dia merengek ingin menginap di sana. Dan seperti biasa, Alexander tidak bisa menolak keinginannya.Alexander turun dari ranjang. Membuka pintu kamar, menoleh ke kiri-kanan. Rosaline yang sedang menata makanan di meja makan datang menghampirinya."Tuan sudah bangun? Saya sudah menyiapkan makanan. Setelah ini kita bisa sarapan bersama."Alexander menatap meja makan–piring-piring berisi berbagai macam makanan tertata dengan rapi di atasnya. Alexander mengangguk, lalu dia bertanya. "Di mana istriku?""Nyonya Arandra ikut suami saya pergi ke ladang, Tuan. Katanya
Baca selengkapnya

Obat

Mereka merayakan natal di kediaman William. Bersama dengan Arthur dan Anggy, juga semua keluarga dari pihak Arthur dan beberapa dari pihak Anggy yang akan datang tidak lama lagi.Arandra terlihat tengah sibuk menyusun tumpukan kotak kado warna biru dan putih di bawah pohon natal, setelah sebelumnya telah mendekorasi pohon natalnya sendiri."Pohon natalnya sudah selesai?"Arandra yang sedang berjongkok di bawah pohon natal menoleh, mengangguk pada Anggy yang berjalan masuk dari pintu ruang keluarga sambil membawa tumpukan kado lain. Wanita itu meraih kotak-kotak yang di bawah Anggy dan menyusunnya bersama kado-kado yang dia bawa."Cantik tidak, Ibu?" tanya Arandra, meminta pendapat untuk pohon natal yang telah selesai dia dekorasi. Dengan ornamen dan pernak-pernik berwarna biru dan putih–memberikan kesan musim dingin yang sejuk dan khas natal. Perpaduan warna yang cocok dengan warna hijau pada pohon natal. Terlihat simpel tapi tetap menarik perhatian."Cantik sekali." Anggy menjawab de
Baca selengkapnya

Kotak Musik

"Jingle bells, jingle bells, jingle all the way... Oh what fun it is to ride, in a one-horse open sleigh, hey! Jingle bells, jingle bells, jingle all the way... Oh what fun it is to ride, in a one-horse open sleigh..."Malam natal tiba. Mansion William tampak sangat meriah. Semua keluarga berkumpul–berbincang-bincang riang ditemani suara denting lonceng dan iringan lagu natal yang membuat suasana makin meriah.Semua orang tampak riang dan bergembira menyambut perayaan natal. Berbeda dengan Arandra yang hanya berdiri diam di tepi ruangan. Kedua tangannya menyilang di perut–menatap sekitar dengan pandangan kosong, hingga matanya tanpa sengaja beradu dengan mata Alexander yang tengah berdiri di seberang ruangan–berbincang dengan suami Alena dan sepupunya yang lain. Lalu Alexander berjalan menghampirinya."Aku mencarimu sejak tadi. Kau kemana saja?" tanya Alexander sembari merengkuh pinggang Arandra–menariknya mendekat.Sejak Alexander pulang dari kan
Baca selengkapnya

Nama untuk Anak Mereka

Ada yang berbeda dari Arandra. Selama menginap beberapa hari di mansion ayah dan ibunya, Alexander merasa Arandra menghindarinya. Arandra seolah mendiamkannya. Entah hanya perasaannya saja atau tidak, karena dia pun tidak merasa sedang bertengkar dengan Arandra. Arandra masih menyiapkan pakaiannya, memasangkan dasinya seperti biasa–tapi dengan tatapan yang lebih sering terlihat dingin. Raut perhatian dan cerianya tidak tampak."Ara, setelah sarapan kita pulang," kata Alexander bermaksud memberitahu, tidak untuk bertanya pada Arandra.Tapi Arandra membalasnya dengan penolakan. "Kau saja yang pulang. Aku masih mau di sini dulu," ucapnya sambil menyuap makanan ke dalam mulut–tidak menatap Alexander."Tidak bisa disebut pulang jika tidak denganmu," balas Alexander tegas–mulai kesal dengan sikap Arandra. Berkali-kali dia bertanya padanya, tapi jawaban Arandra selalu sama. Tidak ada apa-apa. Lalu dari mana Alexander bisa tahu apa yang menjadi masalahnya?"Ibu, tidak apa-apa kan kalau aku me
Baca selengkapnya

Dunianya Sendiri

Alexander menutup laptopnya, lalu mengangkat kedua tangannya–merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal, sebelum bangkit dari kursi kerjanya. Kemudian berjalan keluar menuju kamar.Di dalam tidak ada Arandra. Alexander menatap ke sekitar ketika ponselnya di atas nakas berdering. Melangkah ke arah ranjang, Alexander duduk di tepi ranjang dan mengangkat panggilan dari ibunya.["Apa yang sudah kau lakukan pada Arandra?"] Tanpa sapaan atau basa-basi terlebih dahulu, pertanyaan bernada kesal Anggy langsung terdengar begitu Alexander menempelkan ponselnya ke telinga.Alexander mengerutkan kening tidak paham. "Apa?"["Kau berbuat salah apa pada Arandra? Ibu mengamati tingkah kalian berdua. Wajah Arandra terlihat murung setiap saat. Dan dia juga mengabaikan mu kan?"]"Tidak...," jawab Alexander terdengar tidak yakin dari suaranya. "Aku dan Ara baik-baik saja..."["Jangan berbohong pada Ibu."] Anggy menyela cepat perkataan putranya. ["S
Baca selengkapnya

Pergi dan Menjemput

Arandra ternyata belum selesai dengan kemarahannya. Alexander terlalu bingung memikirkan apa yang sebenarnya wanita itu inginkan. Dia kembali bertingkah.Alexander sudah melarangnya untuk pergi ke wilayah didekat kota kecil Lorca yang menjadi tempat terjadinya gempa. Tapi Arandra tetap pergi. Larangannya tidak didengarkan, dan dia pergi tanpa memberitahunya."Jam berapa dia pergi?""Sekitar pukul enam, Tuan," jawab pelayan dengan kepala tertunduk. Dia pikir Alexander sudah mengetahuinya dan memberinya izin. Alexander masuk kembali ke dalam kamarnya. Dia melepaskan jas yang sudah membalut rapi tubuhnya–menyisakan rompi hitam dengan kemeja putih. Alexander menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Rencananya dia akan pergi ke Venice untuk urusan pekerjaan setelah ini. Tapi sepertinya lelaki itu akan membatalkannya. Menyusul Arandra–menjemput dan membawanya pulang akan menjadi hal yang lebih penting."Kau dari mengantar istriku kan?" Alexander baru akan masuk ke mobilny
Baca selengkapnya

Komunikasi

Arandra menatap keluar melalui jendela mobil di sampingnya dengan kedua tangan terlipat di perut. Hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras, membasahi jalanan dan pohon-pohon di sepanjang tepi jalan. "Apa kau merasa dingin?"Sebuah pertanyaan dilontarkan kepadanya, dan Arandra tidak berniat menjawabnya. Wanita itu hanya menggeleng singkat, lalu memiringkan duduknya ke arah pintu–sedikit membelakangi Alexander.Arandra akhirnya memutuskan kembali pulang–menuruti Alexander, karena tidak ingin memperpanjang perdebatan mereka. Arandra tidak mau memperlihatkan masalah rumah tangganya kepada orang-orang yang berada di dalam bus. Arandra turun dari bus di saat Alexander masih terdiam setelah Arandra menyampaikan kebohongan lelaki itu yang sudah dia ketahui. Tapi bahkan setelah mengetahuinya, Alexander seolah tidak berniat menjelaskan apapun padanya. Alexander merunduk ketika sebuah jas hitam diletakkan di pangkuannya. Jas itu milik Alexander. "Pakai jasnya supaya tidak kedinginan."Arandr
Baca selengkapnya

Wanita Berperut Buncit

Arandra mengangkat kelima jarinya ke atas, seolah tengah menyentuh langit yang tidak berawan. Wanita itu sedang duduk di balkon kamarnya dengan kepala menyender di pundak Alexander yang duduk di sebelahnya."Aah, seharusnya aku ada di Lorca sekarang," ucap Arandra sambil mencebikkan bibir. Lalu wanita itu menegakkan kepalanya, menoleh pada Alexander–menatapnya dengan wajah ditekuk. "Kau sangat menyebalkan. Kenapa harus menjemputku?"Alexander mendengus, menampilkan wajah sama kesalnya dengan Arandra. "Kau yang menyebalkan. Sudah aku bilang untuk jangan pergi. Kau tetap saja masih pergi. Dasar pembangkang," omelnya.Arandra memajukan bibirnya sambil membuang muka. Merasa kesal, tapi tidak bisa membalas karena memang dia salah. Alexander sudah melarangnya untuk pergi, tapi dia tetap pergi, tanpa memberitahunya pula."Alex, aku boleh bekerja?" tanya Arandra tiba-tiba. Wajah muramnya sudah menghilang. Dia menatap Alexander dengan mata berbinar penuh harap–mendadak terpikirkan keinginan it
Baca selengkapnya

Koin dan Permintaan

Alexander menatap ke sekitar dengan tangan merangkul pinggang Arandra di saat satu tangannya lagi menggeret koper berwarna biru. "Penerbangannya jam berapa?" Arandra bertanya. Dia menoleh ke sekitar–sudah sangat ramai orang dengan koper-koper yang dibawanya meski hari masih sangat pagi. Alexander melepas pegangannya di pinggang Arandra sebentar untuk memeriksa tiket yang dibawanya. "enam lebih tiga puluh lima. Masih sekitar setengah jam lagi," jawab Alexander, lalu dengan cepat meraih pinggang Arandra lagi dan menariknya lebih merapat padanya di saat seseorang dari arah belakang hampir menabraknya. Alexander berdecak. "Padahal kita tidak perlu bangun pagi-pagi sekali dan menunggu seperti ini jika kau mau menggunakan helikopter," keluhnya. Arandra menggeleng keras. "Aku hanya ingin liburan seperti orang normal, Alex," balasnya. Alexander melebarkan mata, menggeram kesal. "Memangnya selama ini kita tidak normal?" tanyanya sewot sembari mendudukkan Arandra di kursi tunggu keberangkat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status