Share

Nama untuk Anak Mereka

Penulis: Isti12
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-17 10:50:05

Ada yang berbeda dari Arandra. Selama menginap beberapa hari di mansion ayah dan ibunya, Alexander merasa Arandra menghindarinya. Arandra seolah mendiamkannya. Entah hanya perasaannya saja atau tidak, karena dia pun tidak merasa sedang bertengkar dengan Arandra. Arandra masih menyiapkan pakaiannya, memasangkan dasinya seperti biasa–tapi dengan tatapan yang lebih sering terlihat dingin. Raut perhatian dan cerianya tidak tampak.

"Ara, setelah sarapan kita pulang," kata Alexander bermaksud memberitahu, tidak untuk bertanya pada Arandra.

Tapi Arandra membalasnya dengan penolakan. "Kau saja yang pulang. Aku masih mau di sini dulu," ucapnya sambil menyuap makanan ke dalam mulut–tidak menatap Alexander.

"Tidak bisa disebut pulang jika tidak denganmu," balas Alexander tegas–mulai kesal dengan sikap Arandra. Berkali-kali dia bertanya padanya, tapi jawaban Arandra selalu sama. Tidak ada apa-apa. Lalu dari mana Alexander bisa tahu apa yang menjadi masalahnya?

"Ibu, tidak apa-apa kan kalau aku me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Dunianya Sendiri

    Alexander menutup laptopnya, lalu mengangkat kedua tangannya–merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal, sebelum bangkit dari kursi kerjanya. Kemudian berjalan keluar menuju kamar.Di dalam tidak ada Arandra. Alexander menatap ke sekitar ketika ponselnya di atas nakas berdering. Melangkah ke arah ranjang, Alexander duduk di tepi ranjang dan mengangkat panggilan dari ibunya.["Apa yang sudah kau lakukan pada Arandra?"] Tanpa sapaan atau basa-basi terlebih dahulu, pertanyaan bernada kesal Anggy langsung terdengar begitu Alexander menempelkan ponselnya ke telinga.Alexander mengerutkan kening tidak paham. "Apa?"["Kau berbuat salah apa pada Arandra? Ibu mengamati tingkah kalian berdua. Wajah Arandra terlihat murung setiap saat. Dan dia juga mengabaikan mu kan?"]"Tidak...," jawab Alexander terdengar tidak yakin dari suaranya. "Aku dan Ara baik-baik saja..."["Jangan berbohong pada Ibu."] Anggy menyela cepat perkataan putranya. ["S

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-17
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Pergi dan Menjemput

    Arandra ternyata belum selesai dengan kemarahannya. Alexander terlalu bingung memikirkan apa yang sebenarnya wanita itu inginkan. Dia kembali bertingkah.Alexander sudah melarangnya untuk pergi ke wilayah didekat kota kecil Lorca yang menjadi tempat terjadinya gempa. Tapi Arandra tetap pergi. Larangannya tidak didengarkan, dan dia pergi tanpa memberitahunya."Jam berapa dia pergi?""Sekitar pukul enam, Tuan," jawab pelayan dengan kepala tertunduk. Dia pikir Alexander sudah mengetahuinya dan memberinya izin. Alexander masuk kembali ke dalam kamarnya. Dia melepaskan jas yang sudah membalut rapi tubuhnya–menyisakan rompi hitam dengan kemeja putih. Alexander menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Rencananya dia akan pergi ke Venice untuk urusan pekerjaan setelah ini. Tapi sepertinya lelaki itu akan membatalkannya. Menyusul Arandra–menjemput dan membawanya pulang akan menjadi hal yang lebih penting."Kau dari mengantar istriku kan?" Alexander baru akan masuk ke mobilny

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-18
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Komunikasi

    Arandra menatap keluar melalui jendela mobil di sampingnya dengan kedua tangan terlipat di perut. Hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras, membasahi jalanan dan pohon-pohon di sepanjang tepi jalan. "Apa kau merasa dingin?"Sebuah pertanyaan dilontarkan kepadanya, dan Arandra tidak berniat menjawabnya. Wanita itu hanya menggeleng singkat, lalu memiringkan duduknya ke arah pintu–sedikit membelakangi Alexander.Arandra akhirnya memutuskan kembali pulang–menuruti Alexander, karena tidak ingin memperpanjang perdebatan mereka. Arandra tidak mau memperlihatkan masalah rumah tangganya kepada orang-orang yang berada di dalam bus. Arandra turun dari bus di saat Alexander masih terdiam setelah Arandra menyampaikan kebohongan lelaki itu yang sudah dia ketahui. Tapi bahkan setelah mengetahuinya, Alexander seolah tidak berniat menjelaskan apapun padanya. Alexander merunduk ketika sebuah jas hitam diletakkan di pangkuannya. Jas itu milik Alexander. "Pakai jasnya supaya tidak kedinginan."Arandr

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-19
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Wanita Berperut Buncit

    Arandra mengangkat kelima jarinya ke atas, seolah tengah menyentuh langit yang tidak berawan. Wanita itu sedang duduk di balkon kamarnya dengan kepala menyender di pundak Alexander yang duduk di sebelahnya."Aah, seharusnya aku ada di Lorca sekarang," ucap Arandra sambil mencebikkan bibir. Lalu wanita itu menegakkan kepalanya, menoleh pada Alexander–menatapnya dengan wajah ditekuk. "Kau sangat menyebalkan. Kenapa harus menjemputku?"Alexander mendengus, menampilkan wajah sama kesalnya dengan Arandra. "Kau yang menyebalkan. Sudah aku bilang untuk jangan pergi. Kau tetap saja masih pergi. Dasar pembangkang," omelnya.Arandra memajukan bibirnya sambil membuang muka. Merasa kesal, tapi tidak bisa membalas karena memang dia salah. Alexander sudah melarangnya untuk pergi, tapi dia tetap pergi, tanpa memberitahunya pula."Alex, aku boleh bekerja?" tanya Arandra tiba-tiba. Wajah muramnya sudah menghilang. Dia menatap Alexander dengan mata berbinar penuh harap–mendadak terpikirkan keinginan it

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-21
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Koin dan Permintaan

    Alexander menatap ke sekitar dengan tangan merangkul pinggang Arandra di saat satu tangannya lagi menggeret koper berwarna biru. "Penerbangannya jam berapa?" Arandra bertanya. Dia menoleh ke sekitar–sudah sangat ramai orang dengan koper-koper yang dibawanya meski hari masih sangat pagi. Alexander melepas pegangannya di pinggang Arandra sebentar untuk memeriksa tiket yang dibawanya. "enam lebih tiga puluh lima. Masih sekitar setengah jam lagi," jawab Alexander, lalu dengan cepat meraih pinggang Arandra lagi dan menariknya lebih merapat padanya di saat seseorang dari arah belakang hampir menabraknya. Alexander berdecak. "Padahal kita tidak perlu bangun pagi-pagi sekali dan menunggu seperti ini jika kau mau menggunakan helikopter," keluhnya. Arandra menggeleng keras. "Aku hanya ingin liburan seperti orang normal, Alex," balasnya. Alexander melebarkan mata, menggeram kesal. "Memangnya selama ini kita tidak normal?" tanyanya sewot sembari mendudukkan Arandra di kursi tunggu keberangkat

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-22
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Keinginan Arandra

    "Kau ingin pergi ke mana lagi besok?" Arandra menatap langit-langit kamar sambil memainkan jemari Alexander yang lengannya dia gunakan sebagai bantalan kepalanya. "Eung...tidak tahu. Aku ikut saja denganmu," jawab Arandra karena belum memikirkan tempat-tempat mana saja yang ingin dia kunjungi selain melihat air mancur di Trevi Fountain."Hm. Baiklah. Sekarang tidurlah. Kau pasti lelah setelah berjalan-jalan seharian," ucap Alexander sembari mengeratkan pelukannya. Sempat menatap keluar sekilas dari jendela di belakang Arandra yang tirainya dibiarkan terbuka. Suasana di luar sudah gelap. Malam datang menampilkan bintang-bintang yang menghiasi langitnya."Alex." Arandra mengangkat sedikit kepalanya. Menatap Alexander yang telah memejamkan mata. Alexander membuka matanya lagi. Menatap Arandra bertanya."Aku sedang memakai yang tadi kita lihat," bisik Arandra dengan senyum malu. Alexander sempat diam untuk berpikir apa yang dimaksud Arandra, lalu bola matanya membesar. "Padahal aku me

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-26
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Satu Tahun Pernikahan

    Rasanya waktu berlalu dengan cepat. Arandra tidak menyadarinya. Dengan ayah dan ibu mertuanya, serta Alexander yang selalu ada bersamanya, harinya selalu terasa bahagia. Semua masalah yang dihadapinya jadi tidak terasa berat karena ada mereka.Alexander... Arandra sangat beruntung memilikinya. Dia selalu ada bersamanya. Selama satu tahun ini...Satu tahun pernikahan mereka. Arandra tidak akan menyadarinya jika tidak melihat tanggal yang tertera di album foto pernikahan mereka yang kebetulan dilihatnya. Tidak terasa sudah satu tahun. Apakah Alexander mengingatnya?Lelaki itu sangat sibuk sejak beberapa bulan belakangan ini. Arandra melihatnya seolah dia ingin menguasai dunia. Tidak ada waktu tanpa bekerja. Dia bahkan sudah pergi berangkat bekerja pagi-pagi sekali tadi–tidak ada pembahasan tentang hari jadi pernikahan mereka. Jadi sudah pasti lelaki itu tidak mengingatnya. Alexander terlalu sibuk.Arandra menghela napas lega–karena setidaknya dengan kesibukan Alexander, kemungkinan lela

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Kejutan

    Arandra melangkahkan kakinya memasuki taman sambil menatap liar ke sekitar. Di sini cukup gelap, hanya ada beberapa lampu remang-remang yang menerangi. Setelah menimbang-nimbang cukup lama, Arandra akhirnya pergi ke taman dan di jam yang tertulis di dalam kertas–hanya dengan gaun tidur yang dilapisi jaket hijau tebal, karena pada awalnya dia memang tidak berniat untuk datang ke sini. Tapi karena rasa penasarannya yang terlalu tinggi, Arandra pergi dengan ditemani Rosaline. Wanita paruh baya itu diminta Arandra untuk menunggunya di depan taman.Arandra sempat berpikir jika yang memberikan paket itu adalah Alexander. Lelaki itu sengaja–berpura-pura tidak ingat jika hari ini adalah hari jadi pernikahan mereka, tapi nanti akan memberikan kejutannya di akhir. Lalu Arandra sadar, itu jelas tidak mungkin. Alexander bahkan tidak bisa dihubungi sejak tadi siang saat Arandra ingin bertanya soal paket itu. Ketika dia bertanya pada Adrian, lelaki itu berkata jika Alexander masih ada di kantor. M

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28

Bab terbaru

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Sempurna

    "Alexander! Pulang sekarang! Arandra akan melahirkan!"Alexander memacu kakinya secepat mungkin. Berlari menyusuri koridor rumah sakit setelah melewati satu jam perjalanan.Jadi ini saatnya...Setelah melalui sembilan bulan yang panjang–mereka yang masih beberapa kali bertengkar perihal masalah yang sama, Arandra yang beberapa kali kesakitan, dan Alexander yang terus diliputi ketakutan–sekarang akan berakhir. Dan semuanya akan baik-baik saja."Bagaimana Arandra?" tanya Alexander cepat begitu sampai di hadapan Anggy dan Arthur yang duduk di depan ruang persalinan. Napasnya tidak beraturan."Arandra di dalam. Cepat temani dia," kata Arthur pelan sembari menepuk bahu putranya. Sementara Anggy masih duduk dengan kepala tertunduk–berdoa untuk keselamatan menantu dan kedua cucunya.Alexander menarik napas dalam. Dia berjalan memasuki ruangan tempat Arandra akan melahirkan. Degup jantungnya berpacu dengan keras, serta tangannya yang men

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Bicara dan Bukti

    Arandra menunduk dengan kedua tangan tertaut. Punggungnya menempel di kepala ranjang, selimut menutupinya kakinya yang diposisikan lurus. "Maaf, Ibu. Pesta kejutan untuk ayahnya jadi batal karena aku," katanya merasa bersalah.Sejak Arandra bangun, Anggy sudah ada di sini dengan tatapan kesal pada Arandra Dia tidak mengatakan apapun, hanya diam saja. Jadi tidak salah jika Arandra berpikir wanita itu marah padanya."Kau pikir Ibu kesal karena itu?" balas Anggy dengan nada bicara garang.Arandra lantas mengangkat kepalanya, mendongak menatap Anggy yang berdiri di sebelah ranjang dengan kedua tangan terlipat di dada."Kau hamil. Sampai sudah berapa bulan itu? Tapi Ibu tidak tahu sama sekali," sindir Anggy. Arandra membuka bibirnya, baru tahu kenapa Ibunya kesal seperti itu. Dia menarik sudut bibirnya, tersenyum merasa bersalah. "Aku ingin memberitahu Ibu dan Ayah. Tapi belum ada waktu," berinya alasan."Belum ada waktu?" Anggy berd

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Pemikiran Jahat

    Kelopak mata Arandra bergerak-gerak karena terusik oleh kecupan-kecupan yang mendarat di wajahnya. Perlahan dia membuka mata, lalu mendapati Alexander di depannya dengan sebuah senyuman tipisnya."Kau sudah pulang?!" Arandra langsung bangun, menerjang Alexander dan langsung memeluknya sambil tertawa riang. Alexander terkekeh kecil. "Rapatnya tadi lebih lama dari biasanya. Jadi aku pulang telat," beritahunya. "Aku menghubungimu beberapa kali. Tapi kau tidak mengangkatnya."Arandra menyengir. "Aku tidur.""Sepanjang hari?"Arandra mengangguk. "Aku bermain sebentar dengan Zzar tadi. Setelah itu kembali tidur."Alexander mengusap puncak kepala Arandra sambil mengamati wajahnya. "Wajahmu kenapa pucat?" Lelaki itu memperhatikan wajah Arandra dengan teliti, baru menyadarinya.Kening Arandra berkerut. "Memangnya iya?" Dia menyentuh wajahnya sendiri–memeriksa tanpa melihat wajahnya. "Tapi aku baik-baik saja. Mungkin karena terlalu banyak tidur," jawabnya asal. Alexander berdecak, dia akan me

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Tidak Bisa Lagi Marah

    Arandra sedikit mendongakkan kepala untuk menatap wajah Alexander. Lelaki itu berbaring di sebelahnya–menyangga kepalanya dengan satu tangan di saat tangannya yang lain mengusap kepala Arandra."Tidur," kata Alexander dengan raut tenangnya sembari terus mengusap kepala Arandra. Sudah cukup dia marah pada wanita ini. Alexander tidak bisa terus melakukannya. Arandra selalu memiliki cara untuk menghentikan amarahnya.Arandra memperlihatkan deretan giginya yang tersusun dengan rapi–tersenyum cerah. Lalu dia menempelkan wajahnya di dada Alexander, memejamkan matanya."Aku sangat menyayangimu, Ara."Arandra membuka lagi matanya, menatap Alexander. Lalu sebelah tangannya terangkat, menyentuh rahang Alexander."Alex..." Arandra menatap serius Alexander. "Aku berjanji akan melahirkan mereka dengan selamat. Mereka berdua akan baik-baik saja sampai dilahirkan nanti."Alexander mengangguk dengan senyum kecil. "Dan kau juga harus baik-baik saja," ucapnya menambahkan.Arandra tidak memberikan tangg

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Candaan Penyebab Masalah

    "Sebuah teori menyebutkan bahwa Ayah akan lebih cenderung merawat anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang jika anak tersebut mirip dengannya." Kening Arandra berkerut membaca sebuah kalimat dalam buku yang sedang dibacanya. Arandra merebahkan tubuhnya dengan posisi telungkup–mencari posisi yang lebih nyaman untuk membaca. Namun menyadari apa yang dia lakukan, wanita itu langsung beranjak bangun lagi.Arandra mengusap perutnya dengan gumaman permintaan maaf. Kemudian dia melirik Alexander yang berada di sofa dengan posisi setengah berbaring. Matanya terpaku pada ponsel di tangannya. Arandra tersenyum. "Kalian harus mirip dengan Alex ya ketika sudah lahir nanti," gumam Arandra, berbicara pada kedua anaknya. Alexander yang sempurna. Mereka harus mirip dengannya. "Kenapa?" tanya Arandra ketika kemudian Alexander menolehkan kepala ke arahnya. Di saat wanita itu yang sejak tadi memandangi Alexander, dia malah yang bertanya dengan santainya.Alexander mengarahkan kembali matanya pada

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Mencari Jawaban Pasti

    Alexander menampilkan wajah datar di saat matanya menatap tanpa berkedip layar monitor yang memperlihatkan dua janin seukuran buah stroberi. Mereka kembar. Karena itu Arandra menyebut kata 'mereka' dalam kalimatnya sebelumnya.Apakah Alexander merasa senang? Dia tidak tahu. Setelah kehilangan anaknya yang pertama, sekarang Tuhan menggantinya dengan memberikannya dua sekaligus. Tapi apakah harus dengan taruhan nyawa Arandra? Lebih baik tidak perlu. Alexander hanya membutuhkan Arandra. "Apakah jenis kelamin bayinya sudah bisa diketahui?!"Bola mata Alexander melirik Arandra yang berbaring di ranjang–tampak antusias dengan pertanyaan yang diajukannya pada dokter. "Belum ya, Mrs. Alexander. Jenis kelamin bayinya baru bisa diketahui setelah sekitar 16 minggu kehamilan."Lalu tampak Arandra mengerucutkan bibirnya sebagai tanda kecewa atas jawaban yang diberikan dokter perempuan itu. Hanya sebentar ketika kemudian wanita itu mendongak–menatap Alexander yang berdiri di samping kepalanya den

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Menginginkan dan Menghilangkan

    Alexander tidak kembali ke kamar mereka hingga malam tiba. Dia tidak mau berbicara dengan Arandra. Ketika memiliki masalah, mereka hanya perlu saling membicarakannya–lalu masalah mereka selesai begitu saja. Tapi jangankan untuk berbicara, Alexander bahkan sepertinya tidak mau melihat wajahnya. Arandra menunduk dalam. Dia tahu dia salah. Alexander pasti sangat kecewa padanya. Arandra tidak berniat terus menyembunyikan kehamilannya darinya. Dia hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya. Arandra ingin meyakinkannya terlebih dahulu bahwa dia akan baik-baik saja dengan kehamilan ini. Tapi Alexander ternyata mengetahuinya lebih dulu. Dan sekarang lelaki itu sangat marah."Jangan didengarkan perkataan Alex tadi, ya. Dia hanya sedang marah," ucap Arandra sambil mengelus perutnya dengan sayang. Bagaimanapun anak ini adalah anaknya. Alexander pasti akan menerimanya. Arandra menghapus air matanya, kemudian menyingkap selimut–menurunkan kakinya dari ranjang. Berniat keluar untuk

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Jaminan

    Arandra memberikan gelasnya kembali ke pelayan setelah meminum sedikit airnya. Kemudian meletakkan kepalanya lagi di kepala ranjang–masih merasa pusing."Nyonya Arandra pingsan karena terlalu kelelahan." Rosaline bersuara. Lalu dia menatap Arandra dengan wajah garang–seperti seorang ibu yang siap memarahi anaknya. "Saya kan sudah bilang agar Nyonya istirahat saja. Tapi Nyonya tidak mendengarkan dan ngotot berkebun. Karena itu berakhir pingsan seperti ini."Arandra meletakkan jemarinya di pelipis–memijatnya sambil memejamkan mata. Tidak menanggapi kalimat Rosaline yang terdengar seperti omelan untuknya. Arandra hanya memajukan bibirnya sesaat. Tapi kemudian dia membuka mata cepat ketika menyadari sesuatu. Jas biru Alexander–yang lelaki itu pakai saat ke kantor tadi pagi–sudah tersampir di sandaran sofa sejak Arandra membuka matanya beberapa saat lalu."Alex sudah pulang?" tanya Arandra cepat. "Sudah, Nyonya. Saya tadi menghubungi Tuan dan memberitahukan jika Nyonya Arandra pingsan. Tu

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Harapan Setelah Kesedihan

    Alexander menusuk potongan roti tawar dengan selai blueberry di dalamnya menggunakan garpu, kemudian memasukkannya ke dalam mulut di saat satu tangannya lagi sibuk bergerak di atas layar ponselnya. "Rosaline!" "Iya, Tuan?" Wanita paruh baya yang namanya terpanggil itu bergegas menghampiri Alexander–berdiri di samping Alexander yang duduk dengan tenang di meja makan. "Kemungkinan aku akan pulang malam nanti. Kau awasi Arandra. Pastikan dia makan, tidur siang, dan meminum vitaminnya," pesan Alexander pada pelayan pribadi Arandra itu. "Baik, Tuan." Rosaline mengangguk patuh. "Apakah Nyonya Arandra masih tidur?" "Hm. Bangunkan dia saat sudah waktunya sarapan. Sekarang biarkan saja dulu. Dia–" "Alex..." Ucapan Alexander terpotong karena suara lembut seseorang yang sudah sangat dia kenali. Arandra muncul dari balik pintu ruang makan dengan gaun tidurnya yang berwarna biru–terlihat jelas baru bangun tidur dan belum mencuci wajahnya, rambutnya pun masih berantakan. "Kemari." Alexande

DMCA.com Protection Status