Home / Rumah Tangga / Pernikahan Kontrak Satu Milyar / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Pernikahan Kontrak Satu Milyar : Chapter 151 - Chapter 160

202 Chapters

Di Kamar Pria Itu

Morgan tahu mengajak Yuna berpesiar adalah keputusan yang tepat. Waktu menunjukkan pukul sepuluh saat selesai membersihkan diri. Pria itu tengah membaca buku di kamarnya dan suara ketukan terdengar di pintu. Tok tok tok Morgan tidak langsung menjawab. Pikirnya, itu mungkin hanyalah pelayan yang datang untuk pelayanan kamar, sebab Benny tidak berkata ia akan datang malam ini. Apalagi Yuna, amat mustahil wanita itu mendatanginya malam-malam begini. Tok tok Suara ketukan kembali terdengar dan kali ini Morgan beranjak bangkit untuk memeriksa.Wajahnya terperangah kaget saat menemukan Yuna berdiri di depan pintu. Pipinya memerah dan matanya terlihat sayu. “Apa yang—”Perkataan Morgan terhenti saat tiba-tiba tubuh Yuna menjadi limbung dan pria itu dengan sigap menangkapnya. Wajah wanita itu terlihat pucat. “Dokter Mira.” Morgan memanggil. Pria itu mencoba menepuk pipi Yuna, berulang kali, tetapi kelopak mata wanita itu justru semakin terpejam dengan lemah. “Yuna!” seru pria itu. I
last updateLast Updated : 2024-03-07
Read more

Yuna Panik

Tubuh Yuna terasa jauh lebih enteng saat wanita itu terbangun. Ia menghirup udara dalam-dalam dan sedikit mengernyitkan alis saat merasakan aroma di sekitarnya. Aroma kamarnya berubah. Kali ini, tercium lebih maskulin. Namun, Yuna mengabaikan hal itu dan menoleh ke samping. Tepat pada jendela terbuka yang menampilkan pemandangan laut biru nan luas. Bibirnya refleks melengkung membentuk senyuman. “Jadi, seperti ini pagi hari di kapal pesiar,” gumam Yuna. Meski malam tadi ia merasakan perutnya bergejolak begitu hebat. Ia merasa jauh lebih baik sekarang. Hingga alis Yuna menukik tajam saat tahu-tahu seorang pria berjalan keluar dari arah kamar mandi. Dia adalah Morgan. Tengah memasang kancing kemejanya satu per satu. “Kamu sudah bangun? Jika sudah membaik, segera bersiap dan kenakan pakaian santai untuk sarapan,” tutur pria itu. Nada suaranya terdengar begitu santai. Seakan mereka telah terbiasa menghabiskan waktu bersama. Yuna berkedip berulang kali, kemudian mengucek matan
last updateLast Updated : 2024-03-07
Read more

Wanita Paling Seksi

Jika bisa, rasanya Yuna ingin melompat ke laut sekarang juga. Tubuhnya terasa begitu lemas dan kehilangan seluruh rasa malunya hingga Yuna belum sempat berdiri saat Morgan berhenti di dekatnya. “Ada apa? Kamu baik-baik saja?” Morgan bertanya seraya melirik ke arah Yuna dan Benny bergantian. Benny hanya menyengir canggung. Ketiganya berjalan menuju restoran untuk sarapan dan Yuna berusaha berjalan belakangan untuk menghindari dua pria itu. Paling tidak, sinar matahari yang hangat dan lautan biru lepas membuat perasaan Yuna menjadi mudah lebih lega. Mereka menikmati sarapan dalam keheningan. Beberapa kali, Yuna sempat mendapat firasat dirinya tengah diperhatikan, tetapi ia tak berani menoleh. “Apakah ada yang harus aku lakukan hari ini?” Yuna bertanya. Mencoba menelan bulat-bulat kecanggungan dalam dirinya. Bagaimanapun, ia harus berjaga-jaga dan mempersiapkan diri seandai diminta untuk mendampingi Morgan. Di luar dugaan, Morgan menggelengkan kepala. “Hari ini saya akan menghad
last updateLast Updated : 2024-03-08
Read more

Goyah

Ombak laut berdebur membentur badan kapal pesiar dan Yuna bisa merasakan ombak yang lebih besar berdebur di antara dua pria itu. Tatapan Morgan terlihat tajam dan posesif. Sekilas, Yuna seakan melihat malaikat maut yang siap untuk mencabut nyawa pria itu sekarang juga. Wajah pria asing itu terlihat kaget. Perlahan, ia melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Yuna. “Su—sudah,” ucap pria itu dengan terbata, “Sekarang, lepaskan tanganku,” pintanya. Akan tetapi, Morgan tak langsung melepaskannya. Rahang pria itu bertambah kencang dan ia mencengkeram bahu pria itu lebih erat. “Akh! Sakit! Lepaskan! Bahuku bisa remuk jika kau bersikap seperti ini!” protes pria itu, mengerang kesakitan. Ia tak bisa melawan sebab bergerak sedikit saja bisa mengancam keutuhan tulang bahunya. “Memang itu tujuannya,” jawab Morgan, datar. Raut wajahnya tidak berubah, masih terlihat dingin dan tidak berperasaan. Cengkeraman pria itu bertambah erat hingga jalinan urat mulai menyembul dari pungg
last updateLast Updated : 2024-03-08
Read more

Kecelakaan Berujung Perasaan

Suasana di sekitar terasa dingin karena semilir angin, tetapi bibir Morgan terasa begitu hangat saat menyentuh bibirnya. Dan tubuh Yuna membeku. Matanya membelalak dengan terkejut. Sejak pertama tiba di kapal pesiar, ia seakan ditimpa kemalangan berturut-turut. Dimulai dari nomor kamar yang bagaikan angka sial bagi Yuna, dilanjut oleh sikapnya malam tadi, dan bukannya membaik, keadaan justru diperburuk oleh keduanya yang tidak sengaja berciuman. DOR Satu ledakan terdengar di langit saat acara menyalakan kembang api dimulai. Pada saat itu juga, Yuna melangkah mundur, secara tidak langsung membuat bibir keduanya terpisah. Wajah Yuna terlihat sangat canggung dan sepucat mayat, sementara Morgan perlahan membuka matanya. DOR Ledakan kembang api lainnya terdengar dan seakan menyentak Yuna pada kenyataan. “Aku … sepertinya aku harus kembali ke kamar sekarang,” ucapnya. “Tunggu—” Suara Morgan terhenti karena Yuna sudah lebih dahulu mengambil langkah seribu menjauhi dirinya.
last updateLast Updated : 2024-03-08
Read more

Nyaris Frustrasi

Yuna tidak bisa menunjukkan sikap yang sama setelah mendengar pengakuan sekaligus tekad Morgan. Wanita itu menjadi lebih banyak diam. Bahkan saat mereka berada di dalam mobil setelah kembali ke negara mereka, suasana terasa berbeda dari biasanya. Awalnya, Yuna sempat berharap ia akan diantar sopir, bukan Morgan, dengan begitu ia tak perlu waspada sepanjang waktu. Akan tetapi, formasinya justru sama seperti sewaktu keduanya berangkat. Diam-diam, wanita itu mencuri pandang ke arah Morgan yang sibuk mengemudi. Wajah pria itu terlihat santai, tetapi serius. Dia pasti akan marah atau kecewa jika tahu siapa ia sebenarnya, pikir Yuna. “Saya antar kamu ke rumah, ‘kan?” Morgan tiba-tiba bersuara dan Yuna refleks memalingkan pandangan ke arah lain. “Tidak,” jawab Yuna, terdengar sedikit gugup, “Bisakah Anda menurunkanku di rumah sakit?” Alis Morgan mengernyit heran. Dia melirik ke arah Yuna sekilas. “Kamu masih punya waktu cuti satu hari,” jawab Morgan. Ia sengaja memberikan
last updateLast Updated : 2024-03-09
Read more

Jason Menantang Morgan

Morgan yakin pria itu meminta Benny memanggil Yuna, dan Morgan tahu pria itu tidak akan mempermainkan perintahnya. Namun, ia tak mengerti mengapa justru Jason yang sekarang berdiri tepat di hadapannya. Morgan menghentikan perkataannya dan raut wajahnya berubah menjadi lebih serius. “Apakah ada yang bisa saya bantu?” tanya pria itu, bertindak seolah Jason sendiri yang datang ke ruangannya. Umumnya, para dokter akan merasa segan saat berbicara dengan Morgan. Namun, Jason berbeda. Kali ini pun pria itu menatapnya lurus dari balik bingkai kacamatanya. “Tadi, Tuan Benny datang ke bawah dan meminta Dokter Mira untuk datang ke ruangan Anda.” Pria itu menjawab. Morgan mengangguk satu kali. Raut wajahnya masih terlihat serius. “Itu benar. Saya yakin dokter yang saya panggil adalah Dokter Mira,” jawab Morgan tanpa ragu. “Dokter Mira tidak bisa datang. Sebagai gantinya, saya yang akan datang kemari mewakilinya.” Jason menjelaskan. Jawaban itu tidak sepenuhnya benar. Tadi, Jason mendapat
last updateLast Updated : 2024-03-10
Read more

Tersulut Amarah

Benny tidak berhasil menemukan Yuna.Pria itu berpikir Yuna mungkin kembali ke rumah karena kelelahan dan dia berniat memberitahu Morgan saat tanpa sengaja berpapasan dengan Jason. Pria itu baru saja keluar dari ruangan Morgan. Firasatnya seketika menjadi tidak enak. Hingga benar saja. Begitu Benny masuk ke dalam, Morgan sudah duduk di kursi dengan tangan berlumuran darah. Benny yakin ia hanya meninggalkan ruangan ini kurang dari sepuluh menit, tetapi tampaknya begitu banyak hal yang sudah ia lewatkan. “Apakah kita bisa memecatnya sekarang juga?” Morgan bertanya sembari membalut lukanya. Wajah pria itu terlihat tenang, tetapi suaranya terdengar geram. Dengan segan, Benny menggelengkan kepala. “Tidak bisa, Tuan,” jawabnya. “Mengapa?” Morgan mengernyitkan alis. Ia tak pernah begitu terdesak ingin mendepak seseorang dari rumah sakitnya, tetapi perkataan Jason benar-benar menyulut kemarahan Morgan. “Anda mungkin lupa, tetapi dia adalah putra dari Tuan Aditya,” tutur Benny. Mend
last updateLast Updated : 2024-03-10
Read more

Berbagi Rahasia

Yuna tidak langsung kembali ke rumah setelah pertengkaran itu. Ia masih membantu di rumah sakit dan pulang pada petang hari. Perasaannya jauh lebih terkendali setelah memeriksa kondisi beberapa pasien dan Yuna sudah berjalan menuju aula utama seraya mengecek ponselnya. Melihat apakah ia bisa memesan ojek online. Namun, langkahnya terhenti saat menyadari keberadaan Morgan di sana. Pria itu berdiri seakan telah menunggunya, dan raut wajah Yuna seketika berubah menjadi dingin. Perasaannya masih terluka setelah Morgan menyebutnya demikian. “Ayo, saya antar kamu pulang.” Morgan bersuara. Daripada menawarkan, nadanya lebih terdengar seperti memerintah. Morgan tidak bermaksud berkata demikian. Begitu melihat Yuna, mendadak kerongkongannya terasa tersumbat hingga gaya bicara yang keluar justru terdengar angkuh. Yuna menggelengkan kepala tanpa menatap ke arahnya. “Tidak perlu, aku bisa memesan ojek,” jawab Yuna. Ini mungkin nada dingin pertama yang pernah Yuna ucapkan padanya. “Saya yan
last updateLast Updated : 2024-03-11
Read more

Pria Sederhana

“Hah? Maksud kamu, dia adalah pria yang katanya menyamar di antara kalian? Jason yang pakai kacamata itu?” Nara bereaksi dengan antusias setelah mendengar penuturan Yuna. Sahabatnya itu belum pernah bertemu langsung dengan pria bernama Jason itu, tetapi Nara pernah minta ditunjukkan foto dari seluruh rekan satu angkatan Yuna dan ingat pria berkacamata yang berhasil menarik perhatiannya. Yuna menjawab dengan anggukan berulang kali. Senna juga berada di sana dan menggeleng dengan tidak habis pikir. “Apakah dia mencoba mendekati Kakak? Ini benar-benar tidak bisa dipercaya!” Yuna mengembuskan napas panjang dengan raut wajah lesu. “Kukira dia hanya orang biasa,” jawab Yuna. Semenjak perceraiannya, Yuna mengambil pelajaran dan tak ingin menjadi bagian dari keluarga konglomerat seperti Morgan dahulu. Apalagi, jika ia harus memiliki keluarga dan mertua yang tidak akrab. Oleh sebab itu, Yuna membatasi pertemanannya pada orang-orang sederhana. Dan alasan itu juga yang membuat Yuna membi
last updateLast Updated : 2024-03-11
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
21
DMCA.com Protection Status