Mas Fajri menatap perempuan dengan lingerie warna hitam yang tengah duduk di sofa dengan kaki menumpang. “Kapan kamu bisa menggaet Baska, Ren? Rasanya … sudah berbulan-bulan, tapi gak ada kemajuan.” Mas Fajri mematikan puntung rokok yang sudah tak lagi panjang dan membiarkan tergeletak di dalam asbak. “Susah, Mas. Aku sudah berusaha nawarin makanan ‘kan? Bela-belain beli dulu di restoran biar dia terkesan, sudah pake baju seksi juga, pas datang nganter, eh ngelihat batang hidungnya saja enggak. Yang ngambil makanannya nyuruh OB,” omel Rena.“Usaha lebih keras, dong, Sayang … katanya suka.” Mas Fajri mencebik. Geram juga melihat pergerakan Rena yang lambat seperti siput. “Ini juga lagi mikir lah, Mas. Kamu kira, dia kek kamu. Aku telepon langsung saja nyamber. Dia itu sepertinya tipe-tipe lempeng. Aku beberapa kali mengirim pesan selain promo makanan, tak ada sedikitpun dia respon.” Rena mendengus. “Coba yang lebih agresif dikit, Ren. Pura-pura jadi tukang pijat, kek. Jadi, tukang
Read more