Semua Bab PULANG DARI PERANTAUAN: Bab 41 - Bab 50

53 Bab

Bab 41

“Mas, kamu sedang apa di sana? Sama siapa? Jadi ini yang tiap bulan kamu bilang lembur? Lalu jika bukan Cahaya, siapa perempuan itu, Mas? Siapa?” lirih batin Mbak Fiska. Dia pun lekas membasuh wajah, setelah itu memesan taxi dan mengambil tas lalu beranjak pergi. “Kalau kamu beneran punya perempuan lain? Lalu, aku gimana, Mas?” isaknya sambil berdiri di depan rumah menunggu taxi yang akan datang menjemputnya. Taxi berwarna biru itu pun melaju menuju hotel yang dicurigai ada Mas Fajri di dalamnya. Sepanjang jalan, Mbak Fiska terus-menerus nangis. Rasa sakit itu entah kenapa menghujam terasa amat dalam. Taxi blue bird tersebut mengantarnya hingga pintu lobi hotel. Mbak Fiska turun setelah menyerahkan sejumlah uang untuk membayar. Dia mematung, bingung. Gimana caranya untuk mengetahui keberadaan Mas Fajri. Yakin sekali, pihak hotel pun tak akan memberitahu suaminya menginap di kamar nomor berapa? Hanya saja apa salahnya mencoba. Mbak Fiska pun menghampiri front office dan bertanya.“
Baca selengkapnya

Bab 42

Mas Baska tetap mengajarkan kehidupan bersahaja. Semenjak pindah ke lingkungan baru, fokusnya tak lagi terpecah belah. Konotasi rejeki, tak selamanya tentang uang itu benar. Memiliki tetangga yang saling menghargai dan menyemangati membuatnya lebih tenang dan nyaman. Selain itu, rupanya dari sana juga muncul beragam peluang. Dari Pak Abizar, tetangga sebelah kanan rumah, akhirnya Mas Baska masuk ke sebuah komunitas bisnis susu sapi perah yang terintregasi dengan kemenperin dan beberapa perusahaan ternama. Dirinya pun tak segan untuk melebarkan sayap dengan menginvestasikan uangnya di sana. Dia menjadi salah satu anggota koperasi yang membawahi sekitar 9000 ekor sapi yang menghasilkan puluhan sampai ratusan ton per hari di daerah Bandung Barat. Kini hal itu menjadi fokus keduanya. Meskipun untuk saat ini, porsinya masih terbilang tak banyak karena keterbatasan keuangan, tapi jalan sudah terbuka. Renacanya dari hasil keuntungan yang ada, Mas Baska tengah merancang agar investasinya men
Baca selengkapnya

Bab 43

Sementara itu, seorang perempuan dengan tubuh kurus tengah berteriak-teriak di dalam sebuah gudang. Ruangan itu berada di belakang sebuah villa yang berada di Bandung. Tiga bulan sudah, Mbak Fiska mendekam di sana. Hanya makanan dan minuman alakadarnya yang diberikan penjaga villa untuknya. Ruangan itu sepertinya bekas sebuah kamar, hanya saja dijadikan gudang sehingga satu jendela yang tersisa di sana pun dipatenkan. Namun untuk kamar mandi, masih bisa digunakan.“Pak, tolong! Keluarkan saya. Saya tidak gila!” teriak Mbak Fiska ketika penjaga villa itu masuk dan menyimpan makanan. “Maaf, Ibu. Mana ada orang gila yang ngaku. Pak Fajri jelas-jelas bilang, kalau Ibu dikeluarkan bisa membunuh orang!” Pria tinggi tegap itu melirik sinis. Lalu segera keluar lagi dan menutup pintu ruangan. “Yang gila itu bukan saya, Pak! Yang gila itu Fajri!” teriak Mbak Fiska untuk ke sekian kali. Beberapa kali mencoba kabur dari ruangan itu, tapi sia-sia. Kini tubuhnya sudah kurus dan kumal, benar-bena
Baca selengkapnya

Bab 44

Mbak Fatma merasa lega ketika akhirnya Bu Rini pergi dari rumah. Dirinya yang memang terlalu perhitungan pun, merasa sangat terbebani dengan kehadiran Bu Rini yang selama tiga bulan kurang lebih tinggal di rumahnya. Apalagi gaya hidup Bu Rini yang tinggi sehingga uang bulanan yang diberikan oleh anak-anaknya selalu kurang. Apalagi Mbak Fiska yang seolah menyerahkan Bu Rini padanya begitu saja. Bahkan tak pernah lagi menelpon untuk sekadar menanyakan kabarnya. “Akhirnya uang aku aman, Pap.” Mbak Fatma tersenyum sumringah. Dia menatap ke arah depan sambil memperhatikan lalu lalang kendaraan. “Lah memangnya selama ini gak aman kenapa?” Mas Arnold---suaminya bertanya. Tangannya masih fokus pada kemudi. “Mama tuh gak bisa lihat aku pegang uang agak banyak, langsung ada saja keinginannya. Mau ini, mau itu, bikin pusing.” Mbak Fatma mengomel. Mas Arnold menggeleng kepala. “Kamu juga waktu kecil gitu, Mam. Pasti bikin Mama kamu pusing. Lihat tuh Siska sama Saskia, sama juga kalau tahu kam
Baca selengkapnya

Bab 45

“Kalau gitu, aku mau nembak beneran, deh! Abang mau gak jadi suami aku?!” Ucapan Karina yang spontan sontak membuat Jodi, Irfan dan Bang Fajar yang hendak masuk ke dalam berhenti dan menoleh serampak. Karina memasang wajah imut dengan mata berkedip-kedip sambil menunggu respon dari lelaki yang batu saja di tembaknya. Namun, hanya bertahan beberapa detik, ketiga lelaki itu pun malah tergelak. “Astagaaa, Rin! Rin! Harga diri lo setipis rempeyek. Masa cewek nembak duluan!” Jodi yang terkekeh hanya menggeleng kepala. Lalu ketiganya pun masuk dan mengabaikan kalimat tembakkan Karina untuk Bang Fajar yang meluncur begitu saja. “Karina mendengus, memang dikira lucu kali, ya? Padahal aku sudah gadein tuh rasa malu ke pegadaian demi Bang Fajar. Dasar cowok!”omelnya sambil berjalan dengan bibir mengerucut lalu masuk ke dalam ruangan. Deg!Ada rasa panas tiba-tiba menyergap ketika tampak Mbak Nency tengah menyodorkan segelas teh leci pada Bang Fajar. Lelaki itu pun menerima dengan sumringah,
Baca selengkapnya

Bab 47

Mas Baska menatap wajah yang penuh senyuman sumringah di depannya. Cahaya terlihat makin hari makin cantik saja. “Ini, mau lagi?” Mas Baska menyodorkan pisang goreng yang dibuat spesial olehnya untuk sarapan mereka pagi itu di villa. Semalam tidur sangat nyenyak setelah berpetualang mengukir kebahagiaan di antara keduanya. “Sudah, Mas. Sudah cukup.” Cahaya menolak piring yang diangsurkan Mas Baska. “Kok dikit, sih, makannya, Dek? Jangan khawatir lagi, uang Mas sekarang sudah banyak,” kekeh Mas Baska seraya bercanda. “Makin uang kamu banyak, aku malah makin takut, Mas. Aku takut jadi gendut nanti kalau makan terus. Nanti kamu nyari lagi yang langsing,” tukas Cahaya sambil terkekeh. Padahal memang dirinya sudah kenyang. Kebiasaan makan seadanya selama empat tahun ditinggalkan, membuatnya terbiasa, sampai sekarang. “Astaghfirulloh, Dek. Emangnya Mas ada muka-muka player, gitu?” Mas Baska kaget mendengar penuturan Cahaya. Istrinya itu terkekeh sambil melirik manja. “Enggak, kok, Mas
Baca selengkapnya

Bab 48

Tiba-tiba Bang Fajar menoleh. Dia menyipitkan mata dan menelisik wajah Karina.“Hmmm … aku jadi curiga, orang yang paling usil di sini ‘kan kamu? Jangan-jangan akun bodong itu kamu, ya?” “Sembarangan ya kalau nuduh! Emangnya aku orang gak ada kerjaan?” Karina mencebik. Padahal tuduhan Bang Fajar memang benar. Namun Bang Fajar tak menjawab, hanya terkekeh saja. “Bang kok jalannya lurus terus, sih? Kapan beloknya?” Karina kembali membuka suara setelah hening beberapa saat. “Belok ke mana, sih, Rin? Jalannya kan emang cuma ini, kok. Kalau ke rumah sakit itu kan memang jalan yang ini yang lurus."“Ya kali, Abang mau belok dulu ke hati aku.” Karina terkekeh seraya terus memutar CCTV dan memperhatikan dengan seksama menit demi menit yang terlewati. Pada pukul 00.30 tampak sudah ada pergerakkan. Dari kamera depan, terlihat Enjam masih memantau sekitar. Waktu itu, baru saja acara barbeque mereka bubar. “Bang, ini download dari jam berapa?” tanya Karina. “Dari mulai terlihat ada pergerak
Baca selengkapnya

Bab 49

Mas Fajri tersenyum lebar ketika akhirnya CCTV yang ada di villa berhasil diretasnya. Kini dia kembali fokus pada tujuan utama yaitu meretas sistem perusahaan Mas Baska. Hanya saja pikirannya kini jadi bercabang dengan menghilangnya Mbak Fiska. “Kamu itu kenapa jadi biang masalah sih, Fiska?” Mas Fajri mengacak kesal rambutnya. Dia pun bangun lalu mengambil air mineral dingin dari dalam lemari es yang ada di apartemen barunya. Ponselnya berkedip-kedip, ada panggilan dari Rena. Namun mood Mas Fajri telanjur rusak dan berantakan sehingga panggilan itu pun dia abaikan. Dia pun kesal juga karena Rena hanya omong kosong doang untuk bisa mendekati Mas Baska. “Apa aku lapor polisi saja, ya? Bilang kalau istriku hilang. Hmmm … tapi nanti buat berita acaranya gimana, ya? Hmmm … tapi ini terlalu berisiko. Sepertinya aku lihat sikon saja, tinggal korbankan Enjam jika pada akhirnya ada yang membuat laporan ke polisi. Semoga saja Fiska bisa segera ditemukan oleh Enjam dan diamankan.” Mas Fajri
Baca selengkapnya

Bab 50

Mbak Fiska sudah berada di rumah sakit setempat sekarang. Yang pertama dilihatnya ketika matanya terbuka adalah Cahaya. Perempuan yang sepenuh hati dibenci, justru menjadi penyelamatnya dikala sedang seperti ini. Air matanya tiba-tiba menetes, lalu beralih isak.“Alhamdulilah, Mbak sudah sadar?” Cahaya mendekat dan menatap wajah tirus dan kusam yang terbaring lemah itu. Hanya anggukkan dari kepala Mbak Fiska yang menjawab. Dia menatap dengan sorot mata lemah.“Baska mana?” Suara serak Mbak Fiska terdengar. “Mas Baska lagi nganterin Kiran dulu. Kasihan ikut tidur di sini. Mas Baska titip di tempat Karina, Mbak.” Cahaya menjawab sambil tersenyum. Memang pernah sakit hati, pernah kesal, pernah benci. Namun, tak menghalanginya untuk berbuat baik. Seburuk apapun Mbak Fiska, dia adalah kakak dari suami yang dicintainya, Mas Baska. “Maafin, Mbak … Mbak sudah salah menilai kamu. Maafin, Mbak ….” Dia terisak lagi. Cahaya duduk dan menggenggam jemarinya lalu menatap lekat pada pupil hitam Mb
Baca selengkapnya

Bab 51

Enam bulan berlalu dari saat tragedi penyekapan Mbak Fiska. Semua sudah hidup normal kembali sesuai porsinya. Perusahaan dagang milik Mas Baska yang join venture dengan Pak Martadinata sudah stabil. Hal itu juga yang menjadikan alasan Karina memutuskan untuk mengganti agency. Lagi pula kontrak dengan perusahaan konslutan dan pajak milik Mbak Nency sudah selesai. Karina tak mau lagi diperpanjang. Alasannya, perusahaan mereka sudah stabil dan ada sendiri orang pajak internal. “Kita masih butuh konsultan pajak, Rin.” Mas Baska menatap draft kontrak kerja sama yang Mbak Nency ajukan kembali kemarin. “Konsultan masih banyak, Mas. Hanya butuh advise sekarang ini, bukan pekerjaan harian.” Karina menjawab judes. Bahkan dia tak segan merobek kertas-kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. “Tim Nency kerjanya bagus. Apa ada alasan yang lebih masuk akal selain perusahaan sudah settel?” Mas Baska menatap Karina. Gadis itu benar-benar keras kepala. “Yup, betul dia nagus, tapi kita membayar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status