“Ayo, Sayang. Cepat pipisnya!” Aron berseru tak sabaran.Kamila ingin menangis, wajahnya sudah memerah sedari tadi. “Mas pergi dulu, bagaimana mungkin aku bisa pipis kalau Mas masih di sini!” Aron menatap istrinya bingung. “Memangnya kenapa? Aku ini suamimu lho, Sayang.”Suasana hati Kamila semakin kacau, entah kenapa wajah Aron sangat menyebalkan baginya. “Keluar, atau aku tidak mau pipis sama sekali!” Ancam wanita itu sudah hilang kesabaran. “Aduh, tidak bisa, Sayang. Aku ingin melihat hasilnya.” Aron kini duduk selonjoran, menunggu Kamila yang tak mau pipis sedari tadi.Wanita itu menatap Aron tajam, tiba-tiba tangisnya langsung pecah seketika. Aron panik dan menghampiri sang istri. “Sayang, kenapa malah menangis, hm?” Ia memeluk sang istri, mengusap bahunya perlahan. “Ini semua salah, Mas! Aku malu tahu! Makanya keluar, agar aku bisa pipis!” Kamila memukul lengan Aron kuat, membuat pria itui meringis. “Ampun, Sayang. Iya, aku akan keluar sekarang. Tapi kalau kau mau meminta
Read more