Home / Romansa / Terpaksa Menikah Muda / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Terpaksa Menikah Muda: Chapter 121 - Chapter 130

187 Chapters

Prioritas Siapa?

Aron terbangun sekitar pukul enam pagi, kepalanya pusing karena menghadiri makan malam bersama Arkan dan rekan kerjanya yang lain—sampai sampai pukul satu dini hari, karena dilanjutkan dengan pembahasan proyek serta obrolan lainnya. Sejujurnya Aron ingin langsung kembali ke villa setelah Kamila matikan panggilannya, sungguh tak tenang karena sepertinya sang istri sedang marah besar padanya. Akan tetapi, justru rekan kerjanya semakin banyak berdatangan. Alhasil setelah sampai di villa Aron langsung merebahkan diri, masih dengan pakaian yang semalam. Dan entah ke mana jasnya, pria itu menggelng pelan. Tak peting juga walau hilang. “Sayang, angkat ….” Aron menggigit bibir bawah resah karena Kamila justru sama sekali tak mau mengangkat panggilannya. “Selamat pagi, Tuan. Apakah jadi untuk menjemput Rendra pulang dari rumah sakit hari ini?” tanya Bima. Ia akan mengantarkan Aron terlebih dahulu, sebelum berangkat meeting pagi ini. “Ya, tentu saja.” Aron mematikan panggilannya, menaruh
Read more

Insiden Pukul 22.00

Agni menatap koper yang ada di hadapannya, sudah cukup sampai di sini. Ia selalu meminta cuti tak jelas hanya karena ingin melihat Bastara, wanita itu sudah memutuskan untuk benar-benar tak lagi berharap. Toh, Bastara sama sekali tidak menampahkan batang hidungnya lagi, nomor serta sosial media Agni pun sudah diblokir. “Kau belum pulang juga, ya?” Monolog Agni pelan. Ia melihat dari balik kaca jendela, rumah Bastara yang terlihat sepi, seperti tak ada kehidupan di sana. Entah ke mana pria itu pergi. Agni menghembuskan napas berat, lalu menyeret kopernya keluar rumah setelah memastikan jika tak ada barang yang tertinggal. Ketika hendak menuju mobil, netra wanita itu membola saat melihat Bastara yang keluar dari rumahnya, dengan segera ia berlari menghampiri sang empu. “Tara ….” Agni membeku melihat wajah kusut Bastara. “A–aku … aku pikir kau tidak ada di rumah.” Ia berkata cemas, meremas kedua tangannya gugup kala melihat ekspresi datar pria itu. “Kenapa?” tanya Bastara acuh tak a
Read more

Tak Menerima Kenyataan

“Terima kasih, aku tahu kau mungkin sedikit terpaksa melakukan semua ini. Tapi sekali lagi terima kasih sudah membuat Rendra tertawa, anak itu tidak seharusnya menerima kenyataan pahit di umurnya yang masih belia.” Erza menatap jauh ke depan. Setelah Rendra tertidur, ia memang menyuruh Aron untuk menemaninya di gazebo yang ada di villa ini.Rasanya, sudah lama mereka tidak berbicara seperti ini akibat kesibukan masing-masing.Aron mengangkat bahu. “Tak apa, setelah memiliki Saga dan Ayana. Aku merasa mudah tersentuh dengan hal kecil, dan bagaimanapun Rendra adalah keponakanku. Terlepas dari hubunganku dan Relin, karena itu hanya masa lalu. Aku berharap dia juga sudah bisa menjalani hidupnya, serta menemukan pria yang bisa mencintainya secara tulus.” Aron menatap ke arah Erza yang sedang termenung.“Atau mengapa kau tak mencoba saja dengannya? Rendra juga terlihat nyaman denganmu. Ya … walaupun aku tahu kau selalu menganggap Relin saudara, bahkan dari masa remaja kau bagaikan seorang
Read more

Ketakutan & Rasa Lega

“Luka bakar yang Nyonya Dona alami adalah tingkat tiga, di mana itu melibatkan area yang luas, dan mungkin memerlukan operasi untuk membersihkan jaringan mati serta melakukan transplantasi kulit, Tuan,” jelas sang dokter. Tama tergugu, masih syok sebenarnya dengan apa yang terjadi. Lengan serta kaki Dona mengalami luka bakar serius, sedangkan Kamila hanya punggung kaki saja, serta kepalanya terbentur tembok.Kendati demikian, Kamila sudah siuman sejak satu jam yang lalu. Walau keadaannya masih lemas, dan sedikit terauma dengan kejadian yang menimpanya. “Berarti untuk sementara saya tidak bisa bertemu dengan Dona?” tanya Tama, pria itu seperti orang linglung. Walau ia bukan dokter spesialis kulit, tentu saja Tama tahu prosedur yang berlaku. Akan tetapi, yang namanya panik serta kalut. Mana sempat memikirkan itu semua.“Benar, Tuan. Karena kami juga akan mengevaluasi luka bakar serta kondisi Nyonya Dona secara menyeluruh, untuk menentukan tindakan selanjutnya. Sesudah itu, pemilihan
Read more

Permintaan

Aron melangkahkan kakinya menuju ruang rawat sang ibu, pria itu menghembuskan napas pelan sebelum menarik handle pintu dan masuk dengan perlahan.Aron mengambil duduk, lalu menatap ibunya yang sedang menatapnya dalam.“Aron,” sapa Dona serak.“Bagaimana perasaan Ibu saat ini?” tanya Aron pelan, tak ada raut datar maupun perkataan tajam seperti biasanya.Dona tersenyum lemah. “Sudah lebih baik dari kemarin, apa kau akan segera pulang? Hati-hati ketika membawa Kamila, mungkin kaki dan kepalanya masih sakit.”Bahkan saat ia terbaring lemah, dan tentu saja keadaannya lebih parah dari Kamila. Dona masih menanyakan wanita itu. Aron cukup terperangah sejenak, ya … ibunya sudah benar-benar berubah. Netra wanita itu juga tak bisa berbohong akan kekhawatirannya pada Kamila.“Tentu Ibu, aku akan menjaga Kamila. Dan terima kasih sudah menyelamatkan istriku pada malam itu.”Dona terdiam, menatap Aron dengan pandangan tak terbaca. Sesaat kemudian wanita itu kembali bersuara. “Anggap saja sebagai p
Read more

Tingkah Konyol

“Jadi, penyebab kebakaran itu karena korsleting listrik dan masalah kebocoran gas di dapur?” Aron bertanya dengan nada serius. “Benar, Tuan. Bukan karena campur tangan orang lain, itu memang murni karena masalah internal dari restoran,” jelas Bimo. Aron mengusap dagu perlahan, lalu menegakkan punggungnya—menatap lurus pada sang asisten. “Baiklah, dan tolong segera urus pengunduran diri istri saya, untuk kedepannya Kamila tidak perlu bekerja lagi. Bisa gila saya memikirkan dia keluar dari rumah dan selalu berakhir celaka.” Bimo menatap Aron serius, lantas membalas, “Tapi Tuan, apakah Anda sudah mendiskusikan ini dengan Nyonya Kamila? Karena saya melihat dia begitu senang mengerjakan pekerjaannya yang sekarang.” Aron mendelik tak suka pada Bimo. “Kau ini sok tahu sekali, saya suaminya. Tentu lebih mengerti Kamila, dan sudah pasti dia sudah setuju dengan keputusan saya.” Memang pada dasarnya kepala batu, sangat susah memberi pendapat serta nasihat pada si arogan ini. Ya, sudahlah.
Read more

Kau Membelanya?

“Paman Tara, ini sangat enak. Mau tidak?” Ayana menyerahkan sandwich buah di tangannya, dan diterima dengan senang hati oleh Bastara. “Enak, terima kasih.” Bastara mengacak surai halus gadis kecil itu. Ayana mengacungkan jempol, lalu kembali merebahkan kepala pada lengan pria itu. Sementara Saga, bermain rubik di tangannya yang dihadiahi oleh Bastara. “Paman, apakah Bibi Agni tidak akan ke sini?” tanya Ayana tiba-tiba, mereka berada di gazebo, yang terdapat di taman belakang—langsung menghadap ke kolam ikan. Bastara terdiam mendengar pertanyaan itu, sejak Agni pamit hubungan mereka benar-benar memburuk. Ia tak tahu lagi kabar perempuan itu, walau Bastara sangat penasaran dan tidak tenang setiap harinya. Tapi ia mencoba bersikap biasa, seolah-olah itu tak membuatnya terganggu. “Bibi Agni masih tugas di Jakarta, Sayang. Nanti kalau dia pulang baru kita suruh ke sini, okay?” “Ayana mengangguk kuat. “Okay, Paman!” “Yaya, Aga.” Panggilan itu membuat si kembar menoleh, lantas berbinar
Read more

Menjauh

Kamila menggigit bibir bawah, resah karena Aron yang sama sekali tak bisa dihubungi sampai larut malam seperti ini. Ia mengaku bahwa perkataannya keterlaluan, karena sebagai pria dewasa tentu Aron merasa tak terima. Apalagi Kamila justru mengatakan jika sikap Aron terlalu kekanak-kanakan dan tidak bisa berpikir dewasa.Jujur saja, ia bahkan tidak menyangka mengatakan hal seperti itu pada suaminya. Kamila hanya bersikap spontan ketika Aron memukul Bastara membabi buta. Sekarang, ia menyesal karena telah membuat Aron pergi dan tidak bisa dihubungi sampai sekarang.“Kamila.”Kamila menoleh ke sumber suara. Terlihat Bastara yang menatapnya ragu-ragu. Wajah pria itu sudah diobati, tetapi masih membengkak akibat pukulan keras dari Aron pagi."Iya, Kak Tara butuh sesuatu?" tanya Kamila pelan seraya mendekat. Sudah pukul sebelas malam, seharusnya pria ini istirahat. Karena besok dia akan pulang ke Bali."Tidak. Aku menemuimu karena merasa tidak enak saja. Kejadian tadi pagi menimbulkan kerib
Read more

Sebuah Perintah Tuan Besar

“Selamat siang, Tuan. Saya sudah menyelidikinya, dan ternyata apartemen itu masih disewa atas nama ayah Nyonya Kamila—sampai saat ini.” Bimo tersentak dan bangkit dari duduknya, mencerna ucapan orang kepercayaannya yang sedang berada di California. “Sebentar, maksudmu apartemen itu masih di tempati hingga detik ini?” “Benar, Tuan. Dan masih atas nama ayahnya Nyonya Kamila,” ulang pria dari seberang sana. “Saya sudah setiap hari ke sini, tapi yang menghuni unit itu sama sekali tidak pernah keluar. Jadi, bagaimana. Apakah saya akan tetap di sini dalam waktu satu bulan atau kita hentikan saja dan penyidikan ini?”Bimo bungkam, masih shock menerima fakta yang ada. Bagaimana mungkin bekas apartemen ayahnya Kamila masih dihuni hingga detik ini, bahkan atas nama yang sama. Sebenarnya siapa dalang di balik semua ini, mengapa seolah-olah ia dipermainkan.“Tetap saja di sana, tunggu waktu yang tepat dan saya akan menyusul ke California. Tapi untuk saat ini masih banyak pekerjaan, saya juga t
Read more

Ada Apa Dengan Kamila?

“Ayah, aku mengantuk. Puk-puk dulu seperti baisa,” pinta Saga.“Baik, sayangku.” Aron mencium kening sanga putra. Ia tersenyum ketika melihat pada Ayana yang sudah tertidur pulas. Lantas atensi pria itu tak sengaja bersirobok dengan mata Kamila, membuatnya membeku sesaat—sebelum mengalihkan pandangan ke arah lain. Mengingat kejadian tadi pagi membuatnya menggeram kesal pada sang ayah, bisa-bisanya Tama menyuruh Aron ke rumah Relin sedangkan Kamila udah pulang. Selang lima menit kemudian, Saga tertidur pulas. Aron bangkit dari kasur, lalu melangkah menuju kamar. Tentu saja diikuti oleh Kamila. “Mas,” panggil Kamila lirih. Tapi ia yakin masih bisa didengar oleh pria itu. Benar saja. Aron menoleh dengan alis terangkat. “Ya?” Kamila menggigit bibir bawah, terlihat gelisah serta gugup. “Ak–aku minta maaf, tidak seharusnya berkata hal yang membuatmu sakit hati.”Aron mengibaskan kedua tangan, seolah itu tidak mengganggunya. Ia melangkah menuju kasur, lalu merebahkan diri. “Tak masalah,
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
19
DMCA.com Protection Status