Home / Romansa / SERIBU WAJAH MANTAN ISTRIKU / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of SERIBU WAJAH MANTAN ISTRIKU: Chapter 21 - Chapter 30

42 Chapters

Bagian 21

Hari pertama Embun bekerja tidak terlalu sibuk. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkenalan dengan para pegawai Barran’s Studio. Selama itu pula, Elio tidak pergi dari sisinya yang sebenarnya cukup membuat Embun jengkel. Setiap kali ia mengobrol, maka Elio ikut menimpali, memujinya terang-terangan. Sesekali mengingatkan mereka untuk menjaga dan memperlakukan Embun dengan baik. Begitu pula saat makan siang bersama, saat semua orang berkumpul. Mereka duduk memanjang di meja makan tepat di tengah ruangan rekreasi.Bram adalah orang paling dekat dengan Elio. Terbukti dari dengan gamblangnya ia menegur Elio untuk berhenti mencampuri segala hal tentang Embun. “Diamlah! kami sudah paham, tidak perlu diulang seperti kaset kusut!” sentaknya usai Elio sekali lagi mengingatkan mereka untuk bersikap baik. “Kok ngegas? Berani sama atasan?!” Elio malah balik menyentak, memasang raut sangar. Embun sudah kepalang panik, mengira mereka ribut. Namun anehnya orang-orang hanya tertawa, memperh
Read more

Bagian 22

Satu tahun pernikahan dilewati tanpa terasa. Hubungan suami istri muda ini tidak banyak berubah. Meski tidak ada pertengkaran, tidak ada pula kemesraan. Lebih mirip hubungan satu atap dimana saling bertegur sapa ketika bertemu. Meski begitu bukan berarti tidak ada usaha dari Embun. Dia paling semangat tanpa merasa lelah melakukan pendekatan. Berharap suami akan luluh walau nyatanya tidak. Adzriel tetap memasang garis batas antara dirinya dengan sang istri. Siang itu kebetulan Embun libur kerja. Ia menghabiskan waktunya dengan bersih-bersih lalu bersantai di ruang keluarga. Sampai suara bel mengusiknya. “Iya, sebentar!” serunya seraya berlari kecil menuju pintu depan. Embun membuka pintu, mendapati seorang wanita paruh baya menyapa hangat. Perempuan cantik meski usia sudah mendekati lima puluh tahun. Beliau adalah ibu mertua, ibu dari suaminya. Embun segera menyambut dengan pelukan manja. “Mama Gigi!” katanya manja.“Aduh, putri cantik mama. Gimana kabarnya, sayang?” Giselle mengec
Read more

Bagian 23

“Akhirnya bisa kumpul main arisan lagi,” Giselle menatap pintu masuk salah satu cafe di daerah Jakarta.Langit petang menjadi tanda bahwa dia datang lebih cepat. Begitulah sejak dulu, selalu menjadi orang tepat waktu. Bahkan suka lebih dulu sampai, agar tidak membuat yang lain menunggu.“Selamat datang,” salah seorang pegawai menyapa. Giselle membalas sapaan dengan senyum ramah. Ia memberitahu nomor meja yang sudah dipesan lebih dulu oleh teman arisannya. Pegawai wanita segera mengantarnya. Menuju salah satu meja dengan sofa abu-abu serta meja panjang. Selepas kepergian pegawai wanita, tidak sampai sepuluh menit. Dua wanita paruh baya datang menghampiri.“Halo, Madam! Lama tidak jumpa,” sapa Giselle seraya beranjak berdiri. Salah satunya menyahut senang, “aduh, aduh! Coba lihat siapa yang akhirnya datang… Jeng Gisel. Ya ampun, Jeng. Sudah lama tidak jumpa~”“Maaf, ya… Madam Retno. Saya baru bisa ikut kumpul lagi.” Giselle tersenyum malu usai balas mencium pipi pemilik acara. “Ini ad
Read more

Bagian 24

Pintu rumah bertingkat dua terbuka. Dua perempuan keluar dengan pakaian rapi. Setelah sempat menikmati cemilan dan mengobrol santai. Giselle mengajak Embun pergi belanja bersama. Ajakan tiba-tiba tentu membuat Embun sedikit kaget. Ia segera meminta izin pada Adzriel.Kak Adriel, aku izin keluar sama Mama Giselle, ya… Pulangnya mungkin agak malam, mau titip sesuatu? —terkirim.Tidak lama centang dua berubah biru, disusul getaran pelan dari ponsel.Tidak ada. Berkabar saja kalau sudah mau pulang, biar saya jemput. —terbaca. Manik coklat mengerjap beberapa kali, agak kaget melihat balasannya. Embun tidak menyangka akan dijemput suami. Setelah setahun berumah tangga. Baru kali ini Adriel menjemputnya. Itu berarti setelah mengantar Mama Giselle, mereka akan semobil berdua. “Kenapa sih, senyam-senyum?” Giselle bertanya menggoda. Pipi wanita muda itu sontak bersemu. Malu, ketahuan salah tingkah. Embun segera menggeleng cepat. “Kak Riel cuma bilang, nanti kabarin kalau sudah mau pulang. Na
Read more

Bagian 25

“Embun, bangun… kita sudah sampai.”“...”Mesin mobil dimatikan ketika tidak kunjung ada jawaban. Adzriel menoleh ke arah kursi penumpang di sampingnya. Embun masih terlelap. Ia mengulurkan tangan walau berhenti di udara. Agaknya ia sedikit ragu saat hendak menyentuh pundak sang istri. Sempat berpikir sejenak, Adzriel memutuskan keluar dari mobil, membuka gerbang lalu kembali masuk. Mobil kembali menyala, perlahan masuk ke dalam dan terparkir rapi di garasi. Laki-laki itu keluar dari mobil dan pergi menuju pintu depan, membuka kunci rumah. Lalu kembali ke garasi untuk membuka pintu mobil. Mata sehitam jelaga melihat istri lewat kaca mobil. Menyadari posisi Embun bersandar pada pintu mobil. Adzriel segera menyebrang, membuka pintu kemudi dan dari sana membenarkan posisi Embun. Barulah ia membuka pintu mobil dan menggendong Embun.Pintu kamar Embun terbuka perlahan. Keadaan kamar gelap, mengingat malam sudah larut begitu mereka sampai. Adzriel menatap sekitar kamar, menunggu agar matan
Read more

Bagian 26

“Dipta, kamu lihat Adzriel?” tanya Zenata sambil mengetuk meja Dipta.Pemuda itu menoleh ke samping meja, lalu balik menatap Zenata. Ia mengangkat bahu, “barusan ada. Lagi sebat mungkin,” jawabnya lalu kembali fokus pada kerjaan. Zenata menghela nafas pendek. Matanya mencoba mencari keberadaan Adzriel. Merasa tidak akan menemukannya, akhirnya dia pergi. Wanita muda itu mencoba pergi ke taman belakang. Tidak banyak orang bersantai di sana. Kalaupun ada biasanya hanya sebentar, merokok satu-dua batang. Meski tidak yakin, mengingat Adzriel bukan perokok.Cukup mengejutkan saat Zenata ternyata menemukan Adzriel di sana. Bersandar pada dinding dengan rokok di sela-sela jari. Wanita muda itu terdiam sejenak, menikmati sosok pujaan memikat hati. Siapa sangka sisi nakal di usia matang tidak kalah jauh menggoda. “Heh! Nakal, ya… sudah berani merokok. Aku aduiin kamu ke Tante!” ancam Zenata sambil memukul pelan lengan Adzriel. Pemuda itu menghela nafas pendek, sontak mematikan rokok dan memb
Read more

Bagian 27

“Tante Giselle?” Zenata memainkan aktingnya dengan baik. Berpura-pura kaget dengan pertemuan mereka yang tidak disengaja. Terlebih berhasil membuat situasi dimana Giselle tidak mungkin sekedar basa basi padanya. “Aduh, gara-gara tidak memperhatikan sekitar. Bajumu jadi kotor, mana kelihatan banget.” Giselle sejak tadi sudah mencoba membersihkan noda dengan sapu tangannya. “Tidak apa, Tante. Namanya juga tidak sengaja. Zenata juga salah tidak lihat, sibuk cari rak barang.” “Kamu ikut tante dulu, ya… kita beli baju ganti.” Giselle menahan lengan Zenata agar tidak pergi. “Tante maksa pokoknya, yah?” Gadis itu mengulum senyum, berhasil menyamarkan senyum liciknya. Ia mengangguk sebagai jawaban. Mengikuti langkah Giselle yang meninggalkan troli begitu saja. Prioritasnya saat ini adalah mencarikan pakaian ganti untuk Zenata. Tanpa menyadari bahwa dia telah jatuh ke dalam perangkap. Dua orang wanita berbeda usia memasuki salah satu butik. Giselle cepat mencari pakaian pengganti untuk
Read more

Bagian 28

Acara makan malamnya hari ini. Maaf mendadak sekali, kalau tidak keburu, biar saya beli makanan di luar —terbaca. Embun sontak beranjak berdiri usai membaca pesan. Tiga rekan kerja menatapnya heran. Jarinya bergerak cepat, memeriksa jam.Pukul dua siang. Setelah memastikan jam, Embun segera berhitung. Dia perlu sekitar 10-15 menit pergi ke supermarket terdekat di daerah kantor. 40-60 menit lagi untuk tiba di rumah. Setelah memastikan waktu duga yang diperlukan demi sampai selesai masak. Embun meringis pelan. Dia tidak punya banyak waktu. Embun segera pergi menuju ke lantai atas. Untunglah ruangan Fidelio saat ini lengang. Tidak ada orang lain selain dirinya. Wanita muda itu mengetuk pintu kaca. Setelah mendapat izin, ia segera masuk ke dalam. Fidelio tengah sibuk memilih projek ketika Embun datang. Ia menaruh berkas, menatap temannya. “Ada apa, Bun?” tanyanya.“Eh, begini El… maksudku, Pak Elio–” Embun tiba-tiba berubah gugup. Fidelio tertawa pelan, “masih saja kamu canggung beg
Read more

Bagian 29

“Semua orang mengira Adzriel ini pendiam, tipe yang mudah disuruh-suruh. Padahal nyatanya tidak! Dia memang kalem, tapi kalau sudah menyangkut pekerjaan. Sudah seperti punya kepribadian lain,” Dipta sudah sejak tadi menjadikan Ketua Divisi mereka sebagai topik obrolan. “Dia langganan adu mulut dengan ketua tim sebelumnya. kalau sudah begitu, divisi kami ketar-ketir. Sibuk kerja supaya tidak kena getahnya.” Laras, perempuan yang duduk di samping Dipta menambahkan. Adzriel setengah tersenyum. Yang lain balas nyengir lebar, tidak merasa sungkan sedang menyerang atasan mereka. Karena mereka semua tahu kalau Adzriel tidak mempermasalahkan selama masih dalam batas kewajaran. Terlebih Dipta, meski pemuda itu kerap kali suka kelewat batas. “Bu Embun biasa kesibukannya apa, selama menunggu Pak Adzriel kerja?” Brian, pemuda paling muda di antara mereka bertanya basa-basi. Embun menaruh gelas setelah sempat meneguknya. Ia segera menjawab ramah, “Saya juga bekerja, sebagai make up artist.”“W
Read more

Bagian 30

“Kak Riel,” Embun memanggil pelan. Adzriel sontak menoleh, balik badan meninggalkan Zenata. Ia menghampiri Embun, bertanya lembut. “kenapa, Bun? Kamu udahan istirahatnya?”Tatapan yang teduh seakan dia barusan tidak bermesraan dengan mantan kekasih. Embun mati-matian menahan air mata. Mencoba menenangkan diri dan bertanya. “Kamu lagi ngapain di sini berduaan sama Zenata?”Adzriel menoleh ke arah Zenata sebelum kembali ke Embun. Ia hendak memberitahu, menjelaskan. Sebelum disela lebih dulu oleh Zenata. “Lagi cuci piring, apa lagi?”Wanita cantik teman kuliah sang suami tersenyum simpul. Seakan memang tidak ada yang salah di antara mereka.“Aku gabung sama yang lain di depan, ya.” Zenata berujar lagi seraya menepuk bahu Adzirel. “Kalian buruan nyusul, masa tuan rumah ninggalin tamu lama-lama.”Adzriel mengangguk sebagai jawaban lalu menatap Embun. Wanita ini sejak tadi diam saja. Lebih tepatnya, Embun masih berusaha tenang. Dia kesal. Melihat suaminya biasa saja disentuh wanita lain.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status