Laureta melebarkan matanya. Ia kesal bukan main. Kian memang berhak untuk melakukan apa saja yang ia inginkan. Namun, Laureta pun bisa marah.Beruntung, ia sedang sangat kelaparan. Jadi, ia hanya mendelik pada Kian sambil mengunyah sarapannya. Kian si pria menyebalkan, sama sekali tidak merasa bersalah. Ia malah tersenyum geli sambil memandang Laureta.“Laura, Laura. Kamu itu lucu sekali kalau sedang marah. Kamu marah, tapi kamu juga sedang lapar. Tak ada yang bisa mengganggumu jika sedang makan, ya kan?”Laureta tidak mau menjawab Kian. Pria itu sepertinya akan mengejeknya lagi. Kian memotong roti lapisnya dengan pisau, lalu menusuknya dengan garpu. Sikapnya sungguh elegan. Tidak seperti Laureta yang menyantap roti lapisnya dengan tangan, membuka mulut lebar-lebar dan menggigitnya dengan rakus.“Pelan-pelan,” tegur Kian.Pria itu masih terus menerus memperhatikan Laureta hingga ia jadi salah tingkah. Jadi, Laureta mengalihkan pandangannya ke kolam renang. Di tempat itu, ia membuka ka
Read more