“Bibimu bilang, kamu sakit. Kenapa menolak diperiksa dokter, hem?” El melirik Estefania, kemudian kembali menatap putranya.Sedangkan Al menggembungkan pipi, perlahan mengembuskan napas. Ekor mata tajamnya terarah pada tangan, refleks menarik ujung lengan panjang.Tentu, tingkah ini membuat El curiga sekaligus penasaran. Hingga ayah dua anak merangkul bahu sang putra, ia yakin anak sulungnya menyembunyikan sesuatu.“Peluk Daddy!” El merentangkan tangan, dan Al menyambut suka cita. “Ternyata kamu tetap bayiku, jagoan kecil,” ucapnya, terkekeh geli. “Mau cerita pada Daddy? Bukankah kita itu kawan, hem?”Al mengangguk pelan dalam dekapan El. Pelan-pelan ia menjauhkan kepala, lalu mengurai pelukan, dan menggulung lengan panjang kaos sebatas siku. Al menunjukkan biru keunguan menghiasi kulit putihnya.“Ini Daddy, sakit,” cicit miniatur Donatello Xavier itu.“Astaga Al, bagaimana bisa? Ini ….” El mengamati lamat-lamat luka itu. “Apa Mommy-mu tahu tentang ini? Dan, kapan kamu disuntik? Untuk
Last Updated : 2024-03-05 Read more