All Chapters of Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu: Chapter 61 - Chapter 70

96 Chapters

Bab 61 #Mencoba Bicara Baik-baik

Bab 61Aku masih terngiang-ngiang dengan ucapan Mas Irfan. Bahwa pada ulang tahun Fara akan diberi kejutan, kira-kira apa ya kejutannya?Apa yang direncanakan ibu mertua itu yang akan disampaikan kepadaku? Tentang Mbak Nung dan Mas Irfan pastinya.Baiklah, aku harus mulai berbenah, menyiapakan diri, menyiapkan mental. Aku tidak boleh lemah, harus siap apapun yang terjadi.Menjelang sarapan pagi, aku tidak masak, takut nanti di cela kurang ini, kurang itu, tidak enaklah dan lainnya, lebih baik aku tidak masak apapun.Aku hanya menggoreng telor mata sapi, dan sambal kecap. Aku berharap Mas Irfan ikut sarapan, karena kalau hanya mata telor sapi, masa iya akan di cela.Sengaja memancing supaya Mas Irfan mau duduk dan sarapan bersama, aku ingin menanyakan sesuatu yang semalam ditolaknya. Baru satu sendok masuk kemulutku, kudengar langkah kaki yang sangat kuhafal. Laki-laki yang dipanggil Papa oleh anakku itu masuk dapur, dia celingukan mencari sesuatu."Sarapan, Mas?" tanyaku sambil meman
Read more

Bab 62 #Pulang KeKota Kelahiran

Bab 62 "Perkenalkan saya, Bu. Saya Syamsul, Notaris yang ditunjuk oleh almarhum Bapak Suparman untuk mengabarkan kepada ahli waris, bahwa Ibu ditunggu kehadirannya ke Sragen untuk tanda tangan.""Tanda tangan?" batinku.Aku bergeming, dadaku mulai sesak kalau mengingat kota kelahiranku. Pasti aku akan terkenang masa kecilku bersama almarhum kedua orang tuaku, yang sudah tidak bisa kugapai lagi."Halo Bu, maaf, apa Ibu masih disitu?" Suara yang mengenalkan diri sebagai Pak Syamsul itu ragu-ragu."I-iya Pak, saya dengar semua. Kapan saya harus menghadap bapak?" Dadaku bergetar."Secepatnya, Bu. Ini penting sekali. Nanti saya terangkan semuanya kalau Ibu sudah sampai di kantor kami.""Ya, Pak. Terima kasih."Setelah telepon terputus, air mataku meleleh tidak terbendung. Perih sekali mengingat kenangan indah disana. Banyak kenangan yang diuntai oleh kedua orang tua bersamaku, putri tunggalnya.Tidak kusangka hanya sependek ini kami lalui bersama. Aku sedih kalau mengingat semua ini, kenan
Read more

Bab 63 #Bertemu Dengan Notaris

Bab 63 Setelah Zaqi kutidurkan dengan nyaman di stroller bayi, kudorong pelan menuju kantor Notaris milik Pak Syamsul Hamami. Dari luar bangunannya bagus, semua dicat berwarna putih, kesannya bersih. Walaupun berada ditengah kampung, kiri kanannya sudah banyak bangunan baru, dengan disain minimalis.Halamannya luas, ditengahnya ada air mancur, disekitarnya banyak ditanami pohon yang rindang, sangat asri. Sehingga adem dan sejuk.Belum sampai aku masuk, sudah ada yang menyambutku. Wanita cantik berkulit bersih tersenyum manis, bajunya warna pastel dengan kerudung senada."Selamat siang. Ibu Dela?" sambutnya ramah."Selamat siang. Ya, saya Dela." balasku."Kenalkan, saya Amira, seketaris Pak Syamsul," Wanita bergigi gingsul tu mengulurkan tangannya."Silahkan Bu, sudah ditunggu Pak Syamsul di ruangannya." Aku mengangguk, lalu mengikuti langkahnya. Netraku menindai ruangan yang sangat artistik, kulirik juga prestasi-prestasi yang diraih pemilik kantor ini.Ada juga foto-foto yang di
Read more

Bab 64 #Mendapat Warisan

Bab 64 Saat ini Diana semakin kubutuhkan untuk menjadi penasehatku, apalagi setelah Mas Irfan semakin jauh dariku. Sahabatku yang sudah kuanggap saudara itu tulus, tidak mempunyai kepentingan apapun selain ingin membantu untuk membahagianku."Serius, Del? Alhamdulullah aku ikut seneng dengernya," jawab Diana ikut bungah."Di, trus aku harus bagaimana?" tanyaku. "Terima saja, Del. Kamu butuh uang untuk masa depan Zaqi juga, walaupun Papahnya mampu, setidaknya kamu punya simpenan sendiri. Menjadi wanita harus mandiri, jangan sampai kita hanya berharap dengan uang suami." "Bener juga, Di. Aku sendiri mempunyai pendapat seperti itu.""Gak mungkin kamu mau ngelola sawah sendiri, 'kan? Apalagi tinggal di Sragen, rumah almarhum saja sudah diwakafkan. Makam bapak dan ibu juga gak disana, mending dijual, trus beli rumah di Jogja, untuk investasi. Trus dibangun kos-kosan, duit kamu dijamin mengalir banyak."Pikiranku terbuka setelah mendapat masukan dari Diana, bagus juga idenya. Kujual semu
Read more

Bab 65 #Saling Memberi Kejutan

Bab 65"Jangan lupa nanti sore ulang tahun Fara, kita semua harus hadir." Mas Irfan mengingatkan ketika aku menemaninya sarapan."Ya, Mas," jawabku sambil memberesi piring kotor bekas nasi gudeg.Tadi pagi Mbok Rah mengantarkan sebungkus nasi gudeg untuk sarapan Mas Irfan, katanya yang menyuruh Mbak Nung.Kemaren juga dikirimi bubur ayam, kemarennya lagi nasi pecel. Masing-masing satu bungkus untuk sarapan Mas Irfan saja.Alhamdulillah, ringan sekali pekerjaanku, tidak usah repot-repot masak. Toh kalau masakpun belum tentu dimakan.Ketika aku mencuci piring dan gelas, dari ekor mata aku bisa melihat kalau Mas Irfan menatapku, kalau aku boleh nebak, pasti dia kasihan kepadaku.Atau mungkin dia akan tertawa senang kalau nanti aku mendapat kejutan dari ibunya. Dikiranya aku histeris lalu strok.Atau malah Mas Irfan sok pahlawan kesiangan, pura-pura menolak dan berpihak kepadaku. Kemudian ibunya memohon supaya aku menyetujuinya, lalu Mas Irfan terpaksa menerimanya.Aku tersenyum miring.K
Read more

Bab 66 #Mas Irfan Galau

Bab 66Dalam perjalanan pulang, semua membisu. Fara yang berangkatanya diam, giliran pulangnya tidak henti-hentinya menceritakan keseruan pesta ulang tahunnya yang ke 5.Hanya aku yang menanggapi cerita kriwil, yang lain diam, entah capai atau kesal. Sebenarnya aku menanggapi cerita kriwil karena untuk menghibur hatiku yang sedang luka.Mas Irfan sebentar-sebentar menoleh kebelakang, walaupun gelap gerakannya terlihat kalau dia sedang resah. Barangkali dia butuh keheningan, atau merasa terganggu dengan ocehan Fara.Aku tetap berusaha tegar, belum bisa berpikir jernih untuk menanggapi permintaan ibu mertua.Biar anak bungsunya saja yang memutuskan, bukankah dia yang akan menjalaninya.Aku belum berpikiran kearah sana, aku tunggu keputusan Mas Irfan saja. Kalau memang dia akan menikahi kakak iparnya, aku juga harus bersikap.Di dalam kamus hidupku, tidak mengenal kata-kata dimadu. Sehingga aku tidak bisa membayangkan jika harus hidup bersama, dan saling berbagi suami.Kalau orang lain b
Read more

Bab 67 #Dibelikan Baju Kembar Sama Mbak Nung

67. Perasanku mengatakan Mbak Nung semakin baik dan ramah kepadaku. Sekarang kalau mengirim sarapan juga tidak hanya satu, tapi dua bungkus."Yang satu untuk Mas Irfan, satunya untuk Mbak Dela," kata Mbok Rah, yang setiap hari tugasnya mengantar sarapan kerumah."Terima kasih, ya Mbok," balasku.Mbok Rah mengangguk, sambil mencuri pandang kearahku. Kalau aku menatapnya, cepat-cepat membuang muka. Aneh sekali gerak-gerik Mbok Rah kali ini, biasanya bercanda terlebih dulu. Lha ini, langkahnya gegas diayun seperti habis melihat hantu.Aku geli melihat tingkahnya, apa dia sudah tahu permasalahnya antara aku, Mas Irfan dan Mbak Nung, ya? Mungkin ibu sudah cerita kalau Mas Irfan akan menduakanku.Biasanya Mbok Rah itu tempat ibu berkeluh kesah, karena hanya dialah yang menemani selama ini. Sekarang tugasnya si Mbok yang sudah puluhan tahun ikut Ibu agak ringan, hanya masak dan menemani saja.Si Mbok tidak lagi menunggu di warung lagi, karena warungnya sudah berubah menjadi toko swalayan.
Read more

Bab 68 #Kabar Gembira dari Pak Syamsul.

Bab 68 Hari ini pertama kali aku masuk kerja, setelah 3 bulan cuti melahirkan. Zaqi terpaksa kuajak bekerja karena di perusahaan menyediakan penitipan bayi dan anak.Dengan begitu aku bisa setiap saat memberika ASI eklusive, lewat pumping ASI.Seperti biasa diantar oleh Mas Irfan sekaligus mengantar Mbak Nung dan sekolah Fara. Ibu tidak ikut, agak pusing katanya. Aku duduk di depan bersama Zaqi yang kugendong.Mbak Nung dengan Fara di belakang, dalam perjalanan sekian menit semua diam. Hanya terdengarkan ocehan kriwil yang tidak jelas, tetapi kalimatnya ada yang keceplosan tanpa disadari membuatku menautkan alis."Nanti kalau Mama menikah sama Papa, Fara minta adik cewek ya, Ma." Dengan polosnya si kriwil mengungkapkan pendapatnya.Terdengar Mbak Nung tertawa sumbang. Hatiku langsung menciut. Papa? Pasti yang dimaksudkan itu Mas Irfan, siapa lagi? bisikku dalam hati.Nafasku langsung naik turun, aku berusaha menahan emosi supaya tidak meledak. Sementara aku diam menyimak obrolan mer
Read more

Bab 69 #Survey Rumah

Bab 69Semalam aku tidak bisa tidur, kebetulan Mas Irfan lembur di bengkel, ada beberapa mobil yang harus segera diselesaikan karena akan dipakai pemiliknya.Dia tidak sendiri ada karyawan yang membantu, tetapi harus diawasi supaya hasilnya memuaskanSelesai menidurkan Zaqi, aku langsung mojok menghubungi Diana, kesempatan untuk diskusi rumah yang akan kubeli. Banyak pilihannya, Diana mengirim beberapa brosur, aku harus meneliti satu persatu."Semua bagus, Di," komentarku."Iya sih. Tentukan lokasinya dulu, baru disainnya. Kemudian kita datangi kalau kamu sudah ada waktu," usul Diana."Di, aku pingin rumahnya kecil, tapi halaman belakangnya luas.""Yakin kamu pingin rumah kecil?" ledek Diana.Aku tertawa tapi tidak berani keras, bisa diomeli Mas Irfan. Hubunganku dengan Diana masih kurahasiakan, takutnya nanti dituduh macam-macam tentang Andre.Hampir tengah malam aku ngobrol kesana kemari, tentu saja tidak hanya membahas rumah yang akan kubeli, tapi kenangan masa lalu ketika masih m
Read more

Bab 70 #Desakan Ibu Mertua

Bab 70Sebelum jam kerja usai, mobil laki-laki halalku sudah parkir di depan kantor. Aku bisa melihat karena cendela ruangan kantorku menghadap ke jalan. Aku tersenyum senang.Hm, laki-laki itu menemati janjinya. Ups! untuk apa dulu, bukankah ibunya yang akan mengajakku bicara di meja makan sepulang kerja nanti?Sehingga anak bungsunya disuruh segera menjemputku karena akan ada berita besar yang akan disampaikannya, begitu 'kan, Bu?Entahlah.Kujemput malaikat kecilku di Penitipan Bayi dan Anak, disambut salah satu suster yang menggendong Zaqi, siap diserahkan kepadaku. Tidak lupa aku mengucapkan terima kasih kepadanya."Zaqi gak rewel, kan?" sambut Mas Irfan ketika aku masuk ke dalam mobil. Tangan kirinya mengelus pipi gembul."Alhamdulillah, enggak." jawabku singkat."Mau mampir kemana, nih?" tanyanya lagi."Tidak usah, Mas. Terima kasih." Mas Irfan memutar mobil ke arah utara, menuju pulang kerumah karena aku tidak ingin kemana-mana."Tidak sekalian jemput Mbak Nung?" Aku sengaja
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status