Home / Pernikahan / Mendadak Punya Cucu / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Mendadak Punya Cucu: Chapter 31 - Chapter 40

44 Chapters

Bab Tiga Puluh Satu

"Kamu gila, ya? Kamu pikir masalah akan selesai kalau kamu bunuh diri?!" Om Ilham berteriak lantang setelah berhasil membawaku keluar dari kamar.Mataku berkedip cepat. Masih bingung dengan ucapannya. Memang siapa yang mau bunuh diri? Aku? Perasaan aku tidak melakukan hal seperti yang ia tuduhkan. Kenapa dia bicara begitu?"Om ... Om ngomong apa, sih?" tanyaku, bingung."Masih tanya? Kamu pasti mau bunuh diri, kan? Kamu mau gores tangan kamu pakai beling, kan? Iya, kamu pasti mau lakuin itu." Lelaki itu mengguncang bahuku penuh emosi.Aku menggeleng. "Om, Lila cuma mau ngambil ini." Kutunjukkan bingkai foto yang ada di tanganku. "Gelasnya jatuh gak sengaja," imbuhku, sambil mendongak menatapnya.Tak ada sahutan darinya. Ia membatu dengan tatapan lurus menembus ke dalam irisku. Detik berikutnya ia menarikku ke dalam pelukannya. Kemudian terdengarlah isak lirihnya."Maafkan aku. Aku panik," ucapnya, sambil menangis."Kenapa minta maaf? Om gak salah. Lila yang salah. Maafin Lila, ya, Om?
Read more

Bab Tiga Puluh Dua

Author Pov**********"Ya Allah, Astaghfirullah, Neng Lila!" Pekikan Mbak Susi membuat Ina terlonjak kaget. Mata Ina terbelalak seketika. Detik berikutnya, pandangannya tertuju pada kepala keponakannya yang mengucurkan cairan merah berbau amis. Kemudian beralih menatap nanar tangannya yang gemetar. Tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk melukai putri dari kakaknya tersebut."Neng, Ya Allah, Neng." Mbak Susi merengkuh tubuh Kalila, sambil menangis histeris."Sakit, Mbak." Kalila berucap lirih, membuat Mbak Susi semakin khawatir."Iya, Neng. Kita ke rumah sakit aja. Ayo, Mbak bantu." Wanita paruh baya yang sudah lama membantu keluarga itu pun berusaha memapah Kalila.Dengan menahan sakit, Kalila susah payah untuk berdiri. Sementara itu, Ina masih mematung, mencerna apa yang sudah ia lakukan pada keponakannya tersebut.Rasa panik menjadikan Mba
Read more

Bab Tiga Puluh Tiga

"Mau kemana kamu? Kamu hutang penjelasan padaku." Ilham meruncingkan tatapan, hingga terasa menusuk ke dalam kornea mata sang adik.Ina berusaha menghindari tatapan sang kakak. Ia mengalihkan pandangan ke sembarang arah."Penjelasan apa? Aku gak lakuin apa-apa sama dia. Kami memang bertengkar, tapi dia jatuh sendiri. Mas Ilham tanya aja sama dia." Wanita itu berkelit, lalu melirik pada Mbak Susi. "Mbak, emang Mbak lihat aku nyelakain Kalila?" Yang ditanya menggeleng."Aku gak percaya," tegas Ilham, yakin pasti adiknya itu berbohong."Ya, Mas Ilham, kan, bisa tanya langsung ke Kalila." Iris Ina berpindah pada perempuan yang tengah digendong kakaknya. "Kalila, kasih tahu sama Mas Ilham, kalau kamu jatuh sendiri. Jangan ngomong yang enggak-enggak. Kecuali, kamu emang mau keluarga kita terpecah belah." Ina bicara seolah dirinya tak bersalah sama sekali."Om, Lila pusing. Lila mau istirahat aja
Read more

Bab Tiga Puluh Empat

Ilham berbalik hendak meninggalkan Kalila agar bisa segera istirahat. Namun, mendadak kakinya serasa digelayuti sebongkah batu besar. Langkahnya teramat berat manakala irisnya menangkap orang tua Kalila tengah berdiri mengamati dirinya dari ambang pintu."Jadi Ina yang bikin Kalila celaka?" Tatapan Ridwan begitu mengintimidasi.Mendengar suara tegas sang ayah, Kalila pun urung memejamkan mata. Ia merasa takut dan khawatir jika ayahnya akan mendesaknya untuk mengatakan yang sebenarnya. Sedangkan dirinya tak ingin menambah keruh suasana dengan kenyataan yang kelak dapat menciptakan permasalahan baru."Enggak, Yah. Lila jatuh sendiri, kok," bantah Kalila.Sang ayah maju lebih dulu. Sementara Ira mengekor di belakangnya."Kalau benar Ina yang melakukannya, kamu jujur aja. Gak usah takut. Biar Ayah kasih dia pelajaran." Ayah Kalila berkata dengan berapi-api."Enggak, Yah. Ben
Read more

Bab Tiga Puluh Lima

"Ina, kamu gak seharusnya melakukan itu. Kita gak perlu jadi orang jahat, Sayang. Jangan kotori tangan kamu sendiri." Dia adalah Ima, wanita yang berhasil kabur dari rumah sakit jiwa itu memanfaatkan rasa simpati adiknya dengan terus menjadikan dirinya sebagai sosok yang memiliki sabar luar biasa. Sehingga tak ingin menyakiti siapapun."Mbak gak pernah minta kamu berbuat seperti itu. Biar aja Tuhan yang membalasnya. Kita cukup lihatin aja, kapan waktunya dia menerima karmanya." Wanita itu memainkan perannya dengan maksimal. Ia memasang wajah prihatin, agar sang adik terenyuh. Perkiraannya tidak meleset. Pemikiran yang sungguh tepat. Ia berhasil mengambil kembali simpati Ina dengan sangat mudah.Terbukti dengan tindakan sang adik yang serta merta menghambur memeluknya. Seraya mengucapkan serangkaian kalimat yang memuji kebaikan dirinya."Mbak, terbuat dari apa, sih, hati kamu? Kenapa bisa
Read more

Bab Tiga Pulih Enam

"Mbak, Arla jangan dibawa, dong. Mbak, kan, bisa bikin anak lagi. Arla sama aku aja."Sudah sejak pagi-pagi sekali Kirana terus merengek. Pasalnya, hari ini Kalila tengah bersiap untuk tinggal di rumah sang Kakek bersama suaminya. Tentunya, wanita itu turut membawa serta putri kecilnya. Ia tak mungkin meninggalkan gadis kecil yang tiga tahun lalu ia lahirkan ke dunia."Kiran, kamu ini apa-apaan, sih. Gak usah drama, deh. Kalau kamu kangen sama Arla, ya, tinggal ke rumah Kakek aja, apa susahnya. Cuma sepuluh menit." Kalila menunjukkan seluruh jari tangannya ke depan muka sang adik.Sementara itu, Ilham dan kedua orang tua Kalila justru terkekeh dengan tingkah putri bungsunya yang tak henti-hentinya mengikuti langkah kakaknya yang berjalan keluar masuk rumah memindahkan barang-barang miliknya ke mobil suaminya."Kiran, udah! Kamu gak capek apa dari tadi bolak-balik ngikutin Mbakmu terus?" Sang ayah menegurnya
Read more

Bab Tiga Puluh Tujuh

"Ma, Ayah cama Papa bedanya apa? Tenapa Ala punya dua? Temen Ala cuma punya catu. Kalau gak Ayah, ya Papa.""Sayang, nanti kalau Arla dewasa, Arla pasti ngerti. Yang jelas, kalau sekarang Arla punya Ayah sama Papa, itu karena Arla istimewa. Itu artinya, banyak yang sayang sama Arla. Sekarang Arla duduknya yang bener, bentar lagi Ayah mau belokin mobilnya, ya." Kalila terus menatap ekspresi wajah Ilham ketika mencoba memberi pengertian pada anak sambungnya. Ia merasa lega karena, suaminya itu cukup bijak dalam menyikapi setiap rasa keingintahuan putri kecilnya."Iya, Ayah," sahut Arla patuh. Anak perempuan itu lekas memundurkan tubuh. Kembali bersandar dan meraih bonekanya untuk dimainkan.Mobil berbelok memasuki pelataran rumah Kakek Kalila. Rumah yang kini akan menjadi tempat tinggal dirinya bersama keluarga yang tengah ia bangun bersama sang suami tercinta.Di teras, ada Kakek dan Mbak
Read more

Bab Tiga Puluh Delapan

Langkah Kalila terseret-seret saat Ilham menariknya keluar dari resto. Wanita itu tak sekalipun melawan, meski sesekali kakinya tersandung.Sementara itu, Mahen sendiri tak berniat menghalangi tindakan suami wanita itu. Walaupun hatinya merasa tak tega menyaksikannya, tetapi ia cukup sadar batasan dirinya. Sebelumnya, pemuda itu memang tak mengetahui jika perempuan yang belum ia ketahui namanya tersebut, ternyata telah bersuami."Kamu suka dengan perempuan itu?" Ima mendekati Mahen yang sejak tadi menatap bayangan Kalila yang kian menjauh darinya.Lelaki itu berbalik melihat kehadiran Ima dan Ina. Ia memicingkan mata, menatap penuh rasa curiga terhadap dua wanita yang sama sekali tidak pernah ia kenali. Namun, salah satu di antaranya ada yang memiliki kemiripan dengan Kalila. Sekilas pandang, garis wajah Ina serupa dengan perempuan yang baru saja dibawa pergi oleh suaminya tadi."Bukan urusan kalian!" M
Read more

Bab Tiga Puluh Sembilan

"Ada apa sebenarnya dengan Tante Ima? Kenapa semua orang bungkam di depanku? Kenapa aku tidak boleh tahu tentang keberadaannya? Kenapa?" Tatapan Ibu dari satu anak itu nyalang."Sayang, kamu tenang dulu. Kita omongin ini baik-baik, ya." Ilham memegang pundak Kalila, mencoba menenangkannya. Sayangnya, Kalila malah menepisnya."Kalian tahu sesuatu tentang wanita itu. Dan kalian merahasiakannya dariku. Aku tahu apa alasannya. Karena, selama ini kalian masih tetap tidak percaya sama aku, kan?" Tawa hambar mengiringi tiap kata yang meluncur dari bibirnya."Sayang, dengar dulu. Kami lakuin ini juga demi menjaga perasaan kamu—""Enggak, Om Ilham pasti bohong. Om juga bohong kalau selama ini percaya sama aku. Om gak pernah mempercayai aku. Gak ada yang percaya aku, semua orang selalu bilang aku pembohong. Aku penggoda, aku murahan, aku hina, aku ...." Runtuh sudah pertahanannya kala itu. But
Read more

Bab Empat Puluh

Tanpa menunggu jawaban istrinya, Ilham gegas mengambil langkah lebar meninggalkan ruangan tempat Kalila dirawat. Beberapa langkah di depannya, orang tua Kalila rupanya sudah tiba untuk melihat kondisi putri sulung mereka."Keadaan Lila gimana, Ham?" tanya Ira, gurat kecemasan begitu kentara memenuhi wajahnya."Masuk aja, Mbak," sahut Ilham, menunjuk ruang rawat istrinya dengan ekor matanya.Wanita lembut itu segera memasuki ruangan yang telah ditunjukkan menantunya.Sementara suaminya tengah memandang Ilham dengan tatapan yang aneh. "Kamu mau kemana?" tanyanya, kemudian."Aku ada urusan sebentar, Mas." Jawaban yang tak memuaskan menurut Ridwan. "Urusan? Urusan apa malam-malam begini?" Pria baya itu memicingkan mata, curiga."Mas, aku mohon jangan curigai aku seperti itu. Aku buru-buru, nanti kalian semua juga tahu." Lelaki ber
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status