All Chapters of Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat: Chapter 31 - Chapter 40

124 Chapters

Kesialan Bu Presdir

Aries sadar betul bahwa dirinya telah memantik amarah Laila. Dia juga dapat memperkirakan seperti apa kelanjutan nasibnya. Namun, pria berkulit sawo matang tersebut sedikit heran, karena Laila tak juga merespon apa yang dirinya ucapkan tadi. Hal itu membuat Aries bersikap waspada. Putra sulung pasangan Suratman dan Kartika tersebut yakin, bahwa Laila pasti sedang merencanakan sesuatu. Kecurigaan Aries semakin diperkuat, dengan adanya senyum tipis di bibir Laila. Lengkungan samar yang menyiratkan banyak hal. Entah apa yang ada dalam pikiran wanita itu. Tiba-tiba, Aries teringat akan keberadaan sang ibu di kediaman Keluarga Hadyan. Seketika, Aries membeku. Dia telah bertindak bodoh, karena melakukan kekonyolan seperti tadi. Aries berpikir bahwa Laila akan membalasnya dengan satu tamparan disertai caci-maki. Namun, ternyata sikap Laila jauh lebih elega
Read more

Blazer

“Nona Laila?” Elang memberanikan diri menyapa. Mendengar suara yang tak asing tadi, Laila langsung menoleh dan terkesiap. “Pak Elang … sudah datang?” tanyanya salah tingkah. “Bukankah kita sudah janji untuk bertemu sekarang?” Elang tersenyum kecut. Sesekali, ekor matanya melirik Pramoedya yang juga tengah memandang ke arahnya. “Maaf, saya … saya ….” Laila terbata. Dia lalu menunduk dan memperhatikan celananya yang basah. Laila merasa sangat tidak nyaman atas kondisi itu. Terlebih, bagian bawah tubuhnya mulai menimbulkan bau yang tidak sedap. “Apa kita masih lama di sini? Tanganku sudah pegal menutupi pinggulmu,” celetuk Pramoedya enteng, tapi langsung memecah fokus Elang. Penasihat kepercayaan Widura itu menatap tajam Pramoedya. Namun hal itu tak berlangsung lama. Dia kembali mengarahkan pandangannya pada Laila yang bersemu merah karena malu. “Apa ada sesuatu yang terjadi sebelum saya datang?” tanya Elang pelan dan hati-hati. “Ah, iya … ini …. Celana saya basah terkena air waktu
Read more

Jawaban Tak Terduga

“Aku akan menyuruh sopir mengantarkannya ke rumahmu. Aku sibuk,” jawab Laila ketus. “Bukan seperti itu caranya. Tidak sopan sekali,” sahut Pramoedya enteng. “Lalu?”  “Sudah kukatakan tadi. Kamu yang harus mengantarkannya sendiri. Kutunggu sekarang juga,” tegas Pramoedya, seakan tak ingin menerima penolakan. “Apa? Tidak bisa!” Laila tetap menolak tegas. “Apa perlu kuceritakan pada Pak Adnan dan Pak Widura, tentang pertemuan pertama kita?” Pramoedya mulai melancarkan ancamannya. “Astaga.” Laila menggeleng tak percaya. Dia mulai putus asa menghadapi sikap Pramoedya yang teramat menyebalkan. “Dengar ya, Pak Pramoedya Ekawira van Holst! Kalau kamu
Read more

Penolakan Tegas

Laila membelalakan mata, mendengar jawaban tak terduga dari Pramoedya. Dia sama sekali tak pernah mengira, bahwa Pramoedya akan berpikir ke arah sana. Terlebih, pria itu mengambil keputusan tanpa mengatakan apa pun terlebih dulu padanya. “Apa? Melamar?” Pertanyaan bernada protes, Laila layangkan terhadap pria tampan dengan T-Shirt hitam lengan panjang di hadapannya. “Apa maksudnya dengan melamar?” Pramoedya tidak segera menjawab. Pria itu hanya menaikkan sebelah alisnya, seakan meremehkan tanda protes Laila. Pramoedya bahkan tersenyum kalem. dan tak terpengaruh oleh sikap tak bersahabat yang Laila tunjukkan. “Memangnya kenapa?” Bukannya memberi jawaban, dia justru balik bertanya. “Dasar gila!” maki Laila jengkel. Wanita cantik dengan maxi dress beludru warna biru tersebut membalikkan badan, hendak berlalu dari hadapan Pramoedya. Namun, tentu saja Pramoedya tak akan membiarkan hal itu. Dia langsung mencegah. Pramoedya meraih pinggang Laila, kemudian menariknya ke dalam dekapan.
Read more

Adu Argumen

Pramoedya berdiri sejenak, sambil memperhatikan Laila yang berlalu dari hadapannya. Sesaat kemudian, pria itu tersadar. Dia bergegas mengikuti langkah angun Laila, yang sudah menuruni undakan anak tangga. “Setidaknya, kamu pamitan dulu pada mamaku,” ujar Pramoedya, tanpa mengalihkan pandangan dari Laila yang berjalan terburu-buru. Dia tak memperhatikan langkahnya sama sekali. Pria itu seakan tak takut tersandung, atau bahkan jatuh tersungkur ke lantai bawah. “Laila!” panggil Pramoedya tidak terlalu nyaring, meski wanita cantik yang memakai maxi dress biru beludru tadi telah cukup jauh jaraknya. “Laila! Tunggu!” Pramoedya mempercepat langkah, agar dapat menyusul putri Reswara Hadyan tersebut. Namun, Laila tak menggubris panggilan dari Pramoedya. Wanita cantik bert
Read more

Kenyataan Sebenarnya

“Aku memang licik dan brengsek, tapi bukan seorang pembohong! Bukan begitu, Marinka?” Pramoedya tersenyum kalem. “Aku bahkan tidak pernah menyembunyikan, tentang kebiasaan yang suka menyewa banyak wanita. Kamu sendiri yang bersedia menerima segala keburukanku. Entah apa alasanmu di balik semua itu,” lanjut Pramoedya. Paras tampannya kembali terlihat serius. Kalimat sang mantan kekasih itu tak pelak membuat wajah cantik Marinka merah padam. Cemburu, marah, dan kesal. Semua bercampur menjadi satu, tapi tak dapat dia luapkan. Alhasil, Marinka harus berusaha keras menahan gemuruh dalam dada. Terlebih, apa yang Pramoedya katakan memang benar adanya. Dia sudah mengetahui kebiasaan buruk pria itu.Marinka terdiam sejenak, seperti tengah memperhitungkan setiap kata yang akan dilontarkan untuk membalas ucapan Pramoedya. Dia tak boleh gegabah, apalagi sampai terpancing. Marinka cukup mengenal tabiat licik yang mantan kekasihnya miliki. “Kamu dengar sendiri kan, Laila?” desis Marinka, seraya m
Read more

Pria Pengganggu

Laila yang awalnya hendak ke ruang kerja, mengubah tujuan. Dia berjalan hati-hati ke dekat ruangan yang tadi dimasuki oleh Mayang dan Marinka. Laia berdiri di depan pintu. Rasa hati ingin menguping seluruh pembicaraan mereka. Namun, dia tak terbiasa melakukan hal seperti itu. Sesaat kemudian, Laila berjalan sedikit menjauh. Dia mengeluarkan ponsel, lalu mengirim pesan kepada Dara. [Suruh Kartika ke dekat ruang baca]Tak sampai sepuluh menit, mantan ibu mertua Laila itu sudah berada di sana.“Aku punya tugas penting untuk Ibu,” ucap Laila, yang selalu menunjukkan sikap angkuh di depan Kartika. “Tugas apa?” tanya Kartika malas. Laila t
Read more

Diculik Pria Tampan

Laila berdiri terpaku, dengan tatapan lekat tertuju langsung ke mata hazel Pramoedya. Wanita cantik itu seakan tengah mencari pembenaran, dalam ucapan putra sulung Naheswari tersebut. Laila berusaha keras menemukan setitik kepercayaan pada diri pria tampan tadi. Namun, terasa begitu sulit baginya. Hanya keraguan lah yang justru datang menutupi mata hati Laila. “Apa maksudmu?” tanya wanita cantik berambut panjang itu. Pramoedya berjalan semakin mendekat ke hadapan Laila. Sehingga aroma parfume yang dipakainya, semakin jelas menguar dan menusuk langsung ke indera penciuman putri mendiang Reswara Hadyan tadi. “Sekali saja, lihat aku dari sisi berbeda,” ucap Pramoedya pelan dan dalam. “Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku? Bukankah kebersamaanmu dengan seorang wanita, akan berakhir setelah transaksi selesai?” Laila belum mengalihkan perhatiannya, dari sosok tampan berpostur tegap tadi. “Kamu bahkan menolakku.” Dia masih belum bisa melupakan apa yang Pramoedya lakukan, di akhir pertemuan
Read more

Calon menantu

Pramoedya menghentikan laju mobil, di halaman luas kediaman mewahnya. Dia tak langsung turun, atau sekadar melepas sabuk pengaman yang melintang di dada. Pria tampan bermata hazel tadi terdiam beberapa saat, dengan tatapan tertuju lurus ke depan. Sementara, kedua tangan berada di atas kemudi. Begitu juga dengan Laila. Wanita cantik tersebut ikut diam, terlarut dalam pikiran yang terasa menarik serta menenggelamkannya begitu dalam. “Bagaimana?” tanya Pramoedya. Ternyata, pria itu menunggu jawaban dari Laila. “Apanya?” Laila balik bertanya. “Itu, yang tadi kukatakan,” sahut Pramoedya. Kali ini, dia melepas sabuk pengaman, kemudian setengah menghadap kepada Laila. “Aku bisa membantumu menghadapi Adnan dan istrinya. Seperti yang kamu ketahui, mereka merencanakan sesuatu yang jahat. Padahal, Adnan adalah adik kandung Pak Reswara. Menurutku, itu sangat keterlaluan.” “Kalian semua keterlaluan,” balas Laila tanpa menoleh kepada pria tampan, yang terus melayangkan tatapan penuh cinta terh
Read more

Satin Scarf

Pramoedya tersenyum puas, mendengar ucapan Naheswari. Pria tampan itu menjadi semakin percaya diri, karena mendapat dukungan penuh dari kedua orang tuanya. Pengusaha muda berdarah Belanda tersebut tak peduli, meskipun Laila mendelik tajam sambil menginjak kakinya. Alhasil, sneakers putih yang Pramoedya kenakan terlihat sedikit kotor. “Baiklah. Kita harus segera berangkat ke bandara. Mama tidak mau jika sampai ketinggalan pesawat,” ucap Naheswari lagi seraya beranjak dari duduknya. “Mama akan menyuruh sopir untuk membawakan koper. Kamu juga ikut mengantar ke bandara, kan?” Ibunda Pramoedya tersebut mengarahkan perhatian kepada Laila. “Tentu, Ma,” sahut Pramoedya. “Laila akan ikut mengantar Mama.”“Ah, syukurlah.” Naheswari tersenyum lembut, kemud
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status