“Obat?” ulang Pramoedya, tanpa mengubah posisi berdiri, yang sejak tadi menghadap langsung pada wanita dalam keremangan tadi. “Iya. Aku rasa, yang dimaksud pasti bukan obat biasa. Itulah mengapa Marinka sangat khawatir karenanya. Terlebih, dia yang biasa menebus resep dari Dokter Hasan. Kalau begitu, artinya Marinka tidak benar-benar bersih, Mas.”“Ya, kamu benar.” Pramoedya menggumam pelan. “Rasanya pasti menyenangkan, jika bisa menyeret wanita itu ke penjara,” ujar pria tampan dengan T-Shirt biru navy tersebut, sambil memasukkan satu tangan ke saku celana tidur. “Apa sebaiknya kutanyakan langsung kepada Pak Widura saja, ya?” pikirnya, beberapa saat kemudian.“Itu akan jauh lebih baik. Siapa tahu, Pak Widura mengetahui obat-obatan tersebut atau bahkan menyimpannya. Jika masih ada, Bu Laila bisa menjadikan itu sebagai barang bukti baru untuk menjerat Marinka. Harus kuakui, dia sangat menyeba
Read more