All Chapters of Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat: Chapter 101 - Chapter 110

124 Chapters

Mencari Ketenangan

“Obat?” ulang Pramoedya, tanpa mengubah posisi berdiri, yang sejak tadi menghadap langsung pada wanita dalam keremangan tadi. “Iya. Aku rasa, yang dimaksud pasti bukan obat biasa. Itulah mengapa Marinka sangat khawatir karenanya. Terlebih, dia yang biasa menebus resep dari Dokter Hasan. Kalau begitu, artinya Marinka tidak benar-benar bersih, Mas.”“Ya, kamu benar.” Pramoedya menggumam pelan. “Rasanya pasti menyenangkan, jika bisa menyeret wanita itu ke penjara,” ujar pria tampan dengan T-Shirt biru navy tersebut, sambil memasukkan satu tangan ke saku celana tidur. “Apa sebaiknya kutanyakan langsung kepada Pak Widura saja, ya?” pikirnya, beberapa saat kemudian.“Itu akan jauh lebih baik. Siapa tahu, Pak Widura mengetahui obat-obatan tersebut atau bahkan menyimpannya. Jika masih ada, Bu Laila bisa menjadikan itu sebagai barang bukti baru untuk menjerat Marinka. Harus kuakui, dia sangat menyeba
Read more

Di Ujung Tanduk

Malam yang menyebalkan telah berlalu tanpa terasa. Laila yang seharusnya melanjutkan tidur, tak dapat memejamkan mata barang sedetik pun. Terlebih, karena dia tak tahu Pramoedya berada di mana tadi malam. Alarm berbunyi nyaring. Namun, hari ini Laila tak merasa terbantu oleh suara yang selalu membangunkannya setiap pagi itu. Kali ini, alarm tersebut ‘bangun’ lebih terlambat dari dirinya. Laila juga tak memedulikan bunyi yang cukup memusingkan tadi. Dia hanya duduk termenung, sambil bersandar pada kepala tempat tidur. Akan tetapi, lama-kelamaan Laila merasa terganggu. Kesal, wanita itu meraih jam digital dari meja tempat lampu duduk berada. Dilemparkannya benda berisik tersebut ke dekat pintu kamar. Bersamaan dengan itu, Dara masuk. Jam digital tadi jatuh tepat di dekat kaki gadis manis
Read more

Kerasnya Hati Laila

Pramoedya dan Widura sama-sama tercengang, atas ucapan Laila yang seakan tanpa dipikir terlebih dulu. Kedua pria itu saling pandang hingga beberapa saat, sebelum kembali mengarahkan perhatian kepada wanita yang tengah diliputi amarah. “Jangan bicara sembarangan, Sayang,” tegur Pramoedya pelan, tapi penuh penekanan. “Maaf bila dianggap ikut campur. Saya tidak tahu ada masalah apa antara Anda dengan Pak Pram. Akan tetapi, sebaiknya jangan mengambil keputusan dalam keadaan marah. Bukan tidak mungkin, itu akan menjadi hal yang paling Anda sesali di kemudian hari.” Widura mencoba mengingatkan Laila, agar tidak gegabah. “Saya sudah memikirkannya semalaman. Menurut saya, ini adalah keputusan yang paling tepat,” ujar Laila tetap pada pendiriannya. “Tepat menurutmu, belum tentu tepat bagi pasanganmu!” sergah Pramoedya. Dalam hati, dia sudah tak tahan ingin bertindak lebih tegas kepada Laila. Akan tetapi, Pramoedya berusaha tetap menahan diri.
Read more

Diiringi Tetesan Air Mata

“Kenapa kamu sangat berlebihan seperti ini?” Pramoedya mulai hilang kesabaran, dalam menghadapi sikap keras Laila.“Tidak ada yang berlebihan, Mas,” sanggah Laila. “Aku berhak mempertahankan keputusanku, karena kamu sendiri memilih untuk bersikap seperti itu. Mas lebih suka melindungi wanita itu, dibanding bersikap jujur padaku.” Laila menatap tajam pria tampan di hadapannya. “Apakah wanita yang bersamamu semalam adalah Rastanty?” Pramoedya tidak menjawab. Situasi seperti ini, membuat pria tiga puluh empat tahun tersebut menjadi benar-benar tak nyaman. Namun, entah mengapa Pramoedya merasa begitu berat untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Haruskah dia mengorbankan ikatan dengan Laila, demi tujuan yang sejak awal sudah direncanakan secara matang?“Ya, sudah. Semua sangat jelas untukku, Mas.” Laila menatap kecewa, sebelum akhirnya memalingkan muka. Dia berlalu dari hadapan Pramoedya, yang berdiri te
Read more

Gelisah, Galau, Merana

 Setelah berbicara dengan Rastanty, Pramoedya kembali mengarahkan perhatian ke luar jendela. Pikiran pria tiga puluh empat tahun tersebut melayang jauh, pada sepenggal kenangannya bersama Laila. Kebersamaan mereka memang baru seumur jagung. Pantaslah jika belum adanya kepercayaan serta pondasi kuat, yang bisa menjadi alasan untuk mempertahankan ikatan. Pramoedya tak menyalahkan Laila yang terlalu cemburu padanya. Pria itu menyadari seperti apa kehidupan dia di masa lalu. Pertemuannya dengan Laila, bahkan bermula dari suatu kebiasan nakal yang tidak terpuji. Namun, Pramoedya belum bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya untuk saat ini. Awalnya, dia menutupi segala rencana yang telah disusun, demi menjaga kelangsungan hubungan dengan Laila. Namun, siapa sangka bahwa sang istri justru memergokinya bersama Rastanty. 
Read more

Kunjungan Mertua

“Mama.” Laila mendekat kepada Naheswari, lalu memeluk wanita itu beberapa saat. Setelah itu, dia beralih kepada Wilhelm. “Kapan datang?” tanya istri Pramoedya tersebut. “Kami baru tiba kemarin,” jawab Naheswari seraya duduk kembali. “Maaf, karena Mama dan papa baru bisa menjengukmu sekarang.” Laila tersenyum lembut. “Terima kasih. Aku sangat terkesan, karena Mama dan papa mau datang jauh-jauh kemari.” Laila menggenggam erat tangan ibu mertuanya. Dia tak merasa canggung lagi. Bagi Laila, Naheswari sudah seperti ibu kandung yang tak dia rasakan kasih sayangnya, akibat perpisahan bertahun-tahun. “Mana mungkin kami tak bisa meluangkan waktu untukmu, Laila,” ucap Wilhelm penuh wibawa. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” tany
Read more

Melonggarkan Dasi

Laila terus berbincang dengan Naheswari. Mereka membicarakan banyak hal. Tak hanya tentang Pramoedya, tapi juga mengenai sesuatu yang dirasa menarik untuk dibahas antar sesama wanita. Tanpa terasa, senja menjelang. Naheswari dan Wilhelm berpamitan dari sana, dengan diantar oleh Laila dan Widura. Sepeninggal ayah dan ibu mertuanya, Laila langsung masuk kamar. Dia begitu lelah dan ingin segera beristirahat. Namun, kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Laila justru termenung, sambil menatap langit-langit kamar. Sunyi. Laila merasakan kesendirian yang memuakan. Sebenarnya, dia tidak menyukai situasi seperti saat ini. Entah mengapa, kisah hidup justru kembali membawa cerita tak menyenangkan untuknya. Tanpa terasa, kantuk datang menyergap. Laila mulai mem
Read more

Pencuri yang Menyedihkan

Pramoedya membalikkan badan. Dia bermaksud menuju mobilnya. Namun, baru dua langkah, pria tampan itu langsung tertegun. Pramoedya segera menoleh, saat mendengar seseorang memanggilnya. Antara bahagia dan terkejut bercampur menjadi satu. Raut wajah Pramoedya menyiratkan perasaan serba salah. Pria tampan itu jadi terlihat kikuk, saat orang yang memanggilnya berjalan menghampiri. “Sayang?” Panggilan yang dalam beberapa waktu terakhir dia berikan kepada Laila, sang istri tercinta. “Kenapa tidak bilang dulu kalau kamu mau kemari?” tanya Pramoedya. Sesuatu yang dia sesali dan ingin diralat olehnya. Ya. Pertanyaan tadi, hanya akan membuat citra Pramoedya makin buruk di mata Laila. “Memangnya kenapa? Jika Mas merasa terganggu, aku bisa langsung pulang. Lagi pula, aku hanya kebetulan lewat dan tidak sengaja melihatmu tadi.” Nada bicara serta sorot mata Laila benar-benar tidak bersahabat. Itu menandakan, bahwa wanita cantik tersebut tidak berniat melakukan perdamaian dengan sang suami. “Apa
Read more

Ciuman Paksa

“Apa maksudmu, Mas!” sentak Laila. Hatinya semakin panas, ketika Pramoedya melontarkan kata-kata yang sangat melukai harga diri. Itu merupakan penghinaan besar baginya dan mendiang sang ayah. “Teganya kamu menuduh ayahku sebagai penipu!” sentak Laila lagi. Terlebh, Pramoedya tak menanggapi bantahannya. Pria rupawan itu hanya menatap tajam, dengan wajah memerah menahan amarah yang teramat besar. “Apa salahku?” Nada bicara Laila makin meninggi. Wanita itu tak kuasa mengendalikan diri. Dia seakan tak peduli, bahwa di sana ada beberapa petugas WO yang tengah menyelesaikan menghias tempat itu dengan bunga. Mereka sempat menoleh kepada Laila dan Pramoedya, meski akhirnya meneruskan pekerjaan masing-masing. Sadar bahwa pertengkaranya dengan Laila menjadi pusat perhatian, Pramoedya segera mendekat. “Itu kenyataannya. Kakekku salah dalam memberikan kepercayaan pada ayahmu! Beliau mengajari Pak Reswara berbisnis mulai dari nol. Namun, sayangnya ayahmu justru mengkhianati kakekku!” balas Pramoe
Read more

Antara Cinta dan Benci

Dara mengeluarkan isi dalam laci tadi, yang berupa obat-obatan. Sebagian ada yang sudah terpakai. Namun, ada pula yang masih utuh. “Obat apa itu?” tanya Laila, yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Dara. “Entahlah, Bu. Mungkin, ini obat-obatan bekas Pak Reswara,” pikir Dara. Pendapat yang masuk akal, berhubung obat-obatan tadi didapat di kamar sang pemilik bangunan megah yang kini telah tiada. “Coba kulihat.” Laila ikut menurunkan tubuh, kemudian mengambil obat-obatan tersebut. Dia mengamati nama yang tertera pada bungkusnya. “Obat apa ini?” tanyanya, seperti pada diri sendiri. “Saya juga tidak tahu, tapi ….” Dara teringat akan sesuatu. “Ya, Tuhan. Apakah ini yang Non Marinka maksud?” pikirnya. Laila menoleh. Dia menatap heran bercampur penasaran pada sang asisten. “Maksudmu?” “Um … Anda masih ingat dengan kejadian waktu ….” Dara menceritakan apa yang dia dengar, antara Marinka dengan Lena secara detail. “Saya lupa membe
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status