Home / CEO / Pemuas Hasrat Tuan Majikan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Pemuas Hasrat Tuan Majikan: Chapter 41 - Chapter 50

79 Chapters

41. Siapa dia?

"Kalian butuh uang? Kerja!""Sialan! Bacot dia Bang!"Darma melangkah mundur dengan tangan menangkis tendangan yang mengarah perutnya. Dua preman berbadan besar itu menyerang Darma secara bergantian. Meski tidak sempat melawan, setidaknya Darma bisa menangkis setiap serangan."Brengsek! Kuat juga dia."Pria itu hanya tidak tahu jika Darma sedang mengatur nafas yang nyaris terhenti di kerongkongan. Bisa menangkis serangan bertubi-tubi selama sekian menit, tanpa terluka merupakan keberuntungan yang patut disyukuri.Darma hanya asal bisa melindungi diri. Ia sama sekali tidak memiliki skil beladiri. Hanya saja, ia benci dengan manusia yang diberi tubuh sehat dan gagah, tetapi dipergunakan untuk menindas orang lain. Parahnya lagi menginginkan uang tapi malas bekerja. Mengandalkan tubuh besar serta wajah sangar untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Definisi miskin yang sebenarnya.Kondisi jalan yang sepi, dan minimnya penerangan memang dijadikan peluang dua pria itu melancarkan aksinya. Bi
Read more

42. Rahasia Luna

"Pastikan, obat apa ini?"Gerry mengerutkan alis, mengetahui Leon membanting kaplet obat yang menyisakan beberapa butir lagi, di atas meja kerjanya. Melihat kaplet obat yang belum diketahui apa namanya itu sudah banyak yang kosong, Gerry yakin obat tersebut telah dikonsumsi sejak lama oleh nyonya mudanya."Aku tidak peduli dokter spesialis mana yang kau tunjuk, aku hanya butuh informasinya siang ini juga." Leon semakin mempertegas perintahnya."Saya akan mencari tahu sekarang, Tuan."Selain tidak ingin membuat sang tuan semakin marah, Gerry juga merasa penasaran obat apa yang ada di tangannya itu. ********"Brengsek! Jadi karena ini dia yakin tidak bisa hamil!""Obat ini cukup efektif mencegah kehamilan jika dikonsumsi dengan benar, Tuan. Tapi dilihat yang tersisa tinggal warna kuning, saya ragu Nyonya Luna tidak benar-benar mengetahui bagaimana urutan minumnya.""Apa maksudmu! Jangan bertele-tele! Bicara yang benar."Kendati dunia medis bukan bidangnya, tetapi untuk mencari tahu kan
Read more

43. Kebodohan Luna

Leon menyeringai licik saat mengetahui Luna masuk perangkapnya. Suara dering ponselnya beberapa detik lalu, bukan karena ada panggilan masuk, melainkan alarm yang sengaja Leon setting di waktu yang sudah ditentukan. Dan, sesuai dugaan Luna langsung terjingkat bangun—tidak mengetahui jika Leon masih berdiri di dekat pintu.Seharusnya Luna peka dengan Leon yang memilih tetap di dalam kamar, daripada menyibukan diri di ruang kerja seperti yang selalu Leon lakukan. Selain ingin melihat sejauh mana Luna akan tetap menyimpan rahasianya, Leon juga tidak keberatan jika malam itu harus menemani sang istri terjaga sepanjang malam. "Kau mencari ini?"Luna tertegun begitu tahu apa yang Leon letakkan di atas nakas, pil kontrasepsi yang sejak tadi ia cari."Sejak kapan kau mengkonsumsinya?"Luna mendorong laci di depannya, lantas bangkit. Menatap berani Leon yang berdiri kaku di hadapannya."Sejak kau mengambil kesucianku."Sebenarnya hari itu, tepatnya dua hari sebelum malam mengenaskan itu terj
Read more

44. Tempat terlarang

"Ya Tuhan!"Darma bergegas berlari untuk memastikan penumpang yang ada di dalam mobil tersebut. Kondisi kaca yang gelap membuat Darma harus berjongkok bahkan sampai tertelungkup di atas aspal agar bisa mengintip kondisi di dalam. Sayangnya, hal itu juga tidak cukup membantu. Darma tetap tidak bisa melihat apapun. Aroma bahan bakar semakin menyengat, Darma berpikir keras agar bisa membuka pintu mobil yang semua pintunya terkunci. Kembali berdiri, Darma mencari-cari sesuatu yang bisa digunakan untuk mencongkel pintu di samping kemudi. Sampai akhirnya, di tengah langit malam yang masih diselimuti mendung—meski sempat hujan rintik, mata tajam Darma menemukan sebuah pipa besi panjang—sebesar lingkar lengan anak-anak, tergeletak sedikit jauh dari tempatnya berdiri.Tidak ingin membuang waktu, Darma segera berlari mendekati mobil dan memukul kaca.Darma terus berpacu dengan waktu, saat melihat tetesan bahan bakar sudah berubah genangan. Khawatir akan menimbulkan percikan api, Darma semakin k
Read more

45. Jaga dia untukku

"Le! Ingat, kita harus berunding."Luna masih saja rewel mengingatkan. Belum cukup hanya menunggu, Luna bahkan sampai mengekor di belakang Leon begitu keluar dari kamar mandi.Leon seakan kembali diingatkan jika memang sudah menikahi bocah. Meski terkadang Luna bersikap keras kepala dan suka menentang. Tak jarang gadis itu juga bersikap labil bahkan kekanak-kanakan seperti sekarang. "Apa kau tidak bisa lebih tenang menunggu? Aku harus bersiap sebelum Gerry datang.""Kau bisa melakukan itu sambil kita berbicara," keukeuh Luna masih mengekor hingga Leon berhenti di depan lemari yang tingginya melebihi tinggi Luna. "Aku tidak keberatan membantumu bersiap." Luna menawarkan diri.Setidaknya itu dilakukan agar Leon tidak lupa, dengan apa yang sudah dijanjikan padanya semalam."Kau pikir aku akan ingkar janji?Sepertinya Leon juga tidak keberatan Luna terus mengekor, dan mendesaknya. Kecemasan Luna menjadi hiburan tersendiri bagi pria yang kini hampir menyentuh angka empat puluh tahun itu.
Read more

46. Raja yang berkuasan

"Kau?""Apa aku mengganggu?""Tidak.""Boleh aku duduk?""Silahkan."Sebenarnya Emma sedikit kikuk saat beranjak duduk di seberang Darma. Mereka hanya terhalang meja kayu, dengan arah pandang yang sama, pantai. Beberapa menit berlalu, keduanya belum juga terlibat obrolan lagi.Darma terlalu tak acuh setelah hanya melirik Emma singkat, untuk kembali memperhatikan keadaan sekitar pantai. Pria itu memang sedang serius memantau titik yang dijangkaunya. "Hari ini pengujung tidak seramai biasanya," kata Emma berusaha memecah keheningan.Tapi tidak ada tanggapan, Darma seolah tidak mendengar apapun. Pandangannya masih belum teralihkan.Kendati tidak mendapat penolakan, tetapi dari sikap tak acuh Darma, Emma tahu pria itu tak peduli ada ataupun tidak dirinya. Emma memilih tidak bertanya lagi. Sebenarnya kejadian tempo hari membuat Emma
Read more

47. Berniat melatikan diri

"Kau terlihat seperti tidak baik-baik saja. Apa kau sakit?"Menerima gelas yang Sesil ulurkan, Luna tersenyum singkat, dan memperhatikan gadis itu duduk di sampingnya."Aku sering merasa sedikit pusing akhir-akhir ini," kata Luna mengeluhkan kondisi tubuhnya."Apa kau sudah memeriksakan diri? Mungkin saja kau hamil," celetuk Sesil yang dengan cepat Luna tepis. "Tidak. Itu tidak mungkin." Luna membalas ringan seraya meletakkan gelas di atas meja, setelah menenggak setengah isinya.Hamil anak Leon tidak pernah ada dalam rencana hidupnya. Keadaan akan semakin rumit jika Luna sampai mengandung benih pria itu.Tapi ternyata respon Sesil di luar dugaan. Gadis itu tampak begitu terkejut, sampai-sampai menyerongkan posisi duduknya. "Bagaimana tidak mungkin! Bukankah kau sudah menikah?" "Iya. Maksudku, Aku sengaja menundanya," ralat Luna sedikit gugup.Luna tidak tahu, jika Emma yang duduk di teras kontrakan Sesil, ikut mendengarkan, dan tidak jauh berbeda dengan Sesil, Emma pun tak kalah ter
Read more

48. Muak!

"Sepertinya saya melihat Anda menginginkan yang lain sekarang. Apakah Anda berubah pikiran, Tuan?" Gerry berani bertanya, setelah tahu sang tuan sudah selesai membubuhkan tanda tangan di berkas yang beberapa saat lalu ia sodorkan. Beralih dari berkas yang baru ditutup, Leon menegakkan punggung demi bisa menjangkau wajah Gerry yang menjulang di depannya. "Kapan mereka datang?" "Jika tidak ada kendala, kemungkinan besok malam mereka sudah tiba di tanah air, Tuan." Leon mengangguk sekali. "Mulai sekarang aku terapkan peraturan baru. Tidak ada pertemuan di malam hari." Gerry cukup terkejut mendengarnya, tapi tidak berani bertanya. Selain itu, sebagai orang yang selalu mendampingi Leon, tentunya Gerry sangat tahu apa yang bisa mempengaruhi suasana hati sang tuan. Sedangkan yang Gerry lihat sekarang, tepatnya sehariab tadi—Leon sedang berada di fase sangat baik. Leon beberapa kali terlihat melengkungkan senyum. Tidak hanya pada saat meeting dewan direksi, Leon juga bersedia
Read more

49. Pesta

Luna merasa gugup lantaran untuk pertama kali dibawa ke pesta kaum elit, terlebih dengan pakaian yang sangat membuatnya tidak nyaman. Leon benar-benar menyebalkan dengan semua keangkuhannya. Pria itu juga tak hentinya memaksakan kehendak, sampai akhirnya dengan berat hati Luna mau mengenakan gaun brokat berlapis furing dengan potongan sabrina, dan memiliki ekor sedikit lebih panjang. Luna hanya tidak menyangka, Leon sampai mendatangkan seorang MUA demi membantunya bersiap untuk menghadiri pesta. Pesta yang ternyata tamu undangannya tidak terlalu banyak seperti yang Luna pikirkan. Gaun berwarna maroon yang Luna kenakan tampak pas di tubuhnya, ditambah rambut yang digulung sedikit ke atas hingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Membuat penampilan Luna tampak menawan dan berkelas. Leon yang sebelumnya sempat kesal, dan memilih menunggu di lantai satu—dekat tangga, sampai terpana melihat Luna saat berjalan pelan menuruni anak tangga. Siapa yang percaya jika gadis itu mantan pel
Read more

50. Musuh bebuyutan

Sontak saja, Luna terperanjat ketika wajahnya disiram air beraroma khas oleh wanita yang ada di depannya. "Jika memang tidak suka lebih baik minuman itu tetap di gelasmu, dan tinggalkan saja di atas meja. Bukan malah kau buang sembarangan!" Luna masih berusaha bersabar, meski tahu wanita itu sengaja membasahi wajahnya. Tapi apa masalah wanita itu sebenarnya? Sedangkan Luna yakin, itu pertemuan pertama mereka. "Aku bahkan sangat ingin mengguyur tubuhmu! Agar kau sadar seberapa mahal barang-barang mewah yang Leon gunakan menutup tubuhmu, kau tetap saja jalang rendahan!" Tanpa mengusap wajahnya, Luna lantas berdiri menatap berani wanita itu. "Apa sebelumnya kita pernah bertemu? Tolong beritahu aku, dan itu terjadi dimana? Karena aku benar-benar sudah melupakan wajah sadismu." Tidak tahu karena cairan itu mengenai wajahnya, atau lantaran terkejut, sekarang Luna merasa
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status