All Chapters of Melahirkan Keturunan Untuk CEO: Chapter 41 - Chapter 50

220 Chapters

Bab 41. Kekhawatiran Kinara

"Kinar?!" Sebuah teriakan dari belakang sana membuat Kinara menoleh. Dia, Aavar dan Vanzo—berlari menuju Kinara. "Apa yang terjadi?" tanya Vanzo tatkala pria berumur 60 tahun itu berdiri di hadapan Kinara. "Katakan Kinar, apa yang terjadi pada Aarav?" Aavar ikut buka suara, wajahnya kentara akan penuh kekhawatiran.Sebelum itu Kinara memang memberitahu pada Aavar setelah suaminya masuk dalam penanganan para dokter. Dan mungkin inilah alasan mereka datang ke sini. Kinara menggeleng pelan, ada tangis yang berhasil menumpuk di balik kelopak matanya. Siap menjatuhkan pertahanan yang ada. "Saya--saya tidak tahu apa yang terjadi dengan Mas Aarav, Kek …." Sekuat tenaga Kinara membuka suara, walau ada perasaan takut akan keadaan Aarav saat ini. "Katakan saja apa yang sebelumnya terjadi diantara kalian berdua?" ujar Vanzo tak sabaran. Sungguh, ini baru pertama kalinya Aarav masuk ke rumah sakit setelah bertahun-tahun lamanya tidak. Membuat ia merasakan cemas akan cucunya itu. "Kinar, ten
Read more

Bab 42. Masalalu

15 tahun yang lalu.... "Ma ... sakit Ma ...." Suara ringisan penuh rintihan terdengar begitu pilu. Seorang anak kecil berumur 9 tahun terbaring tak berdaya di atas kasur king size."Mama .... sa--sakit," rintihnya semakin pilu. Meremas dadanya yang malah semakin terasa sakit. Merasa tidak ada sahutan apapun membuat anak laki-laki itu turun dari ranjang, merangkak pelan menuju pintu yang tertutup. "Tolong--jantung Aarav, s-sakit ...." Ya, dia yang tak lain Aarav. Merangkak pelan menuju pintu, berharap setelah dia keluar dari kamar ini ia bisa menemukan Mamanya. "Uhuk!" Semburat darah keluar dari mulut Aarav kala batuk menyertai. Terasa sakit, sesak nan terasa terhimpit. Pusing melandai kepala Aarav, sudah tidak kuat untuk merangkak menemui Mamanya. "S--sakit---""Ya ampun Aarav?!" Suara teriakan yang menggema membuat Aarav menjatuhkan tubuhnya. Bertepatan dengan itu Keila langsung menyerobot memeluk Aarav. "Ayah?! Aarav, Yah!" Teriakan memekkakan itu terdengar nyaring ke setiap ru
Read more

Bab 43. Masalalu 2

"Ma, kapan Aarav bisa sembuh Ma? Kapan? Aarav capek Ma." Aarav kecil menatap Mamanya dengan lesu. Rona merah yang menandakan habis menangis ia hiraukan begitu saja. Sudah hampir satu tahun ia di negeri orang tapi apa? Tidak ada perubahan sama sekali. "Ma, kata Mama Aarav bakal sembuh. Tapi kapan?" Aarav kembali menangis, tubuhnya semakin bergetar. Keila yang melihat putra bungsunya ini menangis tidak bisa menahan tangisnya yang ikut jatuh. Segera mungkin Keila memeluk tubuh Aarav yang begitu kecil ini. Lihat, bahkan tulangnya tampak tidak ada daging saja. Kurus kering. "Sabar ya sayang, Mama lagi usaha buat nyari pendonor jantung, Nak. Mama juga lagi usaha buat kamu." Keila mengusap-usap punggung anaknya. Menenangkan bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja. "Untuk sekarang Aarav harus mau makan obat dan terapi jalan ya? Setidaknya dengan begitu Aarav bakal sembuh.""Mama bohong, bilangnya kalau Aarav minum obat Aarav bakal sembuh. Tapi, kenapa rasanya selalu sakit, Ma? Di sini ….
Read more

Bab 44. Masalalu 3

"Kita harus secepatnya mencari pendonor jantung untuk Aarav. Melihat kondisinya yang semakin memburuk besar kemungkinan dia tidak akan bertahan lama." Keila meremas ujung jarinya, resah. "Lalu, apa yang harus kita lakukan? Sejauh ini tidak ada yang mau mendonorkan jantungnya untuk kita, jikapun ada, tidak cocok," jawab Keila. Pria dengan stelan jas putih itu menghirup udara dalam-dalam. "Aku akan berusaha mencari pendonor. Jika tidak maka akan aku cari ke negara lain.""Tapi—" "Mama tidak perlu khawatir, Salil pasti akan temukan pendonor jantung itu. Mau bagaimana pun, dia adik Salil. Jadi, sudah kewajiban Salil dalam mengurus serta menjaganya."Salil Aland William, anak pertama Keila yang berhasil kabur dari kekerasan sang Ayah. Seseorang yang berhasil mengharumkan nama baiknya dengan kerja keras seorang diri. Tidak disangka, kepergian Salil waktu itu banyak membawa perubahan pada diri Salil. Kepergian beberapa tahun yang lalu membuat Keila putus asa. Bukan hanya Salil, tapi anak
Read more

Bab 45. Sebuah Harapan

"Kinar?""Heum?""Boleh saya bertanya?" Aarav menggenggam erat tangan mungil istrinya. Tatapannya sayu dalam menatap. Sebuah ingatan yang dulu tersimpan teringat kembali dalam pikiran. Membuat Aarav merasakan arti ketakutan itu untuk yang kedua kalinya. Jujur. Ia ingin panjang umur. Ingin membina rumah tangga dengan Kinara, seseorang yang selama ini ia inginkan kehadirannya. Semata-mata bukan karena jasa Ayahnya Kinara dahulu yang memintanya untuk menjaga dia, melainkan jiwa ini yang terasa sudah tertaut dengan hati Kinara. Tidak terasa, air mata dipelupuk mata Aarav jatuh juga. Membuat Kinara dengan segera menghapusnya. "Mas mau bertanya kan? Gak perlu menangis Mas," ujar Kinara dengan senyuman kecil. Kinara tidak tahu saja kalau tangisan itu tangisan akan ketakutan Aarav. Ada begitu banyak hal yang sekarang Aarav takuti. Pertama, Aarav takut jika mulai detik ini umurnya tidak akan bertahan lama. Seperti yang dulu-dulu. Walau dokter memberitahukan bahwa ini hanya gejala kecil ta
Read more

Bab 46. Kedatangan Orang Di Masalalu

"Udah sehatan?" Satu pertanyaan dari Kinara membuat Aarav membuka matanya. Sebelumnya matanya masih mengerjap, namun suara lembut nan tenang yang terdengar berhasil mencuri perhatian Aarav. Untuk pertama kalinya, Aarav menyunggungkan senyum tatkala mata itu menatap objek yang amat indah. Siapa lagi kalau bukan istrinya.Kinara tersenyum menatap sang suami, ia duduk dengan menopang dagu. "Senyum Mas manis ya?" celetuk Kinara berhasil membuat bibir Aarav kembali menurun. "Eh, kok ilang? Padahal manis banget …," ujar Kinara menegapkan tubuhnya. "Mas, senyum lagi dong … masa cuman sebentar?" tanya Kinara mulai mendekat kembali. "Senyumnya cuman ke Kinar aja ya, jangan ke orang lain." Kinara mengulum bibir, tangannya bersiap menarik sudut bibir Aarav, namun sang empu dengan sigap menahan pergelangan tangan Kinara. "Kinar …? Kamu sehat?"Tak! Kinara sedikit memukul bahu Aarav, bibirnya sedikit naik pula. Mengerucut kesal. Berbeda dengan Aarav dia malah ingin tertawa melihat muka jutek
Read more

Bab 47. Sebuah Perasaan

"Kalian … saling kenal?" tanya Aarav melihat keduanya. Tatapan yang sebelumnya terkunci diantara Kinara dan Devan membuat Aarav risih dibuatnya. "Tidak!""Tentu saja kenal."Jawaban yang berbeda membuat Aarav menoleh pada Kinara. Dia menuntut pertanyaan dari keduanya. Tatapan Aarav juga tertoleh pada Devan. Pria itu hanya menatap Kinara dengan tatapan yang sulit diartikan. "Turunkan pandanganmu Paman! Dia istriku!" kata Aarav tidak suka pada pandangan yang ditujukan Devan pada istrinya. Ya, Devan adalah pamannya—adik Darren. Atau anak terakhir Vanzo."Ayo keluar," kata Aarav pada Kinara. Kinara menurut, keluar dari mobil dengan perasaan gelisah. Terkejut pula akan kebenaran yang satu ini. Devan? Dia … pamannya Aarav? Gemetar sudah kaki Kinara kala tatapan Devan tertuju padanya. Entah apa arti dari tatapan itu,namun berhasil membuat jantungnya menciut. Kinara mendekat pada Aarav, memeluk lengannya dengan erat. Menghindari tatapan Devan yang sedari tadi mengarah padanya. Aarav mer
Read more

Bab 48. Gelagatan Aneh Lusi

“Aku tidak perduli bagaimana statusmu sekarang. Dan pun, aku tidak akan mengurusi urusanmu apapun itu— dan ya ….” Kinara menjeda ucapannya, menghela nafas untuk menetralkan degup jantungnya. “Hubunganmu dengan Mas Aarav adalah keponakan bukan? Jadi, anggap diriku dengan hal semestinya. Bukan lagi sebagai teman lamamu yang pernah jatuh cinta, melainkan orang baru yang harus saling menghargai dan menghormati.” Setelah mengatakan hal tersebut Kinara berlari masuk ke dalam rumah, sekarang urusannya dengan Devan sudah selesai, tidak ada hubungan apapun lagi menyangkut masalalu, karena yang lebih penting dari sekarang adalah masa depan. Dan masa depan Kinara jelas ada pada suaminya–Aarav, tidak ada yang lain. Namun berbeda dengan Devan, pria itu mengepalkan kedua tangannya erat. Merasa direndahkan? Tentu saja! “Cih, dia sudah mulai berani?” tanyanya terkekeh sinis, tatapan matanya masih setia menatap Kinara yang sudah menghilang diambang pintu. “Kau berani sebab Aarav yang menjadi suamim
Read more

Bab 49. Keanehan Pada Lusi

“... Kak Devan.”Lusi menundukkan kepalanya, berpaling dari tatapan Devan yang tampak seperti ingin membunuhnya. Sedang Kinara mengernyit, dia masih menatap Devan yang tengah berjalan ke arahnya. Namun, pikirannya berubah kala melihat sang adik tampak ketakutan, gadis itu hanya menunduk dengan jari tangan yang ia mainkan. “Kenapa ini? Kenapa kalian melihatku seperti hantu saja?” Devan berdiri di hadapan keduanya, tatapannya silih berganti antara Kinara dan Lusi. Kinara memutar matanya malas. “Kau kan yang mengganggu adikku?” tanya Kinara to the point. Devan tersenyum tipis, ikut mendudukan dirinya di samping Kinara. Refleks, Kinara sedikit menggeser kursinya, tidak ingin berdekat-dekat dengan pria itu. “Aku tidak memarahinya, hanya menegurnya saja,” jawab Devan dengan santai. Saking santainya ia mengambil buah apel yang tersimpan di atas meja—depannya.“Kemarin adikmu membawa beberapa teman ke rumah ini. Mungkin perkara ini hal yang sepele tapi, coba kamu pikir, apa ada tamu yang
Read more

Bab 50. Pernyataan Cinta

Di atas ranjang seorang lelaki tampak tidak nyaman dalam tidurnya. Ia sedari tadi berguling ke kanan-kiri, tidak bisa tidur. “Ish! Kenapa dari tadi susah sekali untuk tidur?” tanyanya mendengus kesal. Dia Aarav, tidak bisa tidur sebab pikirannya merindukan Kinara. Mungkin tidur dengan Kinara sudah menjadi kebiasaan, menjadikan ia mudah tidur kala tubuh menempel di atas ranjang, apalagi jika menempel pada Kinara. Namun, karena Kinara tidak ada di sampingnya membuatnya ia uring-uringan tak jelas. Sebelum itu, saat Aarav baru pulang dari kantor ia sudah disuguhi Kinara yang sudah tertidur. Bukan di atas king size melainkan di bawah lantai. Ditambah Lusi yang juga ada di sana membuat Aarav heran dibuatnya. Rasa lelah sehabis pulang terasa hilang tatkala menatap sang istri yang tertidur pulas. Terlihat cantik. Ah, istrinya memang selalu cantik, Aarav akui itu. Aarav berjongkok, mengelus kepala Kinara yang selalu tertutup hijab. Pelan, ia mencium kening Kinara, kemudian beralih menciu
Read more
PREV
1
...
34567
...
22
DMCA.com Protection Status