Semua Bab Menikahi Sahabat Tunanganku: Bab 91 - Bab 100

115 Bab

Bab 91

Mobil yang dikendarai oleh Navi berhenti di halaman rumah Rahadi. Lian yang duduk di samping kemudi segera melepas seat belt. Sore ini Navi memang sengaja samperin Lian di klinik, karena dia cemas melihat Cantika yang berhari-hari tidak mau keluar dari kamarnya.“Sorry, Bro. Sepupu gue emang ngerepotin,” ucap Navi. Meski Lian jelas tahu jika Navi adalah salah satu orang yang paling khawatir dengan keadaan Cantika.“Gapapa, gue sebenernya emang pengen ke sini dari kemarin-kemarin. Tapi Cantika selalu ngelarang gue,” jelas Lian menceritakan yang sebenarnya. Lian dan Navi turun dari mobil, keduanya berjalan menuju rumah.“Gue udah nggak tau lagi harus bujuk dia kayak gimana, udah berhari-hari dia di kamar, udah kayak zombie aja,” omel Navi sambil menepuk bahu Lian. “Lo langsung ke kamarnya aja.”“Oke.” Lian mengangguk lalu melangkah menuju kamar Cantika. Sementara itu Navi naik ke
Baca selengkapnya

Bab 92

“... Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Robby Setiawan dengan pidana penjara dua puluh tahun.”TOK! TOK! TOK! Ketukan palu sebanyak tiga kali mengakhiri pembacaan putusan oleh Hakim Ketua.Semua yang hadir langsung riuh. Napas Cantika memburu, tangannya mengepal, perasaannya campur aduk saat bertemu pandang dengan Robby yang langsung dikawal beberapa petugas polisi. Rahang Cantika mengerat melihat ayahnya terus memandangnya dengan ekspresi wajah datar seolah tidak menyiratkan penyesalan.Cantika buang muka karena tidak kuasa menahan emosi negatif di dirinya. Sedangkan Robby ditarik petugas menuju tempat lain. Para pemburu berita gerak cepat merubung pihak Robby maupun Cantika. Namun beberapa orang bawahan Rahadi yang dipimpin Morgan sigap menjaga Cantika. Lian mendekap pundak Cantika sambil berjalan keluar ruang sidang.“Mbak Cantika tolong jawab pertanyaan―”“Mbak, sebentar saja―”“Mbak Cantika―&r
Baca selengkapnya

Bab 93

Cantika terdiam tak percaya dengan ucapan Robby yang mengatakan jika dia bukanlah anak kandung Robby. “Maksud papa apa? Tega banget papa bilang gitu?”“Kenyataannya kamu memang bukan anakku, Cantika… karena mama kamu selingkuh,”ucap Robby tanpa keraguan di matanya. Seolah apa yang dia katakan memang sebuah kebenaran. Cantika menggeleng lemah, tak ingin percaya dengan ucapan Robby yang tak berdasar itu.“Papa yang selingkuh sama tante Ariny, kenapa papa malah nuduh mama? Maling jangan teriak maling!” Emosi Cantika tak terbendung lagi hingga dia bicara dengan nada tinggi pada Robby. Namun Robby malah terkekeh, seperti tidak ada rasa sesal yang tersirat di wajahnya. Hal itu yang membuat perasaan Cantika makin pedih, seperti diremas oleh sesuatu yang tak terlihat.“Saya selingkuh karena mama kamu yang selingkuh lebih dulu— saya tahu itu. Selama ini mama kamu selalu dekat dengan Dokter Septian, bahkan mereka memi
Baca selengkapnya

Bab 94

Cantika seolah baru tersadar dengan apa yang dia lakukan. Cantika meraup wajahnya penuh penyesalan, sebelum akhirnya menatap Lian. “Lian, maafin aku… harusnya aku nggak bentak kamu. Aku terlalu kebawa emosi…”Lian masih sedikit terkejut dengan apa yang Cantika lakukan sebelumnya, namun dia mencoba mengerti keadaan Cantika. Apa yang menimpa gadis itu belakangan ini memang cukup mengguncang mentalnya. “Aku ngerti, Can. Gapapa kok.”Mendengar jawaban Lian itu justru membuat dada Cantika menyesak. Dia sangat merasa bersalah pada Lian. Padahal pria itu selama ini selalu bersikap baik dan perhatian padanya. Namun Cantika justru melampiaskan kemarahan padanya. “Aku bener-bener nggak sengaja, Lian,” ucap Cantika dengan mata berkaca-kaca. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Lian melihat itu jadi bingung sendiri. Dia mengusap bawah mata Cantika yang baru saja mengalirkan bulir bening di sana.“Kamu nggak usah nang
Baca selengkapnya

Bab 95

Lian dan Cantika jalan bergandengan tangan menuju lobi rumah sakit. Mereka melihat Septian jalan tergesa sambil mengantongi HP di saku jas putihnya. Septian tampak panik menyambut Lian dan Cantika. Cantika menunduk menahan emosinya yang kembali labil setelah melihat pria bermata sipit yang disebut Robby sebagai ayah kandungnya tersebut.“Can?” bisik Lian. Dia tepuk-tepuk pelan punggung tangan Cantika yang menggenggam erat tangan kirinya. Cantika menghela napas panjang kemudian mendongak. Meski sulit baginya untuk tersenyum, setidaknya dia berusaha untuk tidak terlihat marah.“Kenapa tiba-tiba minta ketemu, Can? Kamu sakit?” tanya Septian begitu posisinya dekat dengan tempat Lian dan Cantika berdiri. Pria itu tampak panik sambil memerhatikan badan Cantika. “Kan bisa langsung hubungi Om aja. Nanti Om langsung samperin ke rumah kayak biasanya,” ujar Septian dengan ramah.Mata Cantika berkaca-kaca. Ingin sekali dia berteriak melua
Baca selengkapnya

Bab 96

 Cantika menghela napas lega begitu langkahnya melintas keluar dari kafe yang penuh dengan aroma kopi segar. Cahaya senja masih menyinari langit, menciptakan bayangan lembut di atas trotoar. Lian yang melangkah di dekat Cantika perlahan meraih tangan Cantika dan menggenggamnya, seolah meyakinkan gadis itu jika dirinya akan selalu ada di sisinya. Cantika tersenyum dan mereka melangkah bersama menuju parkiran. Di samping mereka, Septian masih melangkah sambil sesekali melirik ke arah Cantika. Wajahnya masih diliputi kecemasan.“Om duluan, ya?” pamit Septian sebelum mereka berpisah menuju mobil masing-masing. Lian dan Cantika mengangguk.“Oke, Om.”Septian pun berjalan menuju mobilnya yang diparkir paling ujung. Lian dan Cantika pun berjalan menuju mobil Cantika. Namun, tepat sebelum mereka tiba di mobil, dering tajam dari telepon Lian menggema di saku celananya. Dengan cepat, Lian mengeluarkan ponselnya. Layar menunjukkan pangg
Baca selengkapnya

Bab 97

Lian kemudian meletakkan foto itu kembali ke meja, kemudian duduk termenung di ruang tengah rumah Dokter Septian. Namun tatapannya tertuju pada foto lain yang terpajang di meja kayu di depannya. Foto itu menampilkan seorang anak kecil yang tersenyum riang, wajahnya memancarkan keceriaan yang begitu dikenal oleh Lian. Setiap detailnya, dari mata cokelat yang berbinar hingga senyum manis yang membuatnya tampak sangat mirip dengan dirinya sendiri saat kecil dulu. Dalam keheningan itu, Lian tenggelam dalam serangkaian kebingungan di benaknya. “Kenapa anak kecil ini mirip banget sama aku dulu?” gumam Lian, suaranya hampir tercekat oleh kebingungan dan kecampuran perasaannya. Setiap kali melihat foto itu, rasanya seperti melihat cermin masa lalu yang membawanya pada sejumlah pertanyaan yang belum terjawab. Tiba-tiba, langkah ringan terdengar di lantai marmer ruangan itu. Cantika muncul dengan gelas berisi air hangat di tangannya. Cantika mendekati Lian, menyadari b
Baca selengkapnya

Bab 98

“Yank, tunggu!” panggil Cantika pada Lian yang jalan pelan meninggalkannya. Lian seperti tidak mendengarkan panggilan Cantika sampai langkahnya mendekat ke pintu mobil milik gadis itu. Cantika berlari dan langsung membukakan pintu depan sebelah kiri. Lian hanya terdiam bahkan sampai Cantika menutup pintu lalu duduk di balik kemudi.Setelah memasang seat belt, Cantika tak lantas menginjak gas, dia lebih dulu menatap Lian yang sejak tadi diam. “Aku tau kalau kamu masih kaget, Yank. Tapi Om Tian itu orang baik, dia baik banget. Kalo pun ucapan tadi agak mendadak, tapi aku yakin kalau Om Tian serius.”Cantika menyalakan mesin mobilnya. “Dari awal aku juga ngerasa kalau muka kamu mirip banget, tapi aku nggak nyangka kalau ada kemungkinan kalau kamu emang anak Om Tian.”Cantika melirik Lian yang tidak meresponnya. Cantika paham jika Lian sedang kebingungan dan memutuskan untuk memberi waktu Lian untuk menenangkan dirinya.
Baca selengkapnya

Bab 99

Cantika menepuk keningnya. “Ya ampun, sampe lupa!” Dia tarik lengan Lian untuk mendekat pada Agni. “Tante, kenalin ini Lian.” Cantika tersenyum lebar sambil memandang Lian.Lian mengulurkan tangan pada Agni. “Nama saya Lian.”Agni menjabat tangan Lian sebentar. “Saya Agni, Tantenya Cantika.” Agni heran kenapa Cantika bersikap sangat akrab dengan pemuda tampan di hadapannya itu. Tapi dia tak mau ambil pusing, fokusnya hanya pada Cantika saat ini. “Yaudah, yuk, Can, kita masuk.” Agni menggeret tangan Cantika sampai gadis itu terlepas dari Lian yang digelayutinya.“Tapi, Tan―” Cantika tidak mau beranjak. Dia heran dengan sikap Agni yang menanggapi Lian sekenanya.“Udah, ayok. Banyak hal yang pengen Tante omongin sama kamu.” Agni malah mengempit tangan Cantika.Cantika menggapai-gapai tangan Lian. “Ayo, ikut masuk,” ajaknya. Tapi Lian menggeleng, dia merasa
Baca selengkapnya

Bab 100

Cantika, Dokter Septian, dan Lian memasuki ruang besuk dengan langkah hati-hati. Ruangan itu terasa sempit, diisi oleh meja besi kecil dan beberapa kursi yang tersusun rapi di sekitarnya. Dokter Septian menatap Cantika dengan ekspresi yang penuh kehangatan, memberikan semangat tak terucapkan sebelum mereka memulai pertemuan itu. Lian, yang selalu setia mendampingi, memberikan senyuman kecil sebagai dukungan.Saat Robby tiba, Cantika bisa merasakan campuran perasaannya yang rumit. Dia masih marah pada Robby, namun berusaha menenangkan dirinya terlebih kali ini dia tidak sendiri.Robby langsung duduk tegak di ruang besuk, wajahnya terlihat kaku saat melihat Septian juga datang. Robby menoleh pada Cantika. “Mau ngapain lagi kamu ke sini? Bukannya urusan kita sudah selesai?” Robby mengalihkan pandangannya pada Septian, dokter yang sejak dulu kurang disukainya. “Kenapa juga kamu bawa dia ke sini? Kalian mau ngetawain saya?” Ketegangan tak terucapkan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status