Home / CEO / Terjerat Gairah Paman Suamiku / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Terjerat Gairah Paman Suamiku: Chapter 111 - Chapter 120

140 Chapters

111. Overprotective

Begitu sampai di rumah, Oliver langsung berlari ke kamar. Ia sangat cemas dengan keadaan Lena setelah mendapatkan telepon. Pikirannya sudah ke mana-mana dan membayangkan istri tercintanya terluka. "Sayang, apa kau baik-baik saja?" tanya Oliver begitu ia membuka pintu kamar. Napasnya terengah-engah dan keringat membasahi wajahnya. Di sana sudah ada Lena yang duduk di atas kasur dengan santai. Seperti tidak ada yang terjadi, Lena membaca novel sambil menikmati potongan buah pir segar. Ia bahkan heran karena suaminya pulang sebelum jam kerja berakhir. "Ada apa? Mengapa kau sudah pulang?" Dengan polosnya Lena bertanya dengan ekspresi wajah datar. Seketika Oliver menghela napas lirih sembari meraup wajahnya. Ia lega karena Lena baik-baik saja. Tadinya ia sangat khawatir sebab ia mendengar kabar jika istrinya itu sempat shock berat. Namun, selang sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah serius. Dengan langkah cepat ia pun mendekati Lena. "Aku mendapatkan telepon kalau kau tadi hampir
Read more

112. Pria Misterius

Lena menghela napasnya cukup panjang, dia menatap langit-langit kamarnya yang tampak begitu membosakan. Dia sudah sering melihatnya, itu artinya dia sudah sangat bosan hanya di kamar saja. Detik berikutnya, Lena bangkit dari posisi berbaringnya menjadi posisi duduk. Dia menatap pantulan dirinya yang di cermin rias di samping ranjangnya.“Lihatlah betapa kasihannya kamu, Lena. Di rumah sebesar ini, kau juga punya banyak uang, tapi kau tidak bisa melakukan apa pun dan hanya berada di kamar. Sungguh luar biasa membosankan sekali hidupmu, padahal kau hanya ingin menikmati hidup dengan santai tapi suamimu terus melarang. Katanya itu semua bahaya. Ck, aku sudah bosan! ” monolognya.Kemudian Lena beranjak dari kasur dan memilih untuk melihat keadaan luar dari jendela kamarnya. Dia melihat burung-burung bisa terbang bebas, hal itu membuatnya sedikit iri.“Bahkan burung itu lebih bebas dari diriku.” Lagi-lagi Lena kembali bermonolog sambil bernapas jengah.
Read more

113. Kegelisahan

“Nyonya! Nyonya! Nyonya tolong respon panggilan saya!” Pelayan yang melihat kejadian tadi berteriak kencang pada Lena yang tidak bereaksi apa pun. Wajah Lena begitu pucat. Kedua tangan mulus dan bibirnya gemetar dengan hebat. Keringat dingin membasahi kening dan punggung Lena. Wanita itu berdiam diri seperti patung. Matanya kosong. Kejadian penyekapan yang terjadi begitu cepat tadi membuat Lena terkejut bukan main. Kalau saja tidak ada pengawal, Lena tidak akan tahu bagaimana nasibnya. “Ambilkan Nyonya air putih! Cepat!” suruh salah satu pengawal. Dengan sigap pelayan tersebut berlari ke arah dapur. Tidak sampai lima menit, ia kembali membawa satu botol air besar dan diberikan pada Lena. “Diminum dulu Nyonya, biar tenang.”Lena mengambil botol air tersebut dan meminumnya dengan rakus. Tenggorokan tiba-tiba saja terasa kering dan sakit. Dadanya masih berdebar kencang. Baik pengawal dan pelayan yang mendampingi Lena
Read more

114. Perjanjian sepihak

"Aku baik-baik saja. Buktinya aku bisa mengangkat teleponmu sekarang. Kau tidak perlu mengadu pada Oliver karena walaupun kau keponakannya, aku ini istrinya. Tentu dia lebih percaya padaku," sergah Lena.Hubungan Paman dan keponakan antara Oliver dan Vincent tidak sedekat itu. Ada sebuah sekat tak kasat mata membatasi mereka berdua. Terlebih mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. "Oh ya? Kau tahu seprotektif apa Oliver, sekalipun orang itu membual, jika menyangkut keselamatanmu Oliver pasti akan percaya."Lena menggigit bibir bawahnya cemas. Mau tidak mau, dia setuju dengan ucapan Vincent karena sudah banyak buktinya.Oliver adalah tipe lelaki yang akan melindungi wanitanya secara ugal-ugalan jika ada sesuatu yang buruk terjadi. Termasuk rela meninggalkan pekerjaan dan yang lain."Jangan bermain denganku, Vincent. Urus saja urusanmu sendiri!"Suara Lena bergetar karena geram. Berurusan lagi dengan Vincent adalah hal te
Read more

115. Sikap Overprotektif Oliver

Pikiran Oliver menjadi tidak fokus sejak perubahan sikap Lena. Biasanya istrinya itu selalu ceria dan banyak bicara, tapi semalam Lena lebih memilih diam. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu hal yang salah sedang terjadi. Saat sedang bekerja di kantor saja, pikiran Oliver selalu tertuju pada Lena. Hatinya selalu cemas sebab takut ada hal buruk yang akan menimpa istrinya. Tadi pagi ketika ingin berangkat ke kantor pun ia sedikit enggan, tapi ia tetap harus pergi karena masih memiliki tanggung jawab atas pekerjaannya. "Ck! Mungkin hanya pikiranku saja," gumam Oliver seraya menghela napas lirih. "Apa ada yang salah, Tuan?" tanya Sarah. Sejak tadi ia memperhatikan Oliver yang tampak gelisah dan tidak fokus dengan pekerjaan."Tidak ada," dalih Oliver. Sarah tak begitu saja percaya dengan perkataan Oliver. Ia menerka-nerka hal yang sedang dipikirkan oleh atasannya itu. Tiba-tiba tersemat sebuah senyum samar di bibirnya. 'Mungkinka
Read more

116. Kapal Pesiar

Setelah berhasil mengelabuhi para pengawal, kini Lena melajukan mobilnya menuju lokasi yang sudah dikirim Vincent. Wanita itu melajukan mobilnya cukup cepat, untung saja jalanan malam ini tidak terlalu ramai. Dengan begini dia bisa lebih cepat untuk sampai dan para pengawal tidak akan bisa mengikuti jejaknya.Lena harus fokus antara jalanan dan juga maps lokasi yang harus dia tuju. Dia sedikit menggerutu karena lokasi yang dikirim Vincent lumayan jauh, itu juga wilayah yang kurang dia tahu. Kelemahan seorang wanita adalah membaca maps, dan kali ini Lena harus mengalami hal itu.Dia yang terbiasa disupiri dan tinggal duduk manis, kini harus bersusah payah memahani jalur-jalur berliku yang ada di layar maps. “Ah, persimpangan! Aku harus ke mana ini,” gerutu Lena. Yang pada akhirnya dia memilih belok kanan, karena dia memiliki feeling kalau itu jalan yang benar.Tanpa ragu, Lena menyusuri jalan itu dengan tetap fokus dengan maps. Akan tetapi saat dia berjalan cukup jauh, Lena merasa kal
Read more

117. Laut dan Kenangan

Vincent!!! Apa maksudmu melakukan hal itu, ha?!” Lena berteriak kencang hingga urat lehernya mencuat keluar. Matanya mendelik ke arah pria itu. Lena bangkit dan berlari ke arah pembatas kapal pesiar, berharap ia bisa membatalkan apa yang terjadi barusan. Namun, sia-sia belaka. Laut telah menenggelamkan ponselnya. Tidak ada sedikit pun jejaknya. Lena membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah Vincent lagi dengan napas terengah-engah menahan amarah. “Apa yang aku lakukan? Aku tidak melakukan apa pun.” Vincent menjawab sambil menaikkan pundak tidak peduli. Suara dan wajahnya dibuat sepolos mungkin, seperti tidak ada rasa bersalah sedikit pun. Aksi Vincent itu justru membuat Lena murka. Wajah Lena sudah merah padam seperti kepiting rebus. Meski demikian, Lena mencoba menenangkan diri dengan menghirup napas panjang, membiarkan udara laut yang beraroma amis itu masuk ke dalam paru-paru lalu mengembuskannya perlahan. “Kamu membuang
Read more

118. Pemahaman yang terlambat

Vincent kontan tertawa hingga kedua bahunya berguncang. Ditatapinya wajah Lena yang kala itu memerah murka."Aku tidak percaya kau begitu mudah dibodohi," ejek Vincent setelah tawanya mereda."Kau benar-benar sialan!" hardik Lena. Telunjuknya mengacung ke arah Vincent.Wanita itu marah dan kesal lebih kepada dirinya sendiri karena dengan mudah masuk perangkap. Seharusnya, dia menuruti rasa curiganya dari awal dan tidak memilih untuk datang sendiri ke sini. Kalau sudah begini, apa yang bisa Lena lakukan? Mengharap bantuan Oliver pun tidak mungkin mengingat sang suami tidak tahu ke mana perginya."Sudahlah, Lena. Mumpung kau sudah di sini, lebih baik nikmati saja apa yang ada," ujar Vincent. Berusaha mengajak Lena untuk duduk kembali.Namun, tentu saja Lena menolak. Wanita itu kukuh dengan posisinya sekarang."Tidak ada satu pun hal yang bisa kunikmati denganmu," decih Lena sinis."Ucapanmu sungguh menyakitiku."
Read more

119. Racun yang kembali

Lena berteriak kencang saat pipi mulusnya mendapatkan tamparan dari Vincent. Pria bejat itu tak puas menampar Lena satu kali dan terus menerus melayangkan tangan besarnya. Sorot mata Vincent sangat menakutkan seolah siap mencabik-cabik tubuh Lena. "Wanita jalang sialan! Kau meremehkanku, HAH?!" Vincent tidak terima karena Lena meludahi wajahnya. Baginya itu seperti sebuah penghinaan. Dua belah pipi Lena memerah akibat tamparan kencang dari Vincent, tapi Lena sama sekali tak dapat mengeluarkan air matanya meski rasanya menyakitkan. Ia terus menatap tajam mata Vincent dengan penuh kebencian. "Berani-beraninya kau menatapku begitu? Apa kau sama sekali tidak takut padaku?" tanya Vincent tak habis pikir. "Untuk apa aku harus takut padamu? Dasar kau bajingan rendah," maki Lena. Ada penekanan intonasi di bagian kalimat akhirnya. "Bajingan rendah?" Vincent tiba-tiba saja tertawa terbahak-bahak setelah mendengar kata makian Lena. Ia geleng-ge
Read more

120. Sebuah Petunjuk

Oliver melajukan mobilnya dengan cepat, sebenarnya dia sendiri bingung harus mencari Lena ke mana. Lokasi istrinya sama sekali tidak bisa dia temukan, Oliver juga tidak mempunyai tebakan ke mana perginya Lena. Dalam hatinya, semoga saja Lena tidak pergi ke tempat yang membahayakan baginya dan juga calon bayi mereka.Karena pikirannya sudah sangat kalut, Oliver memilih untuk pulang terlebih dahulu. Dia ingin memastikan lebih dulu kalau Lena benar-benar tidak ada di rumah, siapa tahu saja istrinya itu sedang bermain-main dan bersembunyi disuatu tempat yang membuat semua orang tidak bisa menemukannya.Pria itu memacu mobilnya dengan cepat, dia tidak ingin membuang waktu lagi. Saat ini tujuannya harus bisa menemukan Lena dengan secepat mungkin.Sesampainya di rumah, Oliver memarkirkan mobilnya secara acak dan langsung berlari ke dalam rumah. “Lena!” teriaknya dengan lantang.Detik itu juga semua pengawal dan juga pembantu keluar, mereka berkumpul di r
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status