Semua Bab Nasib Dikelilingi Tetangga Julid: Bab 71 - Bab 80

113 Bab

Bab 71 - Jujur

"Sebenarnya ini rumah kita, Mas! Aku sudah lama membeli rumah ini!" ujar Rani, dia berkata jujur kepada suaminya. "Hah? Bagaimana bisa? Dapat uang dari mana kamu?" tanya Irwan. Ada perasaan kecewa terhadap Rani karena dia tak pernah membicarakan ini sebelumnya. "Kenapa kamu nggak jujur sama Mas?" Rani merasakan ada kekecewaan dalam ucapan suaminya. "Aku bukannya nggak mau jujur, Mas! Tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya.""Huh!" Irwan menghembuskan nafasnya perlahan. Ia menyadari tak sepantasnya langsung marah kepada istrinya itu. Terlebih lagi Rani sedang hamil. Ia mencoba berpikir positif, mungkin ada alasannya kenapa dia tak mengatakannya. "Mas mau tanya, dapat uang dari mana kamu untuk beli rumah ini? Apa kamu berhutang di bank tanpa sepengatahuan, Mas?""Kalau aku jujur, apa Mas akan marah?""Tergantung jawaban apa yang akan Mas dengar!""Tapi, Mas janji ya, apapun yang aku katakan jangan marah?""Iya, akan Mas usahakan nggak marah, walau jawaban yang akan
Baca selengkapnya

Bab 72- Nasehat Atau Nyinyiran?

Setelah kejadian waktu itu. Orang-orang yang tak suka dengan Rani hanya berani membicarakannya di belakang. Hanya sesekali terdengar menyindir. Selama itu tidak ekstrem, Rani hanya mengabaikannya saja. Tak terasa usia kandungan Rani sudah lima bulan. Perut buncitnya semakin membesar dan terlihat. Membuat baju longgar yang ia kenakan akan terlihat mengentat di bagian perut. "Perut Mbak Rani semakin besar saja! Sudah berapa bulan usia kandungannya, Mbak?" Tetangga seberang rumah Rani bertanya. "Jalan enam bulan, Bu!""Oh ,baru tau saya! Pantas perut Mbak Rani kelihatan besar. Saya kira baru empat bulan!""Kenapa, Bu? Apa kurang gede perut saya?" tanya Rani disertai bercanda. "Kalau untuk usia lima bulan jalan ke enam, ukuran perut Mbak Rani masih terbilang kecil. Mungkin.. Karena, Mbak Rani tubuhnya langsung kali, ya? Jadi, nggak terlalu nampak. Soalnya dulu waktu hamil anak pertama badan saya gendut, Mbak! Usia tiga bulan saja, perut saya besarnya kek orang hamil lima bulan.""Ben
Baca selengkapnya

Bab 73 - Kemampuan Winda

"Sudah! Kalau Mbak ke sini cuma mau nyari perkara. Lebih baik, Mbak cepat pergi saja dari sini!" Dengan nada ketus, ibu itu mengusir Winda. Rani hanya terdiam memperhatikan. Dia tak ingin berkata apa-apa. Takut kalau akan semakin runyam. "Ih, galak bener! Orang ngasih tau malah kayak gitu responnya!" gumaman Winda terdengar lirih. Winda berjalan perlahan meninggalkan Rani dan tetangganya itu. "Dasar wanita nggak waras!" ujar tetangga Rani mengumpat. "Sabar, Bu! Ditahan amarahnya!" "Emang nggak waras itu, Mbak! Dianya aja nggak beres, pakai nasehatin orang segala. Sudah gitu memaksa lagi!"Rani diam saja mendengar tetangganya itu masih mengumpat Winda yang kini sudah menjauh, tak terlihat lagi. "Saya masuk dulu ya, Bu! Mau masak buat makan siang!""Iya, Mbak! Saya juga mau masak." Mereka pun masuk ke dalam rumah masing-masing setelah menghadapi kerandoman si Winda. Rani geleng-geleng kepala melihat kelakuan Winda secara langsung di depan matanya. Rani menutup pintu, melepas ji
Baca selengkapnya

Bab 74- Di Jemput

"Eh, Mbak Rani pulang duluan, ya?" Winda sengaja menyapa Rani. Ia ingin memancing Bu Tut untuk berkata julid ketika melihat Rani di jemput. "Iya, Mbak! Sudah di jemput suami! Saya duluan, ya!" Meski sering dijulid-in orang, Rani memang nggak pernah judes kalau ada yang menyapa. "Alah... Dekat aja minta jemput suami! Manja banget, sih!" ketus Bu Tut. Bestie Bu Tut yang lain nggak berani berkomentar. Apalagi Bu Irma. Dia takut kalau berkomentar, Rani akan menagih uangnya yang dia pinjam dulu. "Aih.. Bu Tut tau aja isi hati aku! Julid-an Bu Tut mewakili banget deh!" ujar Winda dalam hati. Dia sangat girang suara hatinya bisa terwakilkan."Suami Mbak Winda nggak istirahat ya, jam segini? Padahal kasian loh, kalau istirahat malah Mbak Winda minta jemput. Apa Mbak Winda takut jalan sendiri?" sarkas Winda. "Bukan saya yang takut, Mbak! Tapi suami saya. Saya 'kan hamil, suami saya takut kalau terjadi apa-apa sama saya." Rani pun menjawab blak-blakan pertanyaan Winda. Merasa Rani ingin
Baca selengkapnya

Bab 75- Kelakuan Bu Tut

Winda yang dipandang merasa tidak nyaman. "Bu Tut, kenapa melihat saya begitu?" "Apa kamu memang benar sahabatnya Rani?""I-iya..!" jawabnya gugup. "Lalu, kenapa kalian bisa saling membenci begini?""I-itu...!""Kamu apa Rani duluan yang mulai?""Haa? Maksudnya? Mulai apa, Bu?" tanya Winda heran, otaknya ngeblang. "Maksud saya, Rani apa kamu duluan yang memutuskan hubungan pertemanan sama dia?""D-dia duluan! Saya, mah biasa-biasa aja!" ujar Winda terbata. "Memangnya masalah apa sampai kalian bertengkar?" Bu Tut terlihat kepo. "I-itu... Masalahnya..." Winda bingung harus menjawab apa. Dia tidak menyangka kalau Bu Tut akan sekepo ini. "Ini mulut kenapa tadi pakai acara keceplosan segala!" ucap Winda dalam hati. Dia memukul bibirnya yang tadi sempat keceplosan. Bu Tut dan Bu Irma memandang Winda, penasaran dengan ucapannya yang terpotong. Mereka memandang, meminta penjelasan. "Itu... Masalahnya... D-dia mendekati kekasih saya duluan! Padahal 'kan dia yang salah, tapi malah saya
Baca selengkapnya

Bab 76 - Debat

"Di situ tertera nama tokonya, Bu Tut!" Wanita yang seumuran dengan Bu Tut itu semakin geram. "Bisa jadi 'kan kamu cuma minta nota kosong sama pemilik toko. Terus harganya kamu tulis suka-suka!""Susah memang ya, berdebat sama orang miskin kayak kamu!" singgungnya. Semua yang berkumpul dan mendengar ucapan pedas itu, tersinggung. Tetapi, mereka tidak berani bersuara. Sebab wanita yang memamerkan gelang itu adalah orang terkaya di tempat mereka. "Beraninya kamu bicara begitu!" Bu Tut begitu murka. "Heh, dengar ya, perhiasaan saya lebih besar dari punyamu! Harganya nggak nyampe segitu. Ngelawak aja, perhiasaan sekecil itu harganya sepuluh juta. Pamer boleh, Bu! Tapi ya, jangan sampai ngibulin orang juga.""Punya Bu Tut itu besar tapi kualitas emasnya nggak sebagus punya saya ini. Emasnya itu kualitas rendah. Murahan. Itulah, kalau nggak pernah beli perhiasaan mahal nggak usah komentar, Bu! Malu-maluin!""Sembarangan ya, kalau ngomong!" Bu Tut ingin menarik baju wanita itu, tetapi di
Baca selengkapnya

Bab 77 - Kejutan

"Kalau kamu tidak tau apa yang akan mereka lakukan. Baiklah! Saya akan dengan senang hati memberitahukan.""Ibu-ibu di sini sangat anarkis kalau tau di kampung ini ada perempuan yang menjadi pelakor." Rani menekankan kata-katanya. "Kamu tau, Bu Tut 'kan? Dia itu sangat benci sama pelakor. Dia yang paling menentang keras adanya pelakor. Kamu tau apa yang akan mereka lakukan sama perebut suami orang? Mereka tidak segan-segan menelanj4ngi dan mearaknya keliling kampung. Bahkan mereka akan melakukan hal yang lebih parah lagi. Kamu mau tau apa itu?" Rani berbisik di telinga Winda. Winda hanya terdiam. Sebenarnya dia ingin mengangguk, tetapi malu. Dia tak ingin Rani mengetahui bahwa saat ini dia tengah ketakutan. "Karena saya baik hati. Saya akan memberitahu kamu. Nggak salahnya 'kan untuk kamu berjaga-jaga. Bagian mengerikan yang saya maksud tadi adalah... Mereka akan memasukkan cabe ke lubang kehormatan kamu."Winda menelan salivanya. Matanya terbelalak, membayangkan perkataan Rani. M
Baca selengkapnya

Bab 78 - Hadiah Terbaik

"Gimana? Kamu suka nggak sama cincinnya?""Suka banget, Mas!""Syukurlah!""Dari mana, Mas dapat uang? Bukannya semua penghasilan Mas kasih ke aku?""Kamu nggak perlu tau!" Irwan memalingkan wajahnya. Jujur, sikapnya itu membuat Rani sedikit curiga. "Kenapa? Apa ada sesuatu yang mas sembunyikan?""Nggak ada!""Kalau nggak ada, kenapa Mas nggak mau ngasih tau dapat uang dari mana membelikan aku cincin sebagus ini?""Apalagi cincin ini dari emas putih. Pasti mahal harganya. Ayolah, Mas! Jangan membuat aku berpikir negatif!""Mas malu untuk mengatakannya.""Loh, kenapa mesti malu? Apa Mas mencurinya?"Bola mata Irwan membulat. "Mas nggak akan melakukan itu. Meski tak punya uang sedikit pun.""Lalu, kenapa Mas malu mengatakannya?""Baiklah, Mas akan mengatakan alasannya. Daripada kamu berpikiran yang bukan-bukan tentang Mas!" Irwan menyerah, meski ia tahu bahwa wajar saja Rani berpikir begitu. Karena dia paling anti mendapatkan sesuatu dari hasil yang tidak jelas. Walau pengakuan ini ak
Baca selengkapnya

Part 79 - Dikira Perak

"Masa iya, Bu Tut. Kalau perak mah, nggak akan sekinclong dan sebagus ini bentuknya," bantah ibu itu. "Bu, emas mana ada warnanya putih gitu? Emas 'kan warnanya kuning!""Eh, ada loh, Bu Tut. Emas itu ada yang warnanya putih.""Seumur-umur, saya nggak pernah lihat emas warna putih, Bu! Yang ada warna kuning. Saya tau karena saya punya banyak di rumah," ucap Bu Tut sombong. "Ada, Bu! Saudara saya kemarin ada yang beli. Warnanya putih. Dia bilang emas putih namanya. Katanya, dibanding perak, emas putih itu lebih kinclong dari pada perak. Dan lebih mahal juga, hampir setara harga emas delapan belas karat.""Alah, mau aja dikibulin. Dia itu cuma pengen gaya aja di depan kamu. Padahal dia itu pakai perhiasan perak. Bilangnya aja emas supaya terlihat kaya.""Oh, terimakasih, Bu Tut. Semoga berkat ucapan Bu Tut. Ibu ini nggak jadi ngutang sama saya. Soalnya yang kemarin aja, belum dikembaliin. Saya nggak tega nagihnya, karena setiap ditagih alasannya cucu 'lah sakit, anak 'lah perlu duit.
Baca selengkapnya

Bab 80 - Winda Beli Perhiasaan

Irwan heran ketika sampai di rumah istrinya menyambutnya dengan senyum yang merekah. "Emm, sepertinya ada yang lagi seneng, nih!" celetuk Irwan. "Iya, Mas! Aku sangat senang banget hari ini!""Apa sih yang membuat istri Mas ini terlihat senang?""Coba Mas tebak apa yang membuatku senang?""Pasti karena sebentar lagi kamu mau ulang tahun 'kan?""Eh, iya ya! Kok, bisa aku lupa? Apa saking senengnya, ya?" Rani terkikik."Oh, bukan ya? Terus apa dong?""Ayo, coba tebak lagi!""Mas nggak tau! Tapi yang pasti hal yang lebih penting dari ulang tahun kamu."Irwan terkejut karena tiba-tiba saja Rani memeluknya. "Makasih ya, Mas!""Sama-sama!" sahut Irwan. "Emang Mas, tau aku berterimakasih untuk apa?""Hehehe, nggak tau!" Irwan mengedikkan bahunya dengan senyum lebar yang menampakkan gigi putihnya. "Ish, dasar!" Rani mencubit pinggang suaminya itu. "Hahaha...! Habis kamu langsung berterimakasih aja. Kalau orang berterimakasih 'kan harus dijawab."Rani cemberut dan memalingkan wajahnya. I
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status