"A-ah, y-yang bener, Mbak? Sepertinya bukan. Saya hafal sama tangisan anaknya, Mbak!" Winda mencoba mengelak dengan suara gemetar."Di dekat sini hanya saya yang punya bayi kecil, Mbak!""Tapi malam itu bukan anaknya, Mbak yang nangis. Tapi tetangga yang lainnya. Aduhh.. Tangisannya nyaring banget. Sumpah! Sampai kedengaran ke rumah saya. Anak si Rika mungkin, ya?" Winda memutar matanya, mengalihkan pandangan ke arah lain.Wanita muda itu memandang Winda dengan pandangan yang sulit di artikan. "Ah, anak Bu Tut kerja di perusahaan, ya?" Winda mencoba mengalihkan pembicaraan. "Iya! Jadi asisten pribadi bos!""Wah, hebat ya, Bu!" puji Winda. "Iya, dong!" ucap Bu Tut angkuh. "Pantas sekarang jarang kelihatan.""Iya, sekarang dia sibuk! Tapi, lebih banyak santainya juga, kok! Kalau dia libur, dia lebih memilih untuk diam di rumah saja. Ngendon di kamar. Makanya jarang kelihatan," jelas Bu Tut. "Emm!" Winda mengangguk-nganggukkan kepalanya. Saat sedang asyik bercengkrama, tiba-tiba Ra
Read more