Home / Romansa / Rahim Sewaan Billionaire / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Rahim Sewaan Billionaire: Chapter 151 - Chapter 160

206 Chapters

Season II: Labirin Romantis

Season II “Ya, aku pikir tidak ada masalah kalau kita sarapan dulu. Kita juga tidak dikejar waktu,” tambah Axel, matanya menatap ke arah Lily, seperti memberikan kode. “Ayolah, saya ini sudah di booking untuk beberapa hari. Kalau tidak penuh target, saya akan dikenakan pinalti. Jadi, sebaiknya kita pergi sekarang saja. Nanti akan saya carikan tempat untuk sarapan, dengan menu yang enak.” Alex menolak karena kinerjanya juga nanti akana dipertanyakan.“Saya bayar pinaltinya!” seru Axel. “Saya akan ganti semua biaya ganti rugi selama bersama saya. Bagaimana, Alex? Nanti akan saya tambahkan bonus.” Si pemandu wisata itu diam sejenak, menatap Axel dengan tatapan yang mencurigakan. Tawaran Axel memang menggoda, tapi, Alex juga harus memikirkan masa depannya di biro perjalanan ini kalau tugasnya tidak tuntas. Axel seolah paham apa yang membuat si pemandu itu luluh: uang! Axel menganalisa kalau si pemandu itu berusia sekitar dua puluhan. Kalau dia adalah mahasiswa, pasti ingin cepat se
Read more

Season II: Candle Light Dinner

Season IIMatahari hampir tengah hari makin cerah, udara tidak terlalu panas menyengat. Axel pikir, cerahnya sama seperti wajah Lily yang cantik, berseri. Apalagi kalau sedang digoda, pipiny bersemu merah jambu. Seperti itu saat ini wajah Lily, dan Axel sangat menyukainya. Dadanya berdetak setiap kali menatap dalam wajah istrinya itu. Rasanya memang setiap kali bersama Lily, jantung Axel tidak bisa berdetak dengan benar. Tapi, tanpa Lily, jantungnya berhenti berdetak. Dan darahnya berhenti mengalir. “Memangnya kenapa? Di sini kan, lazim melihat adegan kita tadi.” Axel tersenyum miring, rasanya siap menyerang Lily lagi. Mata Lily membesar, “Apa?” Dalam hati Lily menyangkal perlakuan Axel tadi. Namun, hatinya tergelitik, Lily menyukai bahasa cinta dari Axel. “Ayo! Aku khawatir si kembar, Alex dan pengasuhnya sedang menunggu kita.” “Ah ....” Axel menarik tangan Lily hingga badannya membentur dada Axel. “Nanti saja dulu, tadi mereka bilang akan istirahat dulu di taman.” Lily tida
Read more

Season II: Perasaan yang Belum Selesai

Season IIMakan malam menjadi hal yang tidak terduga untuk Lily, karena Axel bertemu dengan teman lamanya. Robert, melirik ke arah Lily yang sedang tersenyum. “Oh, temanmu perempuan?” ulang Axel meledek, mana sangka Axel tanggap soal pasangan hidup. “Ya, begitulah,” jawab Robert. “Kau sendiri?” Axel melirik Lily, “Ayo, aku kenalkan ke istriku.” “Istri?” ulang Robert sambil mengulurkan tangan. “Kau terlalu cantik untuk menjadi istri si kampret ini,” ledeknya. “Lily,” katanya sambil menyebutkan nama. “Nama yang indah,” puji Robert. Dia melepaskan jabatan tangannya, lalu melirik ke arah Axel. “Bahkan namanya saja terlalu indah untuk si Kampret ini.” “Ah, sudah. Bilang saja kau iri karena istriku sangat cantik,” seru Axel sambil memutar bola mata. “Oh, itu dia, temanku.” Robert menunjuk dengan dagunya. Ada seorang wanita bergaun merah marun. Mata Lily tertuju ke sepatu yang dipakai wanita itu. Karena mirip dengan punya Lily. Axel sekilas terpana, matanya seperti dia kenal. Tapi
Read more

Season III: Pion

Season III“Lalu ... Yang tadi kau ucapkan, apakah hanya tipu dayamu saja?” Robert mendesah, “Mungkin aku yang terlalu besar rasa hingga mengira kau akan mau menerimaku apa adanya. Terlepas dari jabatanku, atau apa yang aku punya.” Bree menatap Robert dalam, menelan ludahnya perlahan. “Aku tidak berbohong. Sejak kita bertemu di pantai aku sudah tertarik secara pribadi padamu. Hanya saja ....” Bree mengedikkan bahu. “Aku iri kepada temanmu, dia punya istri yang cantik, bahagia, tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya.” Robert tersenyum dengan lebar, “Kau ini. Apa kau mau menikahiku? Kalau soal bahagia, bagaimana pun caranya, aku akan membuatmu bahagia.” Bree tersenyum tak kalah lebar dengan Robert. “Aku lelah bermain cinta dari satu wanita ke wanita lain. Aku ingin wanita yang memahamiku. Kalau kau memahamiku, aku akan membuatmu menjadi wanita yang punya segalanya.” Senyuman Bree makin lebar. “Kalau kita jalani dulu saja, bagaimana?” “Apa kau masih trauma?” “Ya. Aku masih
Read more

Season III: Undangan Makan Siang

Season IIISatu minggu Lily dan Axel ada di Barcelona. Pagi ini mereka bersiap untuk pulang. “Apa oleh-oleh ini cukup untuk mamamu?” tanya Lily sambil membereskan beberapa barang yang Axel beli. “Cukup. Itu adalah pesanan Mama,” jawab Axel sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Nada suaranya santai sekali, pikir Lily. Jadi, dia tidak mau ambil pusing. “Tahu sendiri, kan, Mama sampai ganggu-ganggu dengan meneleon kita terus.” Axel menaruh handuknya, lalu mengambil kaus putih. Lily mendengus, “Kau saja yang terlalu angkuh tidak mau mengangkat telepon dari mamamu. Siapa tahu penting,” timpal Lily. Koper dan semua barang yang sudah disimpan rapi ditutup, rapat. Axel melihat ponselnya, ada notifikasi yang masuk. “Ada undangan makan siang dari Robert, apa kau mau ikut?” Lily menggeleng, “Aku ingin ada di kamar saja, istirahat. Besok adalah hari yang melelahkan.” “Kita dalam perjalanan pulang, masa lelah?” kata Axel cuek. Dia tidak mengganti bajunya, hanya pakai celana panjang
Read more

Season III: Pulang dan Kejutan Lain

Season IIIRobert menyadari ekspresi Lily, seperti keheranan. Dari tadi Lily tidak banyak bicara hanya tubuhnya yang bergerak atau wajahnya yang berekspresi. “Oh, bukan. Maksudku, bukan. Emily adalah wanita yang aku sayangi saat ini. Dan aku kehilangan anak bukan saat bersamanya. Tapi bersama mantanku,” papar Robert. Bree memutar bola mata, memalingkan wajah dari Robert dan yang lain. Pembual, gerutu Bree dalam hati. Namun, apakah iya, Robert adalah seorang pembual? Janjinya kepada Bree kemarin terlihat tulus, meski Bree juga tidak tahu bagaimana hatinya. “Oh,” Lily manggut-manggut mendengar itu. Hampir saja Lily bersimpatik kepada Emily. “Bagaimana rasanya hamil dan melahirkan, Lily?” tanya Emily sekadar basa basi. “Rasanya luar biasa. Aku sangat menikmatnya, apalagi ada Axel di sampingku waktu itu.” Axel mengusap kepala Lily, lalu mereka saling berpandangan dan tersenyum. Jantung Bree berdebar tak karuan. Axel dulu juga begitu kepadanya, hanya saja Bree anggap itu adalah ung
Read more

Season III: Untuk Darren

Season III“Sudah kuduga akan begini jadinya,” omel Lily. “Ayolah, ini sudah malam. Kita baru saja pulang kenapa kau terus ribut soal kakakmu. Bukankah kau sendiri yang menyelamatkannya?” “Ya, itu karena hati nuraniku, biar bagaimana pun Darren adalah kakakku. Hubungan darah lebih kental dari pada air.” Axel terdiam, merebahkan dirinya di ranjang, menatap langit-langit. “Lalu selanjutnya kau mau apa? Apa kau mau mengirim kakakmu kembali ke medan perang?” Lily yang sedang di meja rias menoleh ke arah Axel. Dia bangkit dari kursi lalu melangkah mendekat ke arah Axel. “Kalau perlu aku akan mengirimnya kembali ke medan perang.” Axel bangkit, kaget dengan jawaban istrinya. “Aku kira selama ini kau adalah orang yang penyayang, dan berhati lembut.” “Tidak soal kakakku. Dia banyak mengacaukan hidupku. Dan sekarang, dia akan mengacaukan pernikahanku lagi. Segera setelah renovasi apartemenku selesai. Darren harus tinggal di sana.” “Kamu terlalu kejam, Sayang,” goda Axel sambil membelai w
Read more

Season III: Waktunya Balas Dendam

Season III“Kau membuat pandanganku beubah terhadapmu, Bung,” kata Darren kasar, menatap lurus Axel. Namun, Axel tahu memang tidak semudah itu mengubah pikiran Darren, kalau sekarang dia tersinggung, itu wajar saja.“Apa kau tahu Lily hampir menjadi mangsa pria hidung belang ketika dia tidak bisa membayar utang?” Axel berkata dengan tajam. “Kalau kau hampir kehilangan nyawamu. Maka, itu impas. Kalian sama-sama terluka dan sekarang harus berjuang lagi. Apa salahnya?” Darren terkekeh, “Ya, ya, ya, apalagi aku adalah lelaki. Di mana pikiranku? Tidak ada, kan hidup enak. Seperti kau misalnya,” sindirnya dengan tangan sambil menunjuk penampilan Axel. Axel mendengus, sambil tertawa konyol. Apa yang Lily katakan benar, Darren ini sangat keras kepala. “Lagi pula, kenapa bukan Lily yang datang kepadaku? Malah dia suruh suaminya yang datang?” “Justru, bukan dia yang menyuruh. Ini inisiatifku sendiri. Aku pikir, kalau dia yang datang, tangannya akan ringan menyiksamu. Kalau aku yang datang,
Read more

Season III: Perempuan itu, Emily

Season III“Undangan makan malam?” ulang Lily, lalu mendengus, ada Charlotte dalam gendongannya. “Ya. Sebenarnya, Robert yang punya ide. Mungkin dia juga ingin meluaskan jaringan di Napa karena dia baru saja datang. Tidak banyak sahabatnya ada di sini,” papar Axel di sambungan telepon. “Entahlah, aku hanya masih lelah,” kata Lily lalu menghela napas. “Seriously? Ini sudah satu minggu sejak kita pulang bulan madu. Apa kau masih sebegitu lelahnya?” Axel menahan tawa. “Apa kau tidak ingat selama satu minggu ini apa yang kau lakukan setiap malam?” desak Lily. “Tapi ... terima kasih padamu, Darren sudah mulai bekerja di perusahaanmu. Dia bertahan hidup.” “Kalau begitu, anggap saja ini adalah rasa terima kasihmu karena aku berhasil menghalau Darren. Bagaimana?” “Ah, kau ini selalu bisa bernegosiasi dengan siapa pun,” dengus Lily. “Ya, kalau tidak, aku tidak akan jadi CEO di sini,” ucap Axel dengan pongah. “Jadi, kau bisa bersiap nanti jam tujuh malam, aku akan jemput.” “Baiklah,”
Read more

Season III: Siapa Emily?

Season IIINapas Axel memburu, tidak sabaran karena Lily menggodanya. Tangan kekarnya menarik tubuh Lily hingga rapat ke tubuhnya. Lalu meraba dari dada hingga ke pinggang, membuat wanita itu sedikit menggeliat. Gerakan Axel cepat, meski ada di dalam mobil dia tidak peduli. “Axe, pelan-pelan,” Lily meringis karena bibir Axel yang menggigit lehernya. Lalu mendesis ketika Axel melepasnya. “Mana bisa? Kau juga yang memancingku tadi.” “Karena aku sudah bosan. Ingat. Tidak ada lagi undangan makan dari Robert dan Emily. Atau kau kehilangan jatah malam satu bulan!” Axel menarik dirinya, saat ini masih di dalam mobil. Menatap mata Lily, walau penerangannya minim. “Kenapa kau jahat begini? Apa karena Emily? Kau cemburu?” Lily terperanjat, “Apa? Enak saja aku cemburu. Aku hanya tidak suka melihat wajahnya yang seperti orang sombong itu. Alisnya juga terlalu naik. Astaga! Apa yang Robert lihat dari dirinya? Kalau dibandingkan lebih cantik Kate.” Axel menatap istrinya dari dekat, lalu ter
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
21
DMCA.com Protection Status