Season IIIRobert menyadari ekspresi Lily, seperti keheranan. Dari tadi Lily tidak banyak bicara hanya tubuhnya yang bergerak atau wajahnya yang berekspresi. “Oh, bukan. Maksudku, bukan. Emily adalah wanita yang aku sayangi saat ini. Dan aku kehilangan anak bukan saat bersamanya. Tapi bersama mantanku,” papar Robert. Bree memutar bola mata, memalingkan wajah dari Robert dan yang lain. Pembual, gerutu Bree dalam hati. Namun, apakah iya, Robert adalah seorang pembual? Janjinya kepada Bree kemarin terlihat tulus, meski Bree juga tidak tahu bagaimana hatinya. “Oh,” Lily manggut-manggut mendengar itu. Hampir saja Lily bersimpatik kepada Emily. “Bagaimana rasanya hamil dan melahirkan, Lily?” tanya Emily sekadar basa basi. “Rasanya luar biasa. Aku sangat menikmatnya, apalagi ada Axel di sampingku waktu itu.” Axel mengusap kepala Lily, lalu mereka saling berpandangan dan tersenyum. Jantung Bree berdebar tak karuan. Axel dulu juga begitu kepadanya, hanya saja Bree anggap itu adalah ung
Season III“Sudah kuduga akan begini jadinya,” omel Lily. “Ayolah, ini sudah malam. Kita baru saja pulang kenapa kau terus ribut soal kakakmu. Bukankah kau sendiri yang menyelamatkannya?” “Ya, itu karena hati nuraniku, biar bagaimana pun Darren adalah kakakku. Hubungan darah lebih kental dari pada air.” Axel terdiam, merebahkan dirinya di ranjang, menatap langit-langit. “Lalu selanjutnya kau mau apa? Apa kau mau mengirim kakakmu kembali ke medan perang?” Lily yang sedang di meja rias menoleh ke arah Axel. Dia bangkit dari kursi lalu melangkah mendekat ke arah Axel. “Kalau perlu aku akan mengirimnya kembali ke medan perang.” Axel bangkit, kaget dengan jawaban istrinya. “Aku kira selama ini kau adalah orang yang penyayang, dan berhati lembut.” “Tidak soal kakakku. Dia banyak mengacaukan hidupku. Dan sekarang, dia akan mengacaukan pernikahanku lagi. Segera setelah renovasi apartemenku selesai. Darren harus tinggal di sana.” “Kamu terlalu kejam, Sayang,” goda Axel sambil membelai w
Season III“Kau membuat pandanganku beubah terhadapmu, Bung,” kata Darren kasar, menatap lurus Axel. Namun, Axel tahu memang tidak semudah itu mengubah pikiran Darren, kalau sekarang dia tersinggung, itu wajar saja.“Apa kau tahu Lily hampir menjadi mangsa pria hidung belang ketika dia tidak bisa membayar utang?” Axel berkata dengan tajam. “Kalau kau hampir kehilangan nyawamu. Maka, itu impas. Kalian sama-sama terluka dan sekarang harus berjuang lagi. Apa salahnya?” Darren terkekeh, “Ya, ya, ya, apalagi aku adalah lelaki. Di mana pikiranku? Tidak ada, kan hidup enak. Seperti kau misalnya,” sindirnya dengan tangan sambil menunjuk penampilan Axel. Axel mendengus, sambil tertawa konyol. Apa yang Lily katakan benar, Darren ini sangat keras kepala. “Lagi pula, kenapa bukan Lily yang datang kepadaku? Malah dia suruh suaminya yang datang?” “Justru, bukan dia yang menyuruh. Ini inisiatifku sendiri. Aku pikir, kalau dia yang datang, tangannya akan ringan menyiksamu. Kalau aku yang datang,
Season III“Undangan makan malam?” ulang Lily, lalu mendengus, ada Charlotte dalam gendongannya. “Ya. Sebenarnya, Robert yang punya ide. Mungkin dia juga ingin meluaskan jaringan di Napa karena dia baru saja datang. Tidak banyak sahabatnya ada di sini,” papar Axel di sambungan telepon. “Entahlah, aku hanya masih lelah,” kata Lily lalu menghela napas. “Seriously? Ini sudah satu minggu sejak kita pulang bulan madu. Apa kau masih sebegitu lelahnya?” Axel menahan tawa. “Apa kau tidak ingat selama satu minggu ini apa yang kau lakukan setiap malam?” desak Lily. “Tapi ... terima kasih padamu, Darren sudah mulai bekerja di perusahaanmu. Dia bertahan hidup.” “Kalau begitu, anggap saja ini adalah rasa terima kasihmu karena aku berhasil menghalau Darren. Bagaimana?” “Ah, kau ini selalu bisa bernegosiasi dengan siapa pun,” dengus Lily. “Ya, kalau tidak, aku tidak akan jadi CEO di sini,” ucap Axel dengan pongah. “Jadi, kau bisa bersiap nanti jam tujuh malam, aku akan jemput.” “Baiklah,”
Season IIINapas Axel memburu, tidak sabaran karena Lily menggodanya. Tangan kekarnya menarik tubuh Lily hingga rapat ke tubuhnya. Lalu meraba dari dada hingga ke pinggang, membuat wanita itu sedikit menggeliat. Gerakan Axel cepat, meski ada di dalam mobil dia tidak peduli. “Axe, pelan-pelan,” Lily meringis karena bibir Axel yang menggigit lehernya. Lalu mendesis ketika Axel melepasnya. “Mana bisa? Kau juga yang memancingku tadi.” “Karena aku sudah bosan. Ingat. Tidak ada lagi undangan makan dari Robert dan Emily. Atau kau kehilangan jatah malam satu bulan!” Axel menarik dirinya, saat ini masih di dalam mobil. Menatap mata Lily, walau penerangannya minim. “Kenapa kau jahat begini? Apa karena Emily? Kau cemburu?” Lily terperanjat, “Apa? Enak saja aku cemburu. Aku hanya tidak suka melihat wajahnya yang seperti orang sombong itu. Alisnya juga terlalu naik. Astaga! Apa yang Robert lihat dari dirinya? Kalau dibandingkan lebih cantik Kate.” Axel menatap istrinya dari dekat, lalu ter
Season III“Steven sudah diminta menyelidiki Emily oleh Nyonya Margot,” kata Kevin begitu dia menelepon Steven. Sambungan teleponnya tidak dia putus. Hanya menjauhkan dari telinganya. “Biarkan aku bicara dengannya,” tangan Axel menadahkan tangan. Kevin langsung memberikan ponselnya kepada Axel. “Hallo? Bagaimana instruksi dari mamaku?” tanya Axel langsung kepada Steven. “Lalu saat ini apa yang kau temukan?” “Aku baru menelusuri keberadaannya di media sosial. Dia tidak punya akun apa pun. Aku juga baru saja menelusuri dari mana kau menemuinya: Barcelona. Ternyata, Robert bertemu dengan Emily di Hawai. Di sana dia tidak membuat reservasi atas namanya.” “Apa kau tahu atas nama siapa? Apakah itu atas nama Bree?” desak Axel. “Aku belum menemukan petunjuk lagi. Rasanya tidak ada reservasi atas nama itu. Atau dia mengacak namanya menjadi orang lain. Aku belum menyelidikinya.” “Apa dia di sini ketahuan mengunjungi seseorang?” tanya Axel lagi. “Negatif. Tidak ada apa pun. Robert hanya
Season IIISatu bulan kemudian, Steven belum mendapat asal usul Emily yang jelas. Nama belakangnya, Majorie, adalah sebuah keluarga utuh, walau ayah dan ibu sudah meninggal. Hanya ada satu anak. Dan itu Emily. Sayangnya tidak ada foto atau informasi di mana keluarga itu tinggal. Steven agak kesulitan, stress.“Kenapa kau terlalu memikirkannya?” tanya Axel kepada Steven, setelah dia berkata tentang penemuannya. “Aku bingung saja, mengapa dia bisa sebegitu misteriusnya, hingga sulit sekali menemukan jejak keluarganya.” Ruangan kerja Axel sesaat hening. Kecurigaan Axel sama seperti Steven, dari tatapan matanya seperti Bree. “Berapa kali Emily coba menemuimu?” tanya Steven. Axel menghela napas, lalu mengedikkan bahu, “Hanya satu kali, dia sengaja mengirimkan pesan kepadaku.” “Kau bisa menjebaknya, ambil sample dari dirinya, lalu aku akan selidiki lebih dalam.” “Apa kau gila!” seru Axel. “Aku tidak mau. Bagaimana nanti dengan perasaan Lily? Kau pikirkan saja cara yang lain.” Steven
Bab 163 AIKSeason IIIBree tahu kalau Robert akan seperti ini. “Kau tahu, kan, aku bosan ada di rumah terus. Apalagi dengan pekerjaan rumah yang banyak itu. Aku juga tidak merasa dihargai olehmu.” Rajukannya dimulai, matanya melirik ke arah Robert yang mendengus. “Lalu apa maumu?”“Aku ingin bekerja, jadi pelayan atau apa pun, asal aku tidak ada di rumah terus. Itu sama saja penghinaan untukku.”Robert menghela napas, pasalnya dia tidak ingin Bree keluar dari rumah ini. Robert bisa cemburu berat. “Apa pun, asal kau tidak pergi bekerja, Bree, aku tidak bia membiarkanmu bergaul dengan lelaki lain selain aku.” Robert akhinrya memaparkan pemikirannya. “Kau bisa memanfaatkan uang yang aku berikan.” Bree tidak mau kalah, ingat misinya datang ke sini adalah membalas dendam kepada Axel. “Tapi, aku juga bosan dengan itu, Rob.” Mau bagaiamana lagi?Robert berpikir keras. Mau tidak mau dia harus rela melepaskan Bree. “Atau aku akan pulang,”ancam Bree, sinis.g inin “Lagian, bukannya kau pe