Bab 163 AIKSeason IIIBree tahu kalau Robert akan seperti ini. “Kau tahu, kan, aku bosan ada di rumah terus. Apalagi dengan pekerjaan rumah yang banyak itu. Aku juga tidak merasa dihargai olehmu.” Rajukannya dimulai, matanya melirik ke arah Robert yang mendengus. “Lalu apa maumu?”“Aku ingin bekerja, jadi pelayan atau apa pun, asal aku tidak ada di rumah terus. Itu sama saja penghinaan untukku.”Robert menghela napas, pasalnya dia tidak ingin Bree keluar dari rumah ini. Robert bisa cemburu berat. “Apa pun, asal kau tidak pergi bekerja, Bree, aku tidak bia membiarkanmu bergaul dengan lelaki lain selain aku.” Robert akhinrya memaparkan pemikirannya. “Kau bisa memanfaatkan uang yang aku berikan.” Bree tidak mau kalah, ingat misinya datang ke sini adalah membalas dendam kepada Axel. “Tapi, aku juga bosan dengan itu, Rob.” Mau bagaiamana lagi?Robert berpikir keras. Mau tidak mau dia harus rela melepaskan Bree. “Atau aku akan pulang,”ancam Bree, sinis.g inin “Lagian, bukannya kau pe
Season IIIAxel keluar dari ruangan, Emily berdiri ketika bosnya itu mendekat kepadanya. “Jangan lupa persiapan ulang tahun anakku besok. Kau bisa telepon Kevin untuk detailnya,” kata Axel dengan tegas, sambil berlalu. Karena Kevin yang masih banyak urusan soal legal dan sebagainya. Emily harus mempersiapkan ulang tahun anak Axel yang kembar sendirian. “Baik, Pak,” jawab Emily. Saat ini Emily merasa ada di atas angin, Axel mulai mempercayainya. Jadi, dia akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya. “Ya, aku akan kembali dua hari lagi. Dan itu saat yang tidak tepat. Ulang tahun anak Pak Axel besok. Jadi, harusnya persiapannya tinggal ada di lapangan. Kau bisa lihat segala dokumen dan konsep ada di mejaku.” “Baik. Aku akan laksanakan.” “Terima kasih dan maaf sebelumnya,” ucap Kevin, ini pertama kalinya Axel memberi tugas mengurus perizinan dan juga melihat ke kebun anggur. “Tidak masalah, tenang saja,” jawab Emily. Dia mempelajari dokumen yang Kevin katakan. Memeriksa kelengkapan untu
Season III“Aku tahu kau masih marah dengan aku yang kebanyakan protes soal jam kerjamu,” Robert langsung duduk di sebelah Bree, menggenggam jemarinya dengan erat, menatap Bree dengan sungguh-sungguh. “Katakan, kau hanya bercanda, tidak bermaksud mengatakan itu.” “Aku hanya ingin kejelasan, Rob. Kalau aku hanya gundikmu, kapan saja kau bisa mengusirku.” “Aku ingin menikahimu, kau saja yang menolak,” debat Robert. “Bagaimana dengan keluargamu? Aku datang dari mana atau siapa ayah ibuku, mereka pasti bertanya soal itu, Rob,” mata Bree berkaca-kaca menatap Robert. Lelaki itu menarik napas, mengusap wajahnya dengan kasar. Bukan kesedihan, yang ada di hatinya juga kemarahan. Kenapa juga harus ada keluarga? Yang menikah kan hanya berdua. “Kita menikah, titik. Habis semua masalah.” Bree tercengang dengan perkataan Robert, badannya membeku. “Bagaimana? Aku akan siapkan segala sesuatunya dalam waktu satu minggu. Itu kejelasan dariku. Dan jawaban dari semua keraguanku. Hm?” Beberapa saa
Season IIILily ikutan bergembira dan berbaur dengan tamu-tamu yang datang. Walau kebanyakan tamu itu adalah teman dari Nyonya Margot. Namun, cucu-cucunya bisa bermain dengan si kembar. Dan Lily saling cerita dengan orang tua, berbagi tentang pengasuhan anak. “Kau beruntung kalau Axel mau berbagi jam malam. Coba kalau Martin, hah ...” keluh salah seorang tamu. Lily tersenyum, dari tamu-tamu undangan dia banyak memperhatikan. Ada beberapa macam tipe orang. Namun, yang Lily lakukan hanya membaur dan bicara seakrab mungkin, karena dia adalah tuan rumahnya. Axel yang beramah tamah dengan tamu lain, khawatir kalau Lily kaget. Jadi dia menghampirinya. “Kau baik-baik saja?” tanya Axel, sambil merangkul bahu Lily. “Aku baik, tidak perlu khawatir,” jawab Lily, Axel menggandengnya ke meja tempat camilan dan minuman ringan. “Minum dulu,” katanya mengambilkan satu gelas air jeruk lalu disodorkan untuk Lily. “Terima kasih,” jawab Lily, meneguk minuman yang Axel berikan. “Jangan lupa, aku a
Season IIIBree membeku sesaat, apa yang Robert maksudkan?“Itu, kan alasanmu selalu pulang terlambat?” desak Robert. “Karena dia?” tunjuknya ke arah rumah Axel. Suaranya membuat siapa saja menoleh ke arah Robert dan Bree.Wanita itu akhinya mendekat ke arah Robert. “Kita bicarakan di dalam mobil,” ucap Bree pelan. Lalu membuka pintu depan. Dia menatap tajam Robert sebelum masuk ke mobil.Bree menarik napas, harusnya dia tidak perlu terlalu khawatir akan kelakuan Robert. Dan, tadi Bree cukup syok mendengar pengakuan Axel. Kalau Bree sedang diselidiki oleh Axel.Jadi, mau tidak mau, Bree mengalah dulu. Apa pun yang Robert saat ini minta, mungkin Bree akan menurutinya.Robert tetap tersenyum ketika melewati gerbang rumah Axel.Namun dalam seketika wajahnya beubah lagi menjadi datar.“Ada apa sebenarnya?” tanya Bree hati-hati. “Apa kau cemburu denganku?”Robert menoleh singkat ke arah Bree, mengapa Emily bisa mudahnya menebak apa yang Robert rasakan. “Ya.”Kabin mobil itu hening sejenak.
Season IIILily berpikir sejenak. “Um, keluarkan Emily dari kantormu.”Mata Axel memelotot, badannya membeku. Menatap Lily, tangannya mengambang di udara.Lily tahu kalau itu tidak akan Axel lakukan. “Apa kau selesai menyuapi aku?” tanyanya tanpa ada nada bersalah sedikit pun.Axel mengerjap, tangannya lalu bergerak kea rah mulut Lily. “Kau tahu, kan, tidak semudah itu memecat atau menerima karyawan?”Lily menelan makanannya dengan cepat, agar bisa membantah apa yang Axel ucapkan. “Aku tahu. Tapi aku juga tahu, kau bisa mengambil keputusan yang terbaik.”Wanita itu bangkit dari terpian ranjang. Seperti tidak ada lagi yang bisa dibantah, atau keputusannya ini adalah mutlak. Lily mengambil air mineral yang ada di nakas.Axel mengikuti gerakan istrinya itu.Lily tidak berkata apa-apa lagi, dia melirik Axel dengan senyuman terpaksa sambil melewati suaminya.Axel diam seperti diintimidasi, “Apa dia baru saja mengintimidasiku?” tanyanya sendirian, Lily sudah tidak ada lagi di kamar ini. Lel
Season IIIMata Axel membesar begitu Bree masuk ke ruangan. “Biasanya Kevin yang antar makanan untukku.”“Oh, Pak Kevin sedang ada pekerjaan mendadak,” jawab Emily. Mendekat ke arah meja Axel tanpa memedulikan ekspresi Axel. Sejak di pintu masuk Bree memasang wajah murung, ini mungkin akan menarik perhatian Axel.Bree menyingkirkan beberapa barang yang ada d meja Axel, agar nampan makanannya bisa ada di sana.Dan jujur saja, Bree hari ini memakai pakaian yang cukup menggoda. Blus putih yang terlihat dalamannya. Rok kerja di atas lutut dan parfum yang Axel suka.Jadi, ketika Bree meletakkan nampan dekat Axel, bau badannya terendus.“Silakan, Pak,” kata Bree dengan ramah, meski wajahnya murung.Dan Axel benar tertarik. “Apa kau ada masalah?” tanyanya. “Sejak tadi datang aku lihat wajahmu murung?”Axel bertanya sekadar basa-basi, dia tidak ingin dinilai acuh kepada karyawannya.“Apakah ada masalah dengan Robert?”Bree bersorak dalam hatinya. Lalu mengangguk lemah, seperti memang ada masa
Season IIIKesokan harinya.Axel datang pagi ke perusahaan, sudah ada Kevin, karena mereka sudah ada janji pagi ini dengan bagian marketing.“Bagaimana dengan iklan?” tanya Axel. Setelah di bagian marketing menjelaskan masalah perencanaan penjualan. “Apa kalian suda memikirkan bagian ini juga? Produk kita adalah konsumsi untuk dua puluh tahun ke atas.”Manajer marketing di perusahaan itu mengambil napas. “Untuk iklan, rasanya tidak menggunakan kata harafiah. Dan kami menyarankan untuk soft selling. Ada beberapa artis yang akan kami bayar untuk itu.”Axel manggut-manggut, “Boleh juga, kalian bisa kasi tahu soal finalisasinya.”“Baik, Pak. Kami akan informasikan nanti.”“Bagaimana? Apakah ada lagi?” tanya Axel, lalu melirik ponselnya. Dia menunggu kabar dari Lily soal Aiden yang demam tadi malam.“Tidak ada,” jawab salah satu staf marketing.“Oke, kalau begitu, rapat ini sampai sini dulu,” ujar Axel, lalu merapikan kertas yang ada di depannya. Dia berikan kepada Kevin.Semua peserta rap