Season IIIKesokan harinya.Axel datang pagi ke perusahaan, sudah ada Kevin, karena mereka sudah ada janji pagi ini dengan bagian marketing.“Bagaimana dengan iklan?” tanya Axel. Setelah di bagian marketing menjelaskan masalah perencanaan penjualan. “Apa kalian suda memikirkan bagian ini juga? Produk kita adalah konsumsi untuk dua puluh tahun ke atas.”Manajer marketing di perusahaan itu mengambil napas. “Untuk iklan, rasanya tidak menggunakan kata harafiah. Dan kami menyarankan untuk soft selling. Ada beberapa artis yang akan kami bayar untuk itu.”Axel manggut-manggut, “Boleh juga, kalian bisa kasi tahu soal finalisasinya.”“Baik, Pak. Kami akan informasikan nanti.”“Bagaimana? Apakah ada lagi?” tanya Axel, lalu melirik ponselnya. Dia menunggu kabar dari Lily soal Aiden yang demam tadi malam.“Tidak ada,” jawab salah satu staf marketing.“Oke, kalau begitu, rapat ini sampai sini dulu,” ujar Axel, lalu merapikan kertas yang ada di depannya. Dia berikan kepada Kevin.Semua peserta rap
Season IIILily menaruh sarapan di nakas, napas Axel masi teratur, “Apa dia masih tidur dengan pulas?” batinny bertanya.Untuk memastikan Axel masih tidur atau tidak, Lily mendekatkan kepalanya ke arah Axel.Namun, reaksi Axel di luar dugann Lily. Tangan lelaki itu dengan cepat menarik Lily, hingga terjatuh tepat di depan Axel.“Axel!” protes Lily pura-pura kaget dan kesal. “Kau mengagetkan aku.”“Aku merindukan kamu,” ujar Axel dengan suara yang berat sambil mengendus rambut Lily yang wangi semerbak.“Charlotte rewel semalaman?” tanya Lily.“Ya. Mungkin dia mau tumbuh gigi juga seperti Aiden. Tapi setelah aku gendong dia tenang.”“Kenapa kau tidak membangunkan aku?” protes Lily sambil menatap mata Axel yang bening.“Tidak masalah, aku bisa mengatasinya. Kau juga kelelahan, kan?”“Apa bedanya Kau juga lela harus bekerja seharian.”Axel berpikir sejenak. “Ya, memang lelah. Tapi untuk mengendong gadis kecilku, semangat dan energiku terisi lagi.”Lily hanya tersenyum, “Di mana aku bisa d
Season III“Bagaimana? Apa kau dapat obat yang dimaksud oleh Pak Andes?” tanya Molly, yang repot-repot ke ruangan Bree untuk menanyakan kabar vitamin itu.Bree mendongak, menatap Molly. “Oh, sudah. Tadi juga sudah aku minta sopir antar ke rumah Pak Axel langsung.”“Bagus kalau begitu,” Molly menghela napas.Bree tersenyum begitu Molly melepaskan wajahnya yang cemas.“Kau tahu sendiri bagaimana Pak Andes. Baru kembali dari ruangan Pak Axel dia langsung menanyakan bagaimana obat untuk anak-anak Pak Axel. Hah … kenapa para bos itu selalu membuat kita cemas,” gerutu Molly.“Jelas saja, karena mereka membayar kita, kan?” hibur Bree.“Emily, bagaimana kalau nanti kita makan malam bersama di luar Aku yang traktir?”Bree melirik jam tangan, “Kalau itu aku tidak bisa,” jawabnya tanpa ragu. Dia melirik ke arah ruangan Axel. Apakah Kevin sudah kembali?“Ayolah, sebagai bentuk rasa terima kasihku kepadamu.”Bree memasang wajah menyesal, “Maaf, aku tidak bisa, nanti Robert pasti banyak bertanya ak
Beberapa hari kemudian, Lily merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Seperti tangan yang sering gemetar dan kepalanya sering sakit.“Mungkin ada baiknya kau periksa ke dokter,” anjur Nyonya Margot. Lily terlihat pucat, dia juga khawatir. Beberapa hari belakangan, Lily tidak terliat baik-baik saja.“Ya, aku akan minta sopir antar ke rumah sakit,” jawab Lily, makanan di piringnya masih utuh.Nyonya Margot melirik piring Lily, “Biar Meredith yang antar. Aku khawatir akan terjadi sesuatu denganmu.”Axel siang ini sibuk dengan jadwal di kantor. Namun, dia tetap menanyakan kemajuan penyelidikan Kevin soal Emily.“Bagaimana apa kau berhasil menemukan bukti yang bisa untuk dites DNA?” tanya Axel begitu selesai rapat mengenai hasil penjualan.Kevin mengangguk, “Saya mengambil sidik jari di gelas. Lalu, saya menemukan sisir yang biasa nyonya pakai. Saya pikir itu cukup. Kita akan tahu, apakah sampel itu bisa dites atau tidak dalam beberapa hari.”Axel manggut-manggut, “Bagus kalau begitu.”Tidak
Season III“Semua sekarang terungkap!” Steven langsung mencerocos. Axel menegakkan badan siap mendengarkan apa yang dikatakan Steven.“Cepat katakan!” titah Axel seolah dia tidak ingin menunggu walau hanya satu menit lagi. “Lily saat ini ada di rumah sakit, aku curiga ada yang mencoba meracuninya.”Steven menghela napas, “Aku turut bersedih. Baik, kembali ke permasalahan Emily. Aku tidak menemukan jejak Emily sama sekali di sini. Hanya saja aku menemukan jejak Wanda.”“Wanda?” ulang Axel tidak mengerti.“Dan, atas kerja samaku dengan teman yang ada di perusahaan telekomunikasi, Wanda sering menghubungi Emily. Dan kemarin aku berhasil menyadap pembicaraan mereka. Aku mengirimkannya lewat surel. Nanti kau bisa mendengarkannya.”Axel menghembuskan napas, lalu memijat pelipisnya. “Lily … Diduga menelan racun yang perlahan akan mengakibatkan kematian. Apakah itu ulah Wanda?”“Bisa jadi. Kalau kau mau aku akan menyelidiki lebih lanjut. Mungkin sebentar lagi mereka akan saling bertelepon, me
Season IIIBree tentu saja ingin menyampaikan kabar ini ke Wanda.“Apa kau yakin kalau Lily di rumah sakit?” tanya Wanda tidak percaya dengan apa yang diucapkan Bree. “Setelah beberapa kali gagal apa kau yakin kali ini akan berhasil?”Bree mendengus, terdengar di penyuara telepon, “Kenapa kau selalu meragukan aku? Aku yakin tadi meninggalkan kantor lebih cepat.”“Apa yang kau berikan sampai Lily masuk rumah sakit?” tanya Wanda penasaran dengan apa yang Bree lakukan.“Aku memberinya vitamin untuk ibu menyusui. Dan di dalamnya aku berikan zat yang akan memberikan efek kerusakan organ.”“Aku tidak menyangka idemu kali ini sangat brilian. Dan sekarang, apakah Lily sekarat?”“Aku berani taruan begitu, dosis yang aku berikan memang sedikit, tapi mampu merusak semua organnya.”“Itu baru kabar yang bagus, Bree. Sekarang aku bisa tersenyum sedikit mendengar kabar ini.”“Kau kan selalu tertawa-tawa, apa bedanya sekarang?” cibir Bree.Wanda jengkel, “Tapi kabar ini membuatku jauh lebih baik dari
Season III“Apa kau yakin dengan rencanamu ini?” tanya Nyonya Margot, “Bagaimana kalau nanti gagal? Atau, dia tahu rencanamu?” tanyanya panik. “Lily memang belum siuman. Tapi, kalau dia siuman, apakah dia akan setuju akan rencanamu?”Axel dan Steven saling menatap, bergantian, mereka menatap Meredith yang tampak tenang.“Kami akan mengusahakan semuanya agar Axel bisa menjebak Bree dan Wanda. Karena untuk menjerat mereka dan melaporkan ke pohak kepolisian, kita memerlukan bukti yang akurat, Nyonya. Dari rekaman Steven, tidak akan cukup.”Nyonya Margot ketakutan setengah mati, “Aku tidak pandai bersandiwara,” tangannya gemetar. “Aku takut, nanti malah bocor ketika aku bertemu dengan siapa itu namanya?”“Emily,” sambar Axel sambil menghela napas. “Mama tidak perlu khawatir, kita juga ada Kevin yang akan ada di sini selama sandiwara ini berlangsung.”“Aku kan, asisten nyonya,” kata Meredith pelan.“Ya, maksudku selain kamu,” timpal Axel. “Ini sudah menjadi tekadku, Ma. Dan harus ada yang
Season IIIBeberapa hari berselang, Nyonya Margot mengumumkan kalau peti mati Lily akan dimakamkan.Bree yang sejak hari pertama sibuk, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Dia terus melancarkan serangan kepada Nyonya Margot.“Nyonya, apa mau kuambilkan minum?” tanya Bree saat di rumah duka. Ada beberapa pelayat yang datang. Dan karena ini adalah doa bersama sebelum pemakaman, jadi ada pendeta yang mendampingi Margot. Dan ada relasi yang datang.Nyonya Margot melirik Axel yang ada di sampingnya.Axel tidak merespon apa pun. Dia hanya diam, matanya berkaca-kaca.“Boleh, sekalian kau panggilkan Meredith,” tambah Nyonya Margot.“Baik, Nyonya,” jawab Bree, sambil menggerutu dalam hatinya. Coba saja, sebentar lagi nyonya tua itu akan mati di tangannya.Bree mengambilkan teh hangat untuk Nyonya Margot. “Ini, Nyonya, silakan,” ujar Bree sambil memberikan cangkir dengan tatakan.“Terima kasih, kau baik sekali, Emily. Kau mengingatkanku atas menantuku yang …” Nyonya Margot menangis tersedu-s