Season IIILily ikutan bergembira dan berbaur dengan tamu-tamu yang datang. Walau kebanyakan tamu itu adalah teman dari Nyonya Margot. Namun, cucu-cucunya bisa bermain dengan si kembar. Dan Lily saling cerita dengan orang tua, berbagi tentang pengasuhan anak. “Kau beruntung kalau Axel mau berbagi jam malam. Coba kalau Martin, hah ...” keluh salah seorang tamu. Lily tersenyum, dari tamu-tamu undangan dia banyak memperhatikan. Ada beberapa macam tipe orang. Namun, yang Lily lakukan hanya membaur dan bicara seakrab mungkin, karena dia adalah tuan rumahnya. Axel yang beramah tamah dengan tamu lain, khawatir kalau Lily kaget. Jadi dia menghampirinya. “Kau baik-baik saja?” tanya Axel, sambil merangkul bahu Lily. “Aku baik, tidak perlu khawatir,” jawab Lily, Axel menggandengnya ke meja tempat camilan dan minuman ringan. “Minum dulu,” katanya mengambilkan satu gelas air jeruk lalu disodorkan untuk Lily. “Terima kasih,” jawab Lily, meneguk minuman yang Axel berikan. “Jangan lupa, aku a
Season IIIBree membeku sesaat, apa yang Robert maksudkan?“Itu, kan alasanmu selalu pulang terlambat?” desak Robert. “Karena dia?” tunjuknya ke arah rumah Axel. Suaranya membuat siapa saja menoleh ke arah Robert dan Bree.Wanita itu akhinya mendekat ke arah Robert. “Kita bicarakan di dalam mobil,” ucap Bree pelan. Lalu membuka pintu depan. Dia menatap tajam Robert sebelum masuk ke mobil.Bree menarik napas, harusnya dia tidak perlu terlalu khawatir akan kelakuan Robert. Dan, tadi Bree cukup syok mendengar pengakuan Axel. Kalau Bree sedang diselidiki oleh Axel.Jadi, mau tidak mau, Bree mengalah dulu. Apa pun yang Robert saat ini minta, mungkin Bree akan menurutinya.Robert tetap tersenyum ketika melewati gerbang rumah Axel.Namun dalam seketika wajahnya beubah lagi menjadi datar.“Ada apa sebenarnya?” tanya Bree hati-hati. “Apa kau cemburu denganku?”Robert menoleh singkat ke arah Bree, mengapa Emily bisa mudahnya menebak apa yang Robert rasakan. “Ya.”Kabin mobil itu hening sejenak.
Season IIILily berpikir sejenak. “Um, keluarkan Emily dari kantormu.”Mata Axel memelotot, badannya membeku. Menatap Lily, tangannya mengambang di udara.Lily tahu kalau itu tidak akan Axel lakukan. “Apa kau selesai menyuapi aku?” tanyanya tanpa ada nada bersalah sedikit pun.Axel mengerjap, tangannya lalu bergerak kea rah mulut Lily. “Kau tahu, kan, tidak semudah itu memecat atau menerima karyawan?”Lily menelan makanannya dengan cepat, agar bisa membantah apa yang Axel ucapkan. “Aku tahu. Tapi aku juga tahu, kau bisa mengambil keputusan yang terbaik.”Wanita itu bangkit dari terpian ranjang. Seperti tidak ada lagi yang bisa dibantah, atau keputusannya ini adalah mutlak. Lily mengambil air mineral yang ada di nakas.Axel mengikuti gerakan istrinya itu.Lily tidak berkata apa-apa lagi, dia melirik Axel dengan senyuman terpaksa sambil melewati suaminya.Axel diam seperti diintimidasi, “Apa dia baru saja mengintimidasiku?” tanyanya sendirian, Lily sudah tidak ada lagi di kamar ini. Lel
Season IIIMata Axel membesar begitu Bree masuk ke ruangan. “Biasanya Kevin yang antar makanan untukku.”“Oh, Pak Kevin sedang ada pekerjaan mendadak,” jawab Emily. Mendekat ke arah meja Axel tanpa memedulikan ekspresi Axel. Sejak di pintu masuk Bree memasang wajah murung, ini mungkin akan menarik perhatian Axel.Bree menyingkirkan beberapa barang yang ada d meja Axel, agar nampan makanannya bisa ada di sana.Dan jujur saja, Bree hari ini memakai pakaian yang cukup menggoda. Blus putih yang terlihat dalamannya. Rok kerja di atas lutut dan parfum yang Axel suka.Jadi, ketika Bree meletakkan nampan dekat Axel, bau badannya terendus.“Silakan, Pak,” kata Bree dengan ramah, meski wajahnya murung.Dan Axel benar tertarik. “Apa kau ada masalah?” tanyanya. “Sejak tadi datang aku lihat wajahmu murung?”Axel bertanya sekadar basa-basi, dia tidak ingin dinilai acuh kepada karyawannya.“Apakah ada masalah dengan Robert?”Bree bersorak dalam hatinya. Lalu mengangguk lemah, seperti memang ada masa
Season IIIKesokan harinya.Axel datang pagi ke perusahaan, sudah ada Kevin, karena mereka sudah ada janji pagi ini dengan bagian marketing.“Bagaimana dengan iklan?” tanya Axel. Setelah di bagian marketing menjelaskan masalah perencanaan penjualan. “Apa kalian suda memikirkan bagian ini juga? Produk kita adalah konsumsi untuk dua puluh tahun ke atas.”Manajer marketing di perusahaan itu mengambil napas. “Untuk iklan, rasanya tidak menggunakan kata harafiah. Dan kami menyarankan untuk soft selling. Ada beberapa artis yang akan kami bayar untuk itu.”Axel manggut-manggut, “Boleh juga, kalian bisa kasi tahu soal finalisasinya.”“Baik, Pak. Kami akan informasikan nanti.”“Bagaimana? Apakah ada lagi?” tanya Axel, lalu melirik ponselnya. Dia menunggu kabar dari Lily soal Aiden yang demam tadi malam.“Tidak ada,” jawab salah satu staf marketing.“Oke, kalau begitu, rapat ini sampai sini dulu,” ujar Axel, lalu merapikan kertas yang ada di depannya. Dia berikan kepada Kevin.Semua peserta rap
Season IIILily menaruh sarapan di nakas, napas Axel masi teratur, “Apa dia masih tidur dengan pulas?” batinny bertanya.Untuk memastikan Axel masih tidur atau tidak, Lily mendekatkan kepalanya ke arah Axel.Namun, reaksi Axel di luar dugann Lily. Tangan lelaki itu dengan cepat menarik Lily, hingga terjatuh tepat di depan Axel.“Axel!” protes Lily pura-pura kaget dan kesal. “Kau mengagetkan aku.”“Aku merindukan kamu,” ujar Axel dengan suara yang berat sambil mengendus rambut Lily yang wangi semerbak.“Charlotte rewel semalaman?” tanya Lily.“Ya. Mungkin dia mau tumbuh gigi juga seperti Aiden. Tapi setelah aku gendong dia tenang.”“Kenapa kau tidak membangunkan aku?” protes Lily sambil menatap mata Axel yang bening.“Tidak masalah, aku bisa mengatasinya. Kau juga kelelahan, kan?”“Apa bedanya Kau juga lela harus bekerja seharian.”Axel berpikir sejenak. “Ya, memang lelah. Tapi untuk mengendong gadis kecilku, semangat dan energiku terisi lagi.”Lily hanya tersenyum, “Di mana aku bisa d
Season III“Bagaimana? Apa kau dapat obat yang dimaksud oleh Pak Andes?” tanya Molly, yang repot-repot ke ruangan Bree untuk menanyakan kabar vitamin itu.Bree mendongak, menatap Molly. “Oh, sudah. Tadi juga sudah aku minta sopir antar ke rumah Pak Axel langsung.”“Bagus kalau begitu,” Molly menghela napas.Bree tersenyum begitu Molly melepaskan wajahnya yang cemas.“Kau tahu sendiri bagaimana Pak Andes. Baru kembali dari ruangan Pak Axel dia langsung menanyakan bagaimana obat untuk anak-anak Pak Axel. Hah … kenapa para bos itu selalu membuat kita cemas,” gerutu Molly.“Jelas saja, karena mereka membayar kita, kan?” hibur Bree.“Emily, bagaimana kalau nanti kita makan malam bersama di luar Aku yang traktir?”Bree melirik jam tangan, “Kalau itu aku tidak bisa,” jawabnya tanpa ragu. Dia melirik ke arah ruangan Axel. Apakah Kevin sudah kembali?“Ayolah, sebagai bentuk rasa terima kasihku kepadamu.”Bree memasang wajah menyesal, “Maaf, aku tidak bisa, nanti Robert pasti banyak bertanya ak
Beberapa hari kemudian, Lily merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Seperti tangan yang sering gemetar dan kepalanya sering sakit.“Mungkin ada baiknya kau periksa ke dokter,” anjur Nyonya Margot. Lily terlihat pucat, dia juga khawatir. Beberapa hari belakangan, Lily tidak terliat baik-baik saja.“Ya, aku akan minta sopir antar ke rumah sakit,” jawab Lily, makanan di piringnya masih utuh.Nyonya Margot melirik piring Lily, “Biar Meredith yang antar. Aku khawatir akan terjadi sesuatu denganmu.”Axel siang ini sibuk dengan jadwal di kantor. Namun, dia tetap menanyakan kemajuan penyelidikan Kevin soal Emily.“Bagaimana apa kau berhasil menemukan bukti yang bisa untuk dites DNA?” tanya Axel begitu selesai rapat mengenai hasil penjualan.Kevin mengangguk, “Saya mengambil sidik jari di gelas. Lalu, saya menemukan sisir yang biasa nyonya pakai. Saya pikir itu cukup. Kita akan tahu, apakah sampel itu bisa dites atau tidak dalam beberapa hari.”Axel manggut-manggut, “Bagus kalau begitu.”Tidak