Semua Bab SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI: Bab 21 - Bab 30

128 Bab

21. Bully-an Leon

"Gimana Abrina? Ada yang mau disampaikan pada Pak Gibran?" tanya Livia saat melihat Abrina justru termenung. "Nama kamu Abrina kan? Temannya Gavin?" tanyanya bersikap profesional. Abrina hanya mengangguk pelan. "Jadi apa yang mau kamu sampaikan pada Pak Gibran," ulang Livia. "Tidak ada." Kali ini Abrina menggeleng, "kalo begitu saya permisi," pamitnya kemudian. Gadis itu melangkah meninggalkan lobi kantornya Gibran. Abrina menyusuri jalan. Seperti biasa tangannya membawa kantong plastik berisi boks untuk donat jualannya. Meski hari ini jualannya habis, entah mengapa Abrina merasa tidak begitu bahagia. Gadis itu sedikit kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Gibran. Padahal dia sudah menggantungkan harapannya pada pemuda itu. Abrina ingin bekerja pada Gibran. Abrina menghentikan angkot yang melintas. Gadis itu menaiki kendaraan tersebut. Kebetulan sedikit sepi, sehingga dia masih kebagian tempat duduk. Hanya saja selama dalam perjalanan, pikiran Abrina melayang entah kemana. Ot
Baca selengkapnya

22. Melamar Pekerjaan Lagi

Semantara itu sobat kental Gavin yang bernama Eza tercengang melihat kelakuan Leon. Dia dan ketiga temannya lekas berlari menolong Abrina. "Bi, elu gak papa?" tanya Eza peduli. Abrina tidak menjawab. Gadis itu hanya bisa terisak sembari menatap donat-donatnya yang sudah kotor. "Leon emang sembarangan, maksudnya dia apa sih?" ujar Eza ikutan kesal. Sedangkan ketiga temannya memunguti donat-donatnya milik Abrina. "Nah itu Leon!" tunjuk teman Eza begitu melihat Leon ke luar dari arah toilet, "Leon!" panggilnya. Leon mendengar namanya dipandang. Namun, dia berpura-pura tidak mendengarnya. Pemuda itu menjauh tanpa mengindahkan panggilan itu. Namun Eza segera berlari mencegatnya. "Lu jadi orang jahat banget, ya!" kecamatan Eza gemas. "Udah nabrak Bina sampai jatuh dan barang dagangannya tumpah main selonong aja. "Boro-boro tanggung jawab bayar, minta maaf pun enggak.""Waduh gue gak sengaja, Za," dalih Leon cuek, "tadi gue lagi kebelet banget buang air.""Alah alesan!""Serius, Za," b
Baca selengkapnya

23. Lady Escort

Abrina menatap Eza. Gadis itu seolah ingin meminta masukan dari pemuda itu."Apa yang membuat elu ragu, Bi?" tanya Eza seakan bisa membaca isi pikiran Abrina.Tidak enak dengan sang manajer, Abrina berbisik, "pemandu lagu kan imejnya jelek, Za," tuturnya jujur.Eza menarik napas panjang. "Ingat tujuan awal kenapa elu mau mencari pekerjaan. Elu mau bantu mamah lu kan biar dia gak kerja lagi? Biar dia gak kecapean lagi?"Abrina mengangguk lemah."Udah lu gak usah denger apa kata orang, yang penting niat lu baik, Bi," pesan Eza serius, "lu kerja aja yang bener. Kumpulin gajian sama bonus yang lu dapat buat modal usaha Mamah lu. Kalau usaha rumah lu udah berkembang, lu bisa kok cabut dari sini."Abrina mencerna kalimat yang diucapkan oleh Eza. Pemuda itu ada benarnya. Semua tergantung pada niatnya. Dan niat Abrina adalah demi bisa mengurangi beban sang ibu."Baiklah aku mau," putus Abrina kemudian.Eza dan sang manager tersenyum senang mendengar keputusan Abrina.Abrina kembali menatap Pa
Baca selengkapnya

24. Tamu Abrina

Bibir Lusi seketika terangkat."Keren kan kabar yang aku kasih?" tanya Leon bangga, "so aku minta bonus dari Mbak ya," pintanya sembari menaikan satu alis."Buat Abrina menderita di tempat kerjanya, baru akan Mbak kasih kamu hadiah," janji Lusi serius."Pajero ya, Mbak," pinta Leon sambil menyengir."Eh gak usah ngelunjak ya! Itu motor yang kemarin aja belum pernah kamu pakai ke sekolah."Leon bangkit dari duduknya. "Males ah pake motor, apalagi yang udah pernah masuk ke bengkel," tuturnya sambil lalu."Hu sombong!" kecam Lusi. Namun, hatinya masih berbunga mendengar kabar dari sang adik. "Okeh ... Mas Haris harus liat kalo anaknya bisa juga jadi nakal."Malam harinya Lusi mendekati suaminya yang tengah mengerjakan pekerjaannya yang belum rampung di kantor. Dia menggunakan bekas kamarnya bersama Miranti untuk tempat kerjanya.Awalnya Lusi bertanya basa-basi. Hingga akhirnya perempuan itu menanyakan tentang kerja sama antara Haris dengan Gibran."Belum ada kesepakatan. Kata Livi, Gibr
Baca selengkapnya

25. Kemarahan Haris

Abrina tercengang. Dia tidak menyangka jika tamu yang akan dia layani malam ini adalah Haris ayah kandungnya. Ada rasa sedih dan rindu yang menyergap jiwa. Sebagai anak yang dulu kerap disayang oleh sang ayah, ingin sekali Abrina memeluk tubuh pria yang duduk di sofa minimalis berwarna merah tersebut. Namun, bila teringat betapa laki-laki tersebut yang telah membuat ibunya sedih, rasa rindu berubah menjadi benci. Abrina memejam sekejap. Dia tengah meyakinkan diri jika laki-laki yang juga tengah memandangnya bukanlah orang yang pantas dihormati. Akhirnya gadis itu mengangkat sedikit dagunya. Abrina harus tampil percaya diri di depan Haris. Gadis itu lantas menyalami beberapa tamu yang notabene adalah teman bisnisnya Haris. Dia melempar senyum manis pada dua orang laki-laki yang usianya memang sepantar Haris. Sementara itu Harus masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Abrina putri baiknya yang selalu tampil sopan dan elegan kali ini tampak begitu menyentak hatinya. Di ruang
Baca selengkapnya

26. Manajer Butterfly

Pria itu sudah habis kesabaran melihat sang anak berjoget-joget di hadapannya bersama kawan-kawannya. Abrina sendiri lekas berhenti. Begitu juga dengan kedua temannya Haris. Haris bangun dan segera mendekati Abrina. "Cukup buat papah malu, Bina!" ujarnya dengan suara yang bergetar. Rasa marah dan sedih bermuara di dalam hatinya saat ini. "Hah?" Kedua teman Haris saling berpandangan karena heran. Begitu juga dengan Ira yang hanya bisa melongo bingung. "Beneran dia anak kamu?" cecar si kacamata tidak percaya. Haris mengabaikan pertanyaan temannya. Matanya terus memindai sang putri. "Ayo kita balik sekarang!" ajaknya lekas menarik lengan Abrina. "Tolong lepaskan tangan saya," pinta Abrina dengan tatapan datar. Bukannya melepas pegangan, Haris justru mencengkeram lengan Abrina. "Kamu menolak pemberian uang dari papah dan memilih pekerjaan hina seperti ini?" tanyanya dengan dada yang turun naik menahan gejolak emosi. "Maaf, ini pekerjaan halal. Anda tidak bisa merendahkan sesuka hat
Baca selengkapnya

27. Bertemu Gibran

Abrina melangkah menjauhi Haris dan Pak manajer. Gadis itu terburu menuju ruang ganti. Dibukanya loker tempat dia menyimpan barang-barang. Tanpa berpikir panjang, Abrina mengganti pakaian dinasnya dengan baju sopan yang ia bawa. "Lho, Bi, kamu mau ke mana?" tanya Ira begitu Abrina ke luar dari fitting room. Abrina hanya menggeleng. Gadis itu kembali membuka lokernya. Sedangkan Ira bergerak mendekati. "Bener tadi Om Haris itu Papahnya kamu?" tanya Ira cukup selidik. "Bukan," sahut Abrina usai mengunci pintu loker. "Kamu jangan bohong, Bi," ujar Ira ingin tahu. Abrina tidak menyahut. Gadis itu memilih pergi. "Kamu mau ke mana?" teriak Ira mengulang pertanyaan. Di depan pintu Abrina berhenti. "Bilangin ke Pak manajer aku pulang.""Tapi, Bi ...." Ira tidak meneruskan kata-katanya karena Abrina terburu meraih gagang pintu. Dirinya terus menderapkan langkah. Beberapa sapaan dari pelayan atau temannya hanya ia tanggapi dengan anggukan. Abrina terus melangkah hingga tiba di luar But
Baca selengkapnya

28. Pria Berkumis

Sekali lagi Abrina dibuat terpana mendengarnya. "Kenapa Kak Gibran baik banget sama aku?" tanyanya begitu sang manajer berlalu. Gibran tersenyum. "Karena aku gak punya adik perempuan," jawabnya kalem. Seketika bunga-bunga yang beberapa menit lalu bermekaran di hati Abrina kembali kuncup. Namun, gadis itu berusaha mengabaikan perasaan kacaunya. Apalagi Gibran begitu perhatian padanya. Usai makan malam, pemuda itu mengajaknya bermain di Timezone. Abrina yang sudah lama tidak bermain tentu saja langsung setuju. Gadis itu begitu menikmati permainan. Beberapa kali dia dibuat cemberut tatkala Gibran berhasil mengalahkannya. "Gimana udah gak sedih lagi?" tanya Gibran begitu mereka selesai bertanding bola keranjang. Abrina mengangguk cepat. Tangannya mengibas-ibaskan tangan. Banyak bermain membuatnya gerah dan sedikit berkeringat. Gibran sendiri lekas merogoh kantong celananya. "Buat kamu," tuturnya seraya menyodorkan selembar sapu tangan berwarna krem. Sebagai seorang gadis lagi-lagi
Baca selengkapnya

29. Pertolongan Gavin

Gavin dan Gibran baru saja sampai di tanah air kemarin malam. Satu hari beristirahat dirinya memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Terlebih sudah mau dua minggu dirinya absen. Itu dikarenakan ibu dan adiknya yang beda ayah mengalami kecelakaan di Singapura. Keadaan keduanya cukup parah. Ibunya bahkan harus menjalani operasi. Karena mengalami trauma yang parah pada tulang belakangnya. Sehingga untuk saat ini ibunya Gavin belum bisa berjalan lagi. Itulah sebab Gibran dan Gavin tertahan lama di Singapura. Sebenarnya baik Gibran maupun Gavin sudah ingin pulang dari seminggu di sana. Gibran dengan segudang pekerjaan, sedangkan Gavin yang sangat merindukan teman-temannya. Terutama dia kangen ingin menjahili Abrina. Pagi ini Gavin bangun pagi. Dia sedang bersiap berangkat ke sekolah. Semenjak neneknya meninggal Gavin hanya hidup berdua saja dengan Gibran. Sayangnya sang kakak memutuskan untuk tinggal di apartemen yang letaknya dekat dengan kantornya. Saat ini Gavin hanya tinggal berdua
Baca selengkapnya

30. Permintaan Gavin

"Cukup!"Abrina dan Si kumis menoleh. Gavin menatap si kumis dengan emosi. Tanpa berpikir panjang dia langsung mengarahkan tinjuannya pada wajah pria tersebut. Mendapatkan dua tonjokan pada hidung dan mulut, bibir si kumis pecah mengeluarkan darah. Belum puas dengan tonjokannya, Gavin menendang perut si kumis. Cukup keras sehingga pria tersebut harus tersungkur karenanya. Gavin justru kembali melancarkan serangan. Dia menendang perut gendut laki-laki tersebut. Sehingga si kumis mesti mengerang merasakan sakit. Sementara beberapa pelayan yang melihat lekas turun untuk memanggil Pak manajer. "Jangan lagi lo gangguin ceweknya gue!" sentak Gavin seraya menarik lengan Abrina ke belakang tubuhnya. Pemuda itu kembali mendaratkan tendangan pada kaki si kumis. Setelah itu langsung menyeret Abrina pergi. Keduanya menuruni anak tangga dengan langkah yang cukup cepat. "Bina, ngapain lu ada di sini?" tanya Gavin begitu mereka ada di lantai bawah. "Ini ngapain juga pake celana sependek ini, k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status