All Chapters of Menjadi Istri Dadakan Presdir Tampan: Chapter 81 - Chapter 90

298 Chapters

Bab 81 - Pesan Penuh Cinta?

[Kaisar, apakah kamu akan pulang untuk makan malam?] Wanita itu tetap mengirimkan pesan sederhana secara rutin, entah itu menanyakan apakah Kaisar sudah makan atau apakah mereka akan makan bersama. Beberapa hari sudah lewat sejak Kaisar menjemput istrinya tersebut dari tempat pemesanan properti dan setelah hari itu, hubungan Embun dan Kaisar seperti kembali biasa–tanpa Kaisar yang menghindar di setiap momennya. Embun pun tampak sedikit lebih santai, karena Kaisar turut membantu sedikit persiapan pembukaan cabang kafe Embun–baik secara diam-diam maupun kentara dengan memberikan saran. Kebiasaan mengobrol mereka belakangan ini mulai rutin lagi. “Ya.” Kaisar membalas pesan istrinya tersebut dengan singkat. Tidak lama, ada pesan lain dari Embun yang masuk ke ponselnya. [Kemarin kamu yang masak. Malam ini giliranku, ya? Kamu mau apa?] Tanpa sadar, Kaisar tersenyum kecil karena Embun sudah mengubah cara bicaranya dengan Kaisar. Ia merasa sedikit lebih dekat dengan istri dadakannya t
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more

Bab 82 - Kebahagiaan Embun

“Bu Embun? Selamat sore!” Embun melirik layar ponselnya untuk memastikan identitas si penelepon. Namun, ia tidak salah lihat. Tidak tertera nama kontak di sana, meskipun Embun mengenali suara Pak Heru di seberang saluran telepon. “Pak Heru?” tanggap Embun ragu. “Betul, Bu. Maaf saya menghubungi Ibu dengan nomor lain,” ucap si penelepon. “Saya ingin follow up mengenai perkembangan persiapan pembukaan restoran.” Embun mengangguk, meskipun Pak Heru tidak dapat melihatnya. Ia kemudian sedikit menjabarkan mengenai perkembangan persiapan yang dilakukan oleh pihaknya. “Jadi Bapak tidak perlu khawatir.” Embun mengakhiri penjabarannya. Di seberang, Pak Heru terdengar lega. “Baik, Bu. Kalau begitu, saya tunggu Bu Embun sesuai kesepakatan kemarin ya.” “Baik, Pak. Selamat sore.” Baru saja Embun mengakhiri panggilan, ponselnya kembali berdering. Kali ini, nama si penelepon tertera jelas dan hal tersebut membuatnya tersenyum saat mengangkatnya. “Halo, Kaisar?” Embun berucap dengan suarany
last updateLast Updated : 2024-02-10
Read more

Bab 83 - Satu Lokasi Kerja

“Permisi. Dengan Ibu Embun?” Baik Embun maupun Pak Heru menoleh ke pintu masuk. Berdiri di sana, seorang pria muda dengan seragam ekspedisi pengantaran, menatap Embun dengan pandangan bertanya. Di tangannya, ada papan alas dengan lembaran tanda terima dan satu buket besar bunga. “Bu Embun?” Pria muda itu mengulang. “Ah, ya.” Embun berdiri. “Saya sendiri.” Wanita itu kemudian berjalan menghampiri pria tersebut. “Ada kiriman bunga untuk Ibu Embun.” Pria itu menyodorkan papan alas pada Embun. “Silakan tanda tangan di tempat yang sudah ditandai, Bu. Ada dua jenis bunga yang dikirimkan.” Tampak bingung, Embun melihat surat tanda terima yang kini ada di tangannya. Di sana tertera jenis bunga yang dikirimkan padanya, yakni rangkaian bunga ucapan selamat setinggi satu setengah meter yang rupanya sudah ada di samping pintu masuk, dan satu buket bunga yang langsung diangsurkan pada Embun begitu Embun membubuhkan tanda tangannya. “Terima kasih. Selamat atas cabang barunya, Ibu Embun.” Si
last updateLast Updated : 2024-02-11
Read more

Bab 84 - Sayang Sekali Dia Sibuk

Sedetik. Dua detik. Kaisar melihat tersenyum ke arahnya, membuat pria itu kembali tertegun. Kakinya hendak melangkah untuk menghampiri istrinya tersebut, tapi urung saat asisten pribadinya berkata, “Pak Kaisar, kehadirannya sudah ditunggu di ruang rapat.” “Hm.” Kaisar akhirnya berputar balik dan melangkah menjauh dari Embun. Sekilas, ia melirik wanita tersebut. Di sisi lain, senyum Embun perlahan memudar ketika melihat Kaisar justru berjalan menjauh. “Ada apa, Bu?” Pak Heru bertanya, membuat Embun mengalihkan pandangan ke pria paruh baya tersebut. “Hm?” Embun kembali tersenyum pada manajer hotel tersebut. “Ah, tidak, Pak. Tadi saya melihat Pak Kaisar saja.” “Oooh.” Pak Heru mengangguk-angguk. “Sayang sekali beliau tidak kemari ya, Bu. Saya lihat belakangan Pak Kaisar makin sibuk saja. Mungkin karena itu.” Embun mengangguk. “Tidak apa-apa. Pak Kaisar memang kelihatan sekali sedang sibuk,” tanggapnya dengan senyum. “Iya, Bu.” Pak Heru mengiakan. Ia tidak tahu kalau bosnya itulah
last updateLast Updated : 2024-02-12
Read more

Bab 85 - Makan Bersama Kaisar

“Masakanmu.” Usai membalas Kaisar, Embun kembali fokus pada pembukaan kafenya. Ia juga mengambil beberapa foto tambahan untuk media sosial Kafe Senjakala, termasuk dengan beberapa karyawan. Mungkin ia akan menugaskan stafnya untuk membuat media sosial lain untuk cabang di hotel ini. Baru ketika itu, Embun teringat sesuatu. “Media sosial Aletta waktu itu,” gumam wanita berambut sebahu tersebut pada dirinya sendiri. Dikeluarkannya ponsel untuk membuka media sosial milik Embun. Masih di sana. Unggahan foto-fotonya juga tidak banyak berubah–lebih berfokus ke Aletta dibandingkan ke kafe milik Embun sendiri. Kali ini, Embun mengirimkan pesan kepada Aletta mengenai akun tersebut. Namun, ia memang tidak berharap langsung mendapatkan jawaban. Kemungkinan, sama sepertinya, Aletta sedang sibuk. Menjadi influencer seperti gadis itu tentu tidak mudah. Karenanya, pikiran Embun kembali teralihkan ke urusan kafe dan promosi, serta pengembangannya. Embun berpikir untuk menanyakan pendapat Kaisar
last updateLast Updated : 2024-02-15
Read more

Bab 86 - Saat Makan Malam

“Lalu bagaimana dengan kondisi beliau?” Embun bisa merasakan ketegangan sekaligus kekhawatiran dari suara Kaisar. Namun, wanita itu tidak bertanya. Ia hanya diam mendengarkan, tanpa mengalihkan pandangannya dari Kaisar yang tengah duduk di depannya. Sementara itu, Kaisar terlalu fokus pada informasi dari orang di seberang saluran telepon tanpa menyadari perhatian Embun yang terarah padanya. “... Baik. Sampaikan salamku pada beliau.” Kaisar memijit pangkal hidungnya, tiba-tiba tampak lelah. “Ya, carikan alternatif lain … betul, secepatnya.” Dengan kalimat itu, akhirnya Kaisar menutup panggilan. Pria itu meletakkan ponselnya di atas meja dan menghela napas pelan. “... Ada masalah?” Embun bertanya saat Kaisar tidak mengatakan ataupun menjelaskan apa pun padanya selama beberapa saat. Suara wanita yang biasanya lembut itu kini terdengar lebih halus lagi. Tanpa menunggu respons Kaisar, Embun berdiri dan menuangkan segelas air putih, lalu menyodorkannya pada sang suami. “Ya.” Kaisar
last updateLast Updated : 2024-02-16
Read more

Bab 87 - Debar yang Kembali Datang

“Bisakah aku serahkan permasalahan catering hidangan pesta itu padamu?” Embun terdiam. Ia menyadari bahwa dugaannya tepat. Suaminya ini berniat untuk meminta bantuannya dan mengalihkan tanggung jawab hidangan pesta pada Embun. “Tunggu, tunggu dulu.” Segera, Embun berucap. Ia bahkan sudah lupa sama sekali pada steik di piringnya, yang sudah dipotong-potong dengan rapi oleh Kaisar. Di kepalanya langsung terlintas banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. “Jangan terburu-buru mengambil keputusan, Kaisar.” Kaisar menggeleng. “Menurutku, ini bukan keputusan gegabah, Embun,” jawabnya. Ia menyadari kepanikan serta kebingungan di wajah sang istri, karenanya ia menghela napas dan berkata, “Maaf karena tiba-tiba melemparkan topik berat saat kita seharusnya makan malam. Ayo makan dulu, Embun.” Pria itu mengangkat garpu dan pisaunya sekali lagi, kembali memotong daging di depannya. Sikapnya yang tenang dan terkontrol itu perlahan membuat kepanikan Embun mereda. Istri Kaisar itu menunduk me
last updateLast Updated : 2024-02-17
Read more

Bab 88 - Hari Baru, Acara Baru

“Kalau begitu,” ucap Embun lambat-lambat, setelah berpikir sejenak dan mengatur debar di dadanya. “Mohon dukungannya, Kaisar.” Kaisar tersenyum sedikit lebih lebar, kemudian mengangguk. “Jika ada kendala atau kesulitan, langsung katakan padaku.” Pria itu berucap. “Siap, Pak Kaisar.” Embun balas tersenyum. Keduanya kemudian lanjut mengobrol mengenai acara tersebut dan banyak hal lain, sembari makan malam. Karena malam ini Kaisar yang memasak makan malam, maka Embunlah yang membereskan meja makan dan mencuci alat makan, serta peralatan bekas memasak tadi. Namun, tetap dibantu oleh Kaisar. Semuanya terasa alami dan “pas” saat dilakukan berdua. Nyaman yang dirasakan Embun juga dialami oleh Kaisar. Sepasang suami istri tersebut mengobrol hingga malam, sebelum kemudian berpisah dan tidur di kamar masing-masing. “Kamu nanti ke hotel?” tanya Kaisar keesokan paginya, saat ia mengantarkan Embun ke Kafe Senjakala. Mendengar itu, Embun menoleh ke arah Kaisar. Tangannya yang hendak memb
last updateLast Updated : 2024-02-18
Read more

Bab 89 - Tamu Tak Terduga

“Baiklah. Kita istirahat dulu ya.” Embun berucap pada para stafnya yang terlibat rapat sembari membereskan berkas di mejanya. Wanita bermata cokelat tersebut kemudian mengambil ponselnya dan turun ke lantai satu untuk menyapa tamu tersebut. Di kejauhan, Embun melihat sesosok pria tua yang sangat familier, tapi belakangan jarang ia temui karena kesibukannya. “Embun!” Pria tua itu berdiri, menyambut Embun dengan hangat saat Embun berjalan tergesa mendekatinya. Wajahnya yang mulai keriput tampak semringah melihat sang menantu. “Papa Surya,” sapa Embun. Wanita itu tersenyum. “Bagaimana kabarnya?” “Baik, baik. Wah, menantu Papa.” Surya Rahardja memeluk Embun sekilas sebelum kembali mengamati wajah Embun. “Kamu bagaimana? Sehat? Sedang sibuk ya?” Embun tertawa kecil. “Sehat, Pa,” jawabnya. “Ayo duduk. Papa mau minum apa? Sudah makan?” Wanita itu kemudian memanggil pelayan untuk mendekat dan mencatat pesanan sang ayah mertua. Keduanya duduk di meja di tengah kafe, dekat dinding. Karena
last updateLast Updated : 2024-02-19
Read more

Bab 90 - Di Antara Kakak dan Mertua

“Perkenalkan, saya ayah Kaisar, mertua Embun.” Rindang tampak terkejut. Mata kakak Embun yang juga berwarna cokelat, seperti adiknya itu, membelalak sejenak, sebelum berusaha mengontrol ekspresi wajahnya. Raut gusar seketika menghilang dari wajah Rindang. “Selamat siang. Aduh, maaf, datang-datang saya langsung mengomel.” Rindang berucap. Badannya sedikit menunduk sembari ia menyalami Surya yang kemungkinan lebih tua dari ayahnya sendiri. “Saya tidak tahu kalau Anda sedang berkunjung. Perkenalkan, saya Rindang. Kakak Embun.” Surya masih saja tersenyum, tampak tidak terganggu dengan kesan pertama saat Rindang masuk tadi. “Siang, Nak Rindang,” balas pria tua itu. “Saya Surya. Maaf saya belum berkesempatan untuk bertemu dengan Nak Rindang sebelumnya.” “Justru saya yang seharusnya minta maaf, Pak Surya.” Rindang menanggapi. Nada suara perempuan itu berubah ramah. “Seharusnya kedua keluarga bertemu sebelum ini. Tapi adik saya ini,” Rindang melirik Embun yang seketika tampak kikuk, “suka
last updateLast Updated : 2024-02-20
Read more
PREV
1
...
7891011
...
30
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status