Ibunya menjauh, sedangkan Raesaka duduk membungkuk di lantai. Kedua tangan Raesaka menyilang memeluk dadanya sendiri, menarik nafas dan menghelanya. Ia tidak lagi kuasa membendung air mata.Sesuatu yang aneh, seperti atmosfer atau mungkin semacam aliran udara, menembus pusat nalar Raesaka. Sesuatu itu membuatnya tenggelam dalam keputusasaan, perasaan kehilangan, sekaligus nostalgia akan memori yang menyedihkan. Penyesalan, kebencian pada diri sendiri, amarah, dan emosi buruk lainnya, terurai menjadi bulir-bulir air mata yang tumpah seperti air terjun, membasahi wajah dan permadani ibunya. Saat itu, Raesaka merasa sebagian jiwa ibunya merasuk ke dalam dirinya. Tangannya mengepal meninju lantai, menahan geliat menyakitkan jiwa ibunya.Raesaka mendongak, memandang ibunya yang tetap diam memperhatikannya. Di balik tetesan air mata, ibunya tersenyum, tapi tidak damai seperti tadi, melainkan jahat dan menghakimi. Tidak hanya ibunya, semua benda di ruangan ini, rumah ini, tanah dan seluruh
Terakhir Diperbarui : 2024-04-22 Baca selengkapnya