Maruk melarikan Marsala ke klinik. Dokter yang menangani lukanya, memberi saran agar Marsala dirawat inap, namun Maruk malah membawanya ke penginapan yang lokasinya cukup jauh dari keramaian kota. Di bawah pengaruh obat, mata Marsala hanya setengah terbuka, memandang Maruk yang duduk di sampingnya.“Untung cuma keserempat peluru,” gumam Maruk. “Tapi, kita harus tunda keberangkatan kita. Seenggaknya, untuk semalam.”Marsala mengangguk lemah.“Dengar,” lanjut Maruk. “Urusanmu berhenti di Catra. Artinya, mau enggak mau, kamu harus terima kematian Sindu. Kamu enggak bisa melangkah lebih jauh lagi dari ini. Aku serius, Mars. Pokoknya, lanjutkan hidup kamu seperti biasa, dan fokus saja mengurus anakmu.”Marsala mengangguk lagi. Ia meraih tangan Maruk dan menaruhnya di pipinya sendiri, lalu memejamkan mata. Tidak menyadari pipinya yang memerah, Maruk tercenung, memandangi Marsala yang sudah melayang ke dunia mimpi. Nafas Maruk tercekat, jemarinya gemetar, menelusuri bentuk halus pipi, r
Terakhir Diperbarui : 2024-05-01 Baca selengkapnya