Semua Bab Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta: Bab 91 - Bab 100

113 Bab

Keenan meninggal

"Dasar Jalang! Jika kamu tidak muncul dalam kehidupan Aksa, mungkin sekarang akulah yang menyandang gelar Nyonya Adhitama!"Suara lantang terdengar menggema dari atap gedung. Dibarengi dengan suara cambuk yang begitu membuat nyeri sekujur tubuh hanya dengan mendengarnya saja.Namun tak didapati sedikit pun suara Adira dari sana. Hingga salah satu dari mereka memberanikan diri untuk mengintip dari celah lubang di antara dinding yang pecah.Terlihat jelas Adira yang tengah duduk di kursi dengan tali yang melilit tubuhnya. Sedangkan mulutnya ditutup dengan lakban. Mungkin itu salah satu sebab Adira tak mengeluarkan suara.Wajah ganas dari iblis yang merasuki tubuh manusia itu tertawa puas. Tak henti menyambitkan cambuk dari tangannya ke arah kaki Adira yang telah berdarah-darah.Hal itu mampu mengundang ngilu dari suara cambuk yang saling bergesekan dengan kulit."Tuan, Nona Helen saat ini sendiri. Kesempatan bagus bagi kita untuk segera melancarkan aksi," ucap salah satu pengawal yang s
Baca selengkapnya

Menyalahkan diri sendiri

"Mas Keenan ...!"Adira berteriak seraya terduduk di atas tempat tidurnya, setelah kembali mendapatkan kesadaran. "Mimpi?" tanyanya memastikan pada dirinya sendiri.Namun saat mengusap kasar wajahnya yang dipenuhi keringat dingin, Adira kembali tersadar. Luka pada bagian lengannya akibat tali yang melilitnya erat masih menyisakan rasa pedih.Kini wanita itu menatap nanar pada kedua pergelangan tangannya. Hal yang sangat ia harapkan sebagai mimpi nyatanya benar terjadi.Kini bulir bening itu kembali berjatuhan tanpa bisa dibendung lagi. Meremas kuat rambutnya dengan kedua tangannya frustasi.Jika dirinya bisa mengulang waktu, ia tak ingin melibatkan orang lain atas kelalaiannya sendiri.Tok! Tok!Suara buku-buku jari yang mengetuk pintu membuat hati Adira sedikit terhenyak kaget. Ia pun lantas menatap ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup rapat."Masuk!" ucapnya memberi perintah pada seseorang yang tengah berdiri di depan pintu.Detik berikutnya, sosok pria berkacamata nampak memb
Baca selengkapnya

Nyawa baru

Setelah selesai membopong tubuh sang istri kembali ke dalam kamar, Aksa segera keluar untuk meminta Gavin menelfon kembali dokter yang saat itu menangani istrinya saat pertama kali pingsan."Gavin, panggil Dokter Rasya untuk memeriksa keadaan Adira!" titah Aksa pada sang asisten pribadi yang tak berani masuk ke dalam kamar dan hanya menunggu di luar."Baik, Tuan," jawabnya sebelum mengambil sebuah benda pipih dari saku celananya."Halo, selamat siang, Dokter. Bisakah Anda datang ke kediaman Adhitama kembali untuk memeriksa keadaan Nyonya? Setelah sadar, dia kembali pingsan, saya takut ada yang tidak beres dengan tubuhnya," ucap Gavin pada seseorang dari seberang telepon yang langsung menyahut, "Baik, Tuan Gavin, saya akan segera ke sana.""Baik, Dok, terima kasih, saya tunggu kedatangan Anda," sahut Gavin kemudian sebelum menutup sambungan telepon."Bagaimana?" tanya Aksa yang tak mendengar sama sekali jawaban dokter itu."Dokter Rasya akan segera datang untuk memeriksa keadaan Nyonya
Baca selengkapnya

Demi calon adik Naura

"Ngh ...." Suara lenguhan berat terdengar dari Adira yang tengah berusaha membuka matanya yang masih terasa begitu berat.Aksa yang duduk di samping ranjang pun sontak melonjak kaget, sebelum menatap sang istri yang membuka sedikit matanya."Sayang, syukurlah kamu sudah sadar. Bagaimana perasaanmu? Apakah kamu memerlukan sesuatu?"Rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut sang suami hanya membuat kepalanya terasa berdenyut ngilu."Tolong ambilkan aku minum, aku harus," ucap Adira dengan suara serak yang hampir tak terdengar jelas.Aksa dengan sigap mengambil segelas air putih yang terletak di atas nakas. Setelahnya membantu Adira untuk minum dengan menopang sedikit tubuhnya agar dalam posisi setengah duduk.Setelah membasahi tenggorokan yang terasa kering, Adira kembali merebahkan diri. Pusing berkunang-kunang dan rasa mual mulai bercampur aduk menjadi satu. Mengaduk-aduk isi perutnya yang seketika bergejolak."Makan sedikit, ya? Kamu belum makan apa pun sejak kejadian hari itu," uca
Baca selengkapnya

Menelpon Papa Sean

"Ouch! Hey, itu sakit," protes Aksa seraya memegangi lengannya.Sontak hal itu berhasil mengundang tawa dari Naura yang masih memperhatikan mereka."Ayah."Suara panggilan dari Naura seketika mengejutkan Aksa. Membuat pria itu segera memutar kepala menghadap sang putri. "Hem?""Naura ingin pinjam HP, boleh?" tanya Naura ragu seraya menyatukan kedua telunjuknya."Buat apa?" tanya Aksa memastikan. Ia tak ingin sang putri memakai ponsel untuk bermain game. Sebab akan menganggu kegiatan sekolahnya."Naura rindu Papa Sean. Setelah kepergian Papa Sean hari itu, Naura belum sempat menghubunginya sama sekali," jawab Naura seraya tertunduk lesu.Astaga, Aksa benar-benar hampir melupakan itu. Pria itu pun segera mengeluarkan benda pipih dari saku celananya dan memberikannya pada sang putri. "Nah, pakailah!" ucap Aksa seraya mengulurkan ponselnya.Namun alih-alih langsung menerima, Aksa kebingungan mendapati Naura yang tengah terdiam seraya menatap ponselnya. "Kenapa?""Aku tidak mengerti cara m
Baca selengkapnya

Tanda-tanda gangguan jiwa

Meski tak memiliki ikatan darah, namun Sean ingin anak angkatnya itu bisa melangsungkan kehidupan yang lebih baik saat mendengar penjelasan yang coba ia ceritakan padanya."Jangan cuma angguk-angguk saja, Naura paham tidak?""Iya, Pa, Naura paham kok," ucap Naura dengan suara khas balitanya.Sontak hal itu membuat Sean tertawa geli seraya memegangi perutnya.Namun, sebuah teriakkan lantang membuat Naura terkejut bukan main."Adira! Keluar kamu! Dasar pembunuh!" teriak seorang wanita dari arah luar. Sontak hal itu membuat Naura segera bangkit dari sofa panjang di depan televisi."Naura, suara siapa itu?" tanya Sean yang tak sengaja mendengarnya.Teriakan itu terus berlanjut dengan lantang, hingga membuat Sean yang berada dalam sambungan telepon pun menangkap suara itu."Pa, sudah dulu, ya. Besok Naura telepon lagi," ucap Naura segera mengakhiri sambungan telepon video itu. Berlari cepat ke arah kamar sang ibu saat suara dari arah luar terdengar semakin gaduh. Bersahutan dengan suara be
Baca selengkapnya

Mengirim Betari ke rumah sakit jiwa

Air mata perlahan berjatuhan dari ekor matanya. Membuat sang putri yang tak sengaja tertetesi oleh air mata sontak mendongak menghadap sang ibu."Ma, kenapa Mama menangis? Apakah Mama juga takut dengan suara itu?" tanya Naura memastikan dengan wajah polosnya.Adira sontak menggeleng cepat. "Tidak, mata Mama hanya tidak sengaja kemasukan debu," ucap Adira berdalih.Tak ingin membuat sang putri terlalu khawatir akan kondisinya saat ini, membuat Adira berusaha menutupi kesedihannya.Tak berselang lama. Suara deru mesin mobil yang berhenti disertai sirene nyaring membuat Naura dan Adira terkejut bukan main.Adira segera beranjak. Menyambar penyangga infus yang masih terpasang di tangannya, dan menggendong sang putri dengan satu tangan. Berlari ke arah jendela balkon yang memperlihatkan pemandangan lantai dasar."Mobil apa itu?" gumamnya tak mengerti. Berusaha mengenali mobil hitam dengan sirene yang terpasang di atasnya.Sadar ada yang tidak beres, Adira segera mengajak Naura untuk keluar
Baca selengkapnya

Berziarah

Kini Adira hanya mampu terdiam. Menatap nanar sebuah mobil hitam yang perlahan melaju semakin menjauh dari tempatnya semula.Tak pernah terbayangkan sebelumnya, jika keluarga mantan suaminya akan berakhir setragis ini."Ayo masuk, kondisimu belum sepenuhnya pulih!" tegas Aksa mengejutkan sang istri saat menyambar cepat gagang besi yang digunakan untuk menggantung botol infus.Sontak Adira segera menurut tanpa banyak bertanya. Meski memiliki keinginan kuat untuk segera mengunjungi makam Keenan, namun kondisi janin dalam rahimnya juga harus ia perhatikan.Ia tak ingin menghancurkan kebahagiaan keluarganya sebab luka di masa lalu.***Satu minggu kemudian."Sayang, hari ini kondisiku sudah membaik. Apakah aku boleh mengunjungi makam Mas Keenan?" tanya Adira dengan keraguan. Ia tak ingin membuat kesalah pahaman lagi terhadap Aksa dan Keenan. Namun kali ini sedikit berbeda. Keenan telah berpulang ke pada Yang Kuasa, lantas apa alasan Aksa untuk merasa cemburu padanya?Pria tampan yang teng
Baca selengkapnya

Siasat Mayang

Perlahan Adira mulai menyusuri jalan setapak yang berada di tegah hamparan luas gundukan tanah di makam itu, hingga sampai di depan pintu masuk."Cepat sekali?" tanya Aksa saat menyadari kehadiran sang istri yang telah kembali tanpa seulas senyum menghiasi bibirnya. Tertunduk lesu dengan mata sembab yang masih berembun."Iya, aku khawatir ketika Naura kembali dari sekolahnya dan tak mendapatiku di rumah, dia akan mencariku dan menangis," jawab Adira berdalih. Padahal sebenarnya dirinya hanya tak ingin terlalu larut dalam penyesalan yang akan berujung pada dirinya yang kehilangan akal. Sebab masih ada janin yang harus ia lindungi dalam perutnya."Benar juga, lagi pula kondisimu belum sepenuhnya pulih, masih perlu istirahat untuk beberapa hari lagi," ucap Aksa seraya membukakan pintu mobil untuk sang istri yang berjalan semakin mendekat ke arahnya.Adira pun sontak memasuki mobil tanpa bersuara. Kepalanya mendadak terasa nyeri setelah berjalan menyusuri makam yang cukup luas. Nampaknya
Baca selengkapnya

Otak Mayang yang sedikit bergeser

"Kenapa diam saja? Cepat bawa masuk!" Aksa yang tak kunjung melihat tindakan dari Gavin dan beberapa pengawalnya sontak merasa kesal."Tapi Tuan ....""Cepat bawa tanpa banyak tapi. Dan hubungi Dokter Rasya untuk segera datang ke sini. Aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku," ucap Aksa yang dengan cepat menyela kalimat Gavin yang belum sempat ia selesaikan.Sontak kalimat ambigu itu membuat Gavin terdiam sesaat. Menatap punggung lebar sang atasan yang beranjak memasuki kediaman, sebelum mengambil keputusan untuk mematuhi perintah atasannya."Cepat bawa wanita ini," titahnya lirih pada bawahannya.Sontak perintah itu membuat tiga pengawal bertubuh gempal mulai beranjak memasuki mobil. Bersusah payah mengeluarkan tubuh Mayang yang tengah terbaring dan mulai membopongnya masuk."Tuan, di mana kami harus meletakkan wanita ini?" tanya salah seorang pengawal yang membopong bagian kaki Mayang."Taruh saja di kamar tamu," jawab Gavin datar seraya berlalu pergi. Malas sekali jika harus m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status