Beranda / Urban / Bukan Salesman Biasa / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Bukan Salesman Biasa: Bab 41 - Bab 50

122 Bab

Tiba-tiba datang

Ardhan mendekat ke arah Moritz, ia tersenyum simpul. “Tidak sudi!” kata Prama dengan tegas. “Aku tidak akan mengotori tanganku dengan memukulmu.”Usai mengatakan hal tersebut, ia berbalik badan, menekan ulang tombol di dinding kemudian masuk ke dalam lift. Setelah kotak besi itu menurunkannya di lantai bawah, Ardhan segera melanjutkannya menuju ke parkiran.Ia melihat stpam yang biasanya menolongnya ketika si hijau mogok sedang memandangi motornya. “Si hijau sudah saya pensiunkan, Pak,” ujar Ardhan memberikan nformasi.“Jadi ini motor Pak Ardhan?” tanya satpam itu terkejut. Ardhan membalasnya dengan anggukan kepala dan senyum bahagia. “Wah naik jabatan langsung ganti motor.”“Ini pemberian orang tua saya Pak, mereka kasihan pada anaknya,” kata Ardhan.Satpam tersebut mendekat ke arah Ardhan dan berbicara setengah berbisik. “Pak jadi berita tentang sabotase motor Pak Ardhan itu benar ya?”“Ya begitulah Pak, dunia kerja memang keras,” sahut Ardhan tanpa menjawab pertanyaan kepala secur
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Spoiler Membingungkan

“Apa maksud Pak Prama bertanya begitu? Itu urusan intern perusahaan kami,” jawab Ardhan.“Tidak ada maksud apapun Pak,” sahut Prama seraya bangkit dari kursi Ardhan. “Tadi secara tidak sengaja saya membaca berkas-berkas Pak Ardhan. Sejujurnya saya tidak bermaksud apapun, Pak Ardhan.”Tidak ingin berlama-lama bicara dengan orang tersebut, Ardhan segera menyudahinya. “Baik Pak, saya mengerti maksud Pak Prama kok,” ucapnya dengan senyum palsu.Prama kembali ke kursi kerjanya begitu juga dengan Ardhan yang buru-buru melihat berkas apa yang membuat Prama bertanya seperti itu padanya. Ia memeriksa semua berkas yang ada di mejanya, tak ada satupun berkas yang memancing rasa ingin tahu lelaki itu.“Memang orang aneh,” pikirnya.Ardhan berusaha melupakan kejadian tadi dan mulai fokus kembali bekerja. Kebetulan banyak tugas yang Pak Bobby berikan padanya. Ia tak memikirkan hal lain kecuali segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang ke rumah.Karena bekerja sesuai dengan rencananya semula akh
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Bicara Empat Mata

Suara tanpa wujud itu menghilang usai menyampaikan apa yang harus didengar oleh Ardhan meski pra tersebut tertidur pulas. Malam yang panjang dan dingin segera berganti menjadi pagi yang cerah. Leaki itu bangun seperti biasa, tangannya tergerak untuk membuka jendela kamarnya.Udara yang sejuk menerpa wajahnya yang tampan, sura burung-burung peliharaan menyambutnya. Matanya sudah terbuka lebar bahkan ia sempat memeriksa ponselnya lebih dahulu sebelum pergi mandi.“Dhan, kamu sudah bangun?” teriak Ibunya.“Sudah Bu,” jawabnya seraya mengambil handuk.“Segera mandi dan sarapan,” lanjut sang Ibu. Wanita paruh baya itu masih memperlakukan anaknya yang sudah bekerja seperti anak kecil. Ardhan sama sekali tak keberatan karena hubungan mereka memang baru dekat akhir-akhir ini.Karena sudah mendapatkan perintah dari ibunya, Ardhan segera membersihkan diri, bersiap lalu bergabung dengan orang tuanya di meja makan. Pagi ini tak ada menu makanan yang berat, ibunya sudah membelikan roti untuk sua
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Cinta Segitiga?

Ardhan terdiam melihat foto yang ditunjukkan oleh Prama. “Jawab Pak Ardhan! Kau menyukai kekasihku ‘kan?” bentak Prama“Itu sama sekali tidak benar, Pak,” bantah Ardhan dengan sopan, nada bicaranya juga pelan. “Apa yang terjadi tak seperti apa yang anda kira. Pertemuan antara saya dan mbak Kinanthi tadi siang karena kami tak sengaja bertemu. Karena saya mengenal beliau maka saya menyapa, hanya itu saja. Tak ada yang lebih,” urai Ardhan panjang lebar.Ia benar-benar kesal pada anak buah Prama yang tadi mengajaknya makan siang, ternyata salah satu dari mereka ada yang memotretnya dan megirimkannya pada Prama. Tentu saja Prama cemburu dan naik pitam.“Jangan bohong Pak! Apa yang anda lakukan selalu ingin terlihat mirip dengan saya, mulai motor hingga jaket. Anda sampai sewa motor ‘kan,” cerocos Prama, ia terus menyerang Ardhan.“Itu sama sekali tak benar Pak, sama tidak pernah ingin meniru anda. Motor yang saya pakai kemarin adalah pemberian ayah saya bukan sewa,” timpal Ardhan, ia tak t
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Gara-gara Kinanthi

Sosok Kakek itu terdiam, bukan karena tak tahu jawabannya, ia hanya ingin memberi waktu untuk Ardhan berpikir dulu. Tetapi bukannya mencari tahu jawabannya, Ardhan justru panik dan terus memanggil sosok itu. Mau tak mau si Kakek pun bersuara.“Sebaiknya tetap di sini sambil memantau mereka atau kita putar balik saja?”“Tentu saja putar balik, Kek. Jika tetap di sini maka aku akan ketahuan,” ujar Ardhan sembari memutar sepeda motornya.“Gitu saja pakai tanya,” cicit si Kakek, untung saja Ardhan tak bisa mendengarnya.Sekarang Ardhan dan pria tua yang selalu melindunginya itu dalam pelariannya, mereka tak tahu harus ke mana. Kakek dan Ardhan belum menemukan tempat untuk berhenti.“Kek, sebenarnya apa yang Kinanthi lakukan di rumahku? Berapa lama dia di sana?” cerocos Ardhan.“Mana aku tahu, aku bukan asisten pribadinya,” jawab si Kakek ketus.“Katanya tahu semua tentang aku.”Kesal dengan ucapan pria muda di depannya itu si Kakek pun memukul Ardhan. “Aku hanya tahu tentang dirimu bukan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Kena Macet

“Ah tidak jadi, tidak penting. Semuanya sudah terjadi,” kata Kakek itu membuat Ardhan membulatkan matanya. “Tidur sana, sudah malam.”Kakek itu menghilang begitu saja seketika Ardhan bangkit dari duduknya. Ia mencari sosok itu ke sana ke mari. Apa yang dilakukannya itu tentu saja menarik perhatian ayahnya.“Apa yang sedang kamu cari, Dhan?”Ardhan membalikkan badannya, menatap ayahnya yang berdiri di depan pintu kamarnya. “Ehmm ... anu Yah ... Burung,” jawabnya tergagap.“Burung? Burung apa? Burung siapa?”“Tadi aku lihat ada burung terbang ke mari, aku kira punya Ayah lepas ternyata bukan,” kilahnya. Karena tak mau ditanya lebih lanjut oleh ayahnya, Ardhan cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya. Ia mengintip dari jendela kamarnya, sang Ayah masih mencari keberadaan burung yang dimaksud olehnya.Setelah itu Ardhan berjalan menuju ranjangnya, ia merebahkan tubuh kurusnya di kasur yang empuk itu. Ia memikirkan tentang ucapan si Kakek tadi. Ia tak mengerti maksud sosok itu bicara demikian
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Pelarian Ardhan

“Jangan Dhan, ibumu tidak perlu tahu apa yang terjadi kemarin,” larang Kakek tersebut.“Kenapa jadi diam, Ardhan? Apa yang dia lakukan padamu?” desak ibunya.“Gara-gara dia ... kita bertengkar seperti ini,” jawab Ardhan, ia mengubah jawabannya. Wanita paruh baya yang semula tegang menantikan jawabannya kini bisa bernapas lega, tak ada yang perlu dikhawatirkannya. “Jadi jangan bawa dia ke mari, Bu. Aku tidak ingin bertemu dia.”“Bilang padamu ibumu, nanti kekasih Kinanthi marah jika pergi ke rumah laki-laki lain,” ujar si Kakek memberi saran.“Nanti jika kekasih Kinanthi marah bagaimana? Dia pergi ke rumah lelaki lain. Kekasih Kinanthi itu rekan bisnis perusahaan tempatku bekerja, Bu,” imbuh Ardhan, ia mengikuti saran Kakek tersebut.“Ya sudah, kalau begitu, kamu tidak perlu menemui dia,” kata ibunya, akhirnya ia mendengarkan anaknya dan mengalah. “Pergi sana, katanya kamu ada janji dengan temamu.”“Baik Bu, aku siap-siap sekarang ya.”Ardhan masuk ke dalam kamarnya, berganti pakaian k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Senjata makan Tuan

“Terserah kamu saja, Dhan.”Ardhan tak sabar untuk menunjukkan foto itu pada ibunya. Wanita yang melahirkan dan merawatnya itu harus tahu seperti apa sosok Kinanthi. Perempuan yang selalu dipuji dan dibanggkan oleh ibunya.“Punya pacar tetapi masih jalan dengan lelaki lain, pantas saja Pak Prama langsung ingin menghabisiku ternyata kekasihnya berkelakuan seperti itu,” ocehnya sepanjang jalan menuju tempat parkir.Ia segera menghidupkan mesin motornya yang terdengar gahar dan keren. Lelaki itu sudah tak peduli lagi dengan para penguntitnya, Ardhan hanya ingin segera sampai rumah dan menunjukkan hasil tangkapannya kepada orang tuanya.Ia ingin mereka tahu bahwa calon istrinya-lah yang paling baik. Tanpa sadar ia memacu gas dalam-dalam, meliuk-liuk di antara kendaraan lain. Yang terpenting baginya sekarang adalah sampai di rumah dengan cepat.Semua terjadi sesuai rencananya, ia tiba di rumah ketika ibu dan ayahnya sedang menyantap makanan yang dikirimkannya tadi. Dengan langkah tegap ia
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Hilang Ingatan

“Di luar saja agar tak mengganggu pegawai yang lain seperti kata anda kemarin, Pak.”Ardhan mengikuti ke mana kaki Prama melangkah, rupanya lelaki itu mengajak Ardhan pergi ke sisi paling pojok lantai tersebut. “Apa yang ingin anda bicarakan, Pak?”“Begini Pak Ardhan, saya bicara soal kemarin. Kamu –“Ucapan Prama terhenti karena ponselnya berdering, ada sebuah telepon dari seseorang. Lelaki itu mengangkatnya seraya menjauh dari Ardhan sehingga ia berpikir jika itu telepon penting. Ia berdiri menyandarkan kepalanya di tembok, sekilas Ardhan melihat sosok Kakek mengacungka dua jempolnya dan tersenyum.“Apa ini ulah Kakek?” batinnya.“Pak Ardhan, saya minta maaf karena kita tak jadi bicara. Mendadak saya harus kembali ke pusat. Kita bicara lain waktu saja,” jelas Prama, Ardhan menganggukkan kepalanya tanda ia paham dengan situasi yang dihadapi oleh rekan bisnisnya itu. “Maaf sudah mengganggu waktu anda, Pak.”“Tak apa Pak Prama, hati-hati di jalan,” balas Ardhan.Jika Prama melangkah me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

Deep Talk

“Aku hanya ingin menguji mentalmu saja, karena mungkin di masa depan akan terjadi hal seperti ini,” jelas si Kakek. Ardhan yang semula kesal menjadi mengerti alasan Kakek membohonginya. Pria tua misterius itu mengajarkan sesuatu padanya.“Hampir saja Kakek kuturunkan di tengah jalan,” ucap Ardhan.“Tak masalah, aku bisa pulang sendiri,” balas Kakek itu.Keduanya terus mengobrol banyak hal, Ardhan bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahuinya mengenai kacamata tersebut. Ada yang dijawab oleh Kakek ada juga yang diabaikan olehnya. Kakek itu mengatakan jika Ardhan harus mencari tahu sendiri.Selain bertanya tentang kacamatanya, Ardhan juga bertanya tentang pekerjaannya. Apakah kariernya akan meningkat atau tetap seperti ini. “Sebenarnya aku tidak boleh memberitahumu tetapi karena kita berhubungan baik maka aku akan membocorkannya,” kata sang Kakek. Ardhan menyimak dengan seksama. “Kamu harus mundur satu langkah untuk maju beberapa langkah.”“Apa maksudnya itu Kek,” tanya Ardhan sembar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status