Home / Pernikahan / Terjerat Hasrat Mafia Dingin / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Terjerat Hasrat Mafia Dingin : Chapter 111 - Chapter 120

130 Chapters

Naga yang tertidur

Alex bangkit dari kursinya. Dia melangkah keluar kamar. Setelah lam dia mengurung diri. Pada akhirnya dia mulai berdamai dengan keadaan walaupun tidak sepenuhnya.Melihat Alex melangkah menuruni tangga, Lidya menyapanya dengan riang. Tapi pria dingin ini kembali pada dirinya dulu, menjadi kutub utara yang membentengi dirinya dengan pegunungan es.Dante dan Rain saling bertatapan. Melihat Tuannya melewati Mamanya begitu saja membuat mereka cukup khawatir. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengikuti Tuannya.Sudah lama mereka memakan gaji buta. Hanya berdiam diri di rumah dan sesekali mengecek perkembangan bisnis Tuan mereka. Harusnya Tuannya berbahagia karena memiliki wilayah yang cukup luas. Perkembangan bisnis ilegalnya pun semakin berkembang pesat.Namun itu semua berbanding terbalik. Dia harus mengorbankan keluarga besarnya untuk itu semuaa. Bila memilih, mungkin Tuan mereka lebih memilih untuk tidak berperang."Berhenti, aku ingin sendiri." ucap Alex menghentikan langkahnya saat m
Read more

Join bersama

Debora masuk kedalam rumah. Para pelayan menyambut kedatangan Wanita itu dengan penuh hormat. matanya menyapu keseluruh rungan."Di mana Mama?" tanya Debora pada pelayan."Nyonya besar menjenguk Nona Stevi, Nyonya," jawab salah satu pelayan.Mata Debora membulat, Dia menoleh ke arah pelayaan yang baru saja menjawab pertanyaanya. Wanita itu melangkah mendekat."Stevi sakit apa?" tanya Debora khawatir."Emhh, kami ..." pelayan tersebut tidak enak hati untuk menjawab pertanyaan Debora.Debora mengkerutkan alisnya melihat pelayang yanng di hadapannya kelihatan takut. Apa yang sebenarnya terjadi saat dia pergi."Siapkan mobil, antar aku kesana!" ucap Debora tegas.Wanita itu melangkah menuju garasi mobil. Di sana mobil Papa mertuanya masih di sana, biasanya mobil ini tidak pernah da di rumah. Satu hal yang paling menarik perhatian adalah karangan bunga dan kondisi mobil yang sedikit berbeda.Ada beberapa bagian yang penyok dan kaca yang retak. Di sampingnya ada mobil kerja Alex yang juga t
Read more

kenyataan pahit

Debora memeluk erat Mama mertuanya. Dia merasakan kehancuran yang Lidya rasakan. "Apa yang sebenernya terjadi? Stevi kenapa?" tanya Debora di tengah tangisnya.Lidya berusaha menghentikan laju air matanya. Berulang kali tangan lembutnnya menghapus tetesan air di pelupuk mata."Ceritanya panjang, kapan kau datang?" tanya Lidya membelai rambut panjang Debora.Debora hendak menjawab pertanyaan Mama mertuanya. Tetapi perhatiaannya teralihkan oleh seorang yang berjalan mendekat ke arah mereka.Seorang pria yang memakai kacamata dan berjas putih. Di belakangnya terdapat dua Wanita yang memakai pakaian sama."Selamat pagi Nyonya Lidya," sapa sang dokter."Selamat pagi juga Dok," jawab Lidya bangkit dari kursi,Dua orang perawat masuk ke ruang rawat Stevi. Sedang Dokter masih berdiri di hadapan Lidya. Matanya menatap kedua wanita di hadapannya secara bergantian."Nyonya?" tanya Dokter mengulurkan tangan kepada Debora."Dia adalah Debora, istri dari putra saya." Lidya memeluk pundak Debora.
Read more

Kembali bersama

Dengan ragu Joe mengayunkan langkah kakinya mendekat. Pandangannya masih tertunduk, sepertinya Tuannya memang bersenang-senang setelah sekian laam fakum."Maaf Tuan, Nyonya Debora menunggu kedatangan Anda di rumah sakit," ucap Joe dengan suara terbata."Debora? Siapa dia, kenapa aku tidak mengingatnya," kekeh Alex sambil mengecup salah satu wanita yang sedang duduk di pangkuanya.Dia tidak bisa membayangkan bagaimana Debora melihat semua ini. Sang suami dan empat orang wanita sedang bersama meraih puncak nirwana.Untung saja Tuannya tidak merasa terganggu atas kehadirannya. Yang menjadi tugas tersulit adalah, bagaimana dia bisa membuat Tuannya sadar kembali."Maaf Tuan, Anda harus pergi sekarang. Nyonya sedang menunggu Anda," ucap Joe meninggikan suaranya.Keempat wanita itu menoleh ke arah Joe. Salah satu di antara mereka bangkit dari sofa dan melangkah mendekati pria yang baru saja bergabung.Joe melangkah mundur teratur, sampai wanita itu menghentikan langkah kakinya. "Aku tidak
Read more

Pagi Hangat

Seorang pria baru saja bangun dari tidurnya. Dia menatap hamparan pepohonan yang seperti awan berwarna hijau."Kau sudah bangun?" tanya Seorang yang baru saja membuka pintu.Pria itu membalikkan tubuhnya dan melangkah mendekati pria yang baru saja masuk. Mereka duduk di sofa dan menikmati secangkir kopi panas."Kau tidak ingin memberi salam terakhir pada Mamamu?" tanya Pria kekar yang tidak lain adalah pamannya sendiri."Tidak, bagiku Mama sudah mati sejak dia menitipkan ku padamu," jawab Akeno tanpa ekspresi.Dia menyesap kopi dan melempar pandangan ke kaca yang menampakkan pemandangan indah saat ini.Sinar matahari pagi yang cerah, langit biru bersih, dan pepohonan yang memantulkan cahaya hangatnya ke sekitar.Carlos menatap lekat keponakannya. Dia tau bibir dan hatinya tidak sejalan. Dirinya tau bagaimana rasa rindu untuk Mamanya. Hanya saja pria itu terlalu arogan untuk mengakuinya."Ikutlah denganku kembali ke kota, kita harus mencari sekutu untuk merebut wilayah kita kembali," uc
Read more

Hadiah untuk Alex

Mata Joe berbinar ketika mendengar suara serak Stevi yang memanggil namanya. Dia segera mencondongkan tubuhnya mendekat."Stevi, kau sudah ingat aku?" tanya Joe pelan. Stevi membuka matanya. Perlahan dia bangun dari tidurnya. Wanita itu menyapu sekitar dengan tatapan kebingungan. Melihat reaksi Stevi membuat Joe tersenyum bahagia.Joe naik ke ranjang dan duduk di hadapan Stevi. Menatap lekat manik mata yang saat ini sudah bisa merespon keadaan sekitar."Stevi, kamu lapar nggak?" tanya Joe menatap teduh.Manik mata Stevi hanya memandang sekilas lalu berpaling begitu saja. Sayangnya tatapan kosong itu kembali lagi.Dengan semangat Joe mengayunkan langkahnya keluar kamar dan membeli sebungkus roti di kantin rumah sakit. Pria itu kembali dengan napas terengah-engah.Joe kembali duduk di ranjang. Posisi Stevi masih sama duduk dengan tatapan kosong. "Buka mulutmu!" ucap Joe sambil menyuapkan sepotong roti ke mulut Stevi.Stevi menatap sepotong roti itu untuk sekian detik, baru melempar pan
Read more

Peri penolong

Debora dan Alex mengayunkan kaakainya menuruni tangga. Wajah mereka sudah seperti mentari pagi yang menunjukkan sinarnya, cerah dan hangat.Lidya tersenyum kecil melihat Putranya yang sudah kembali seperti biasanya. Sudah dia duga, Debora adalah obat mujarab baginya."Akhirnya pengantin baru tiba," ucap Lidya melempar senyum.Langkah kaki Debora terhenti saat melihat kursi kosong di samping Lidya, di mana seorang pria yang menyapanya dengan senyum hangat biasanya. Kini oran g itu sudah tidak ada lagi.Alex menggandeng tangan Debora dan menuntunnya duduk di kursi. Di hadapannya sudah ada sarapan yang mulai dingin."Apa rencana kalian pagi ini?" tanya Lidya basa-basi."Kami akan pergi ke pulau, Angek belum di temukan. Aku akan mengerahkan anak buahku untuk mencarinya lebih teliti lagi," jawab Alex tanpa ekpresi.Mungkin ini yang di namakan firasat Ibu yang tidak pernah salah. Sosok hangat yang baru saja melekat di putranya musnah sudah. Dia kembali menjadi pria kutub utara yang mematika
Read more

Menerima kenyataan

Bibi Lauren kembali ke rumah. Dia tidak menyangka Alex akan menghubunginya. Semakin hari, pria itu menunjukkan betapa perhatiannya pada Debora.Dia repot-repot menelponnya hanya untuk memberi kabar kalau Debora akan tinggal lebih lama di kota. Lansia ini tersenyum kecil. Baginya kebahagiaan Debora yang utama. Dia tidak keberatan bila harus tinggal sendirian di rumah untuk beberapa waktu.Ingatannya kembali pada anak yang menolongnya tadi. Sayang sekali dia tidak bisa melihatnya dengan jelas. Bila diingat, anak itu persis seperti Angel.Bibi Lauren berencana untuk kembali ke pantai besok dan mencari anak itu....Debora dan Lidya baru saja sampai rumah sakit. Keduanya melangkah masuk ke kamar Stevi. Di sana ada Joe yang masih duduk dan menatap lekat Stevi.Debora teringat pada ucapan pria itu. Dia akan mencinta Stevi apapun yang terjadi. "Istirahatlah! Biar aku dan Mama yang menjaga Stevi," ucap Debora menepuk pundak Joe."Kau sudah menemaninya sepanjang malam. Istirahatlah, aku tid
Read more

Kesuksesaan perusahaan

Debora duduk di tepi ranjang. Matanya menatap Stevi yang masih menatap kosong ke arah tembok. Sedangkan Lidya tertidur di sofa, mungkin wanita paruh baya itu sudah kelelahan karena seharian duduk mengurus Stevi.Debora meraih tangan Stevi dan menggenggamnya erat."Stev, aku tau kamu pasti masih marah. Tapi perlu kau tau, kau adalah sahabatku sampai kapanpun itu," ucap Debora dengan mata berkaca."Kau ingat saat kita pertama bertemu?" lanjut Debora melempar tatapan penuh harap, walaupun dia tau kalau dirinya tidak akan direspon.Stevi tetap duduk tak bergeming. Entah semua ocehan Debora masuk ke sel otaknya atau tidak. Dia hanya ingin temannya itu mengingat secuil masa lalu yang indah saat bersamanya."Stev, apa kau ingat, kalau kau selalu bilang kalau aku payah, dan kau menantangku untuk mendekati Kakakmu? Kau tau Stev, tanpa sadar kau telah membuat hidupku lebih berarti dar sebelumnya," ucap Debora.Angannya kembali ke masa di mana dia masih menjadi seorang pelayani di salah satu res
Read more

Pertemuan yang dinantikan

Sang mentari bru saja bangun dari tidurnya. langit gelap mulai terlihat terng. Bibi Lauren sedang sibuk di dapur. Lansia itu sedang sibuk membuat pie apel. Makanan kesukaan Angel.Dia tidak tau apa yang di sukai oleh nak yang menolongnya kemarin. Jadi dia memilih untuk membuat roti mkanan kesukaan Angel.Memang tidak menjamin dia dan anak itu akan bertemu. Tapi tidk ada salahnya untuk berusaha bukan? lagian dia juga tidak punya kegiatan di rumah.Setelah pie matang. Bibi menaruhnya di tas piknik. Tidak lupa dia membawa empat botol susu. Dia berkeyakinan kalau usahanya tidak akan sia-sia.Semua sudah siap, Bibi Lauren segera berangkat ke pantai. Wajah keriputnya itu memamerkan senyum bahagia."Siapapun kau, aku yakin akan bertemu denganmu nanti," ucap Bibi Lauren bermonolog.Dengan riang dan bersenandung bahagia. Bibi Lauren mengayunkan langkahnya menuju tepi pantai.Dia memilih karpet yang tergelar di barisan paling depan. Tempt di mana dia bertemu dengan malaikat kecil penolong itu.
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status