Home / Romansa / Dosen Dingin itu Ayah Anakku / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Dosen Dingin itu Ayah Anakku: Chapter 61 - Chapter 70

86 Chapters

61. Kedatangan Iwas.

Gayatri bolak-balik mengecek ponsel sambil mengintip jendela. Setengah jam lagi Iwas akan tiba di rumahnya. Iwas tidak datang sendirian. Menurut Iwas ia akan datang dengan membawa serta kedua orang tuanya. "Non Ratri, rujak bebeknya sudah datang. Non mau makan di dapur atau di sini saja?" Bu Dedeh menghampiri Gayatri. Namun Gayatri tidak meresponnya sama sekali. Nona mudanya ini berjalan hilir mudik di ruang tamu sembari terus memelototi ponsel. "Non Ratri," Bu Dedeh menepuk bahu Gayatri."Hah, apa, Bu?" Gayatri tergagap. "Rujaknya sudah diantar bapak gojek. Non mau makan di mana? Di dapur atau di sini saja." Dengan sabar, Bu Dedeh mengulangi pertanyaannya. "Simpan di kulkas saja dulu, Bu. Saya sudah tidak kepingin makan lagi. Eh, ayah dan ibu di mana, Bu?" "Ada di ruang keluarga, Non. Sedang menonton televisi. Ini Ibu mau membuat cemilan untuk bapak dan ibu," ujar Bu Dedeh."Bagus. Berarti ayah dan ibu sedang santai." Gayatri lega. "Oh iya. Cemilannya dibuat agak banyak ya, Bu?
Read more

62. Membuka Rahasia Masa Lalu.

Bugh!"Bangun! Kamu itu pengecut! Sebagai seorang laki-laki, seharusnya kamu menyelesaikan masalahmu sejak sepuluh tahun lalu. Kamu pecundang rendah yang tidak memikirkan akibat dari perbuatanmu. Lari dari tanggung jawab seperti cecurut!" Pak Sanwani menarik kerah baju Iwas agar berdiri, untuk kemudian menghempaskannya kembali. Iwas mengibaskan kepala. Berusaha menjernihkan pandangannya yang mengabur. Hidungnya terasa hangat oleh tetesan darah. Sementara sudut bibirnya yang robek terasa perih. Giginya telah melukai bibirnya sendirinya. "Pak, itu anakmu ditolong, dong! Apa Bapak mau Iwas mati?" Bu Arini melepaskan cengkraman tangannya dari sang suami. Ia bermaksud menolong Iwas. Sekonyong-konyong Bu Fauziah maju dan ganti menahan tangan Bu Arini."Ibu kasihan melihat anak Ibu yang baru sebentar saja digebuki. Sementara kami, orang tua Gayatri. Sudah sepuluh tahun kami melihat anak kami kehilangan masa depan, tanpa kami bisa berbuat apa-apa," hardik Bu Fauziah.Rontaan Bu Arini terhen
Read more

63. Pengakuan Pak Sanwani.

"Sudah selesai cerita versimu, Rin? Kalau sudah, gantian. Aku yang akan menceritakan versiku." Pak Sanwani baru bersuara setelah menelaah isi hati Bu Arini."Cerita versi penyangkalanmu, maksudnya?" dengkus Bu Arini sinis."Bu Arini ternyata type orang yang judgemental ya? Suami saya belum bercerita. Tapi Ibu sudah berprasangka buruk bahkan sebelum Ibu mendengar apa yang akan suami saya ungkapkan." Bu Fauziah dingin. Sebagai seorang istri sudah seyogyanya ia membela suami. Istimewa apa yang dikatakan Bu Arini tidak benar adanya."Jaga sikap dan dengarkan, Bu. Ibu tadi sudah diberi kesempatan oleh Pak Sanwani bukan? Kita sudah tua-tua semua sekarang. Jadi, mari kita urai benang kusut ini. Kasihan anak cucu kita karena terkena imbas masa lalu kita yang tidak selesai-selesai." Pak Ilham menasehati sang istri."Silakan, Pak Sanwani. Mulai saja ceritanya. Sudah waktunya kita berdamai dengan masa lalu. Syukur-syukur bisa memperbaikinya, demi anak cucu kita." Dengan bijak, Pak Ilham berusaha
Read more

64. Rencana Iwas.

"Rencana apa, Was? Ingat, Pak Hartono itu teman Ayah. Ayah tidak suka kalau kamu berbuat curang. Jikalau kamu ingin membatalkan pernikahan, bicarakan baik-baik. Ayah bersedia menemanimu." Pak Ilham tidak setuju dengan rencana Iwas."Bukan, Yah. Iwas bukan ingin mencurangi Vira. Tapi Iwas ingin membuktikan sesuatu. Iwas menduga, Vira ada kaitannya dengan penguntit dan juga teror yang kita semua alami." Setelah perseteruan kedua belah pihak mendingin, Iwas memutuskan untuk berterus terang saja. "Mengapa Abang berpikiran begitu?" tanya Ratri penasaran."Karena tempo hari saat saya membicarakan tentang mobil yang ingin menabrakmu, Vira terlihat gelisah. Apalagi setelah saya mengatakan kalau kamu akan melaporkan masalah ini pada pihak yang berwajib. Vira makin ketakutan," terang Iwas. "Selain itu saya juga teringat akan kejadian saat acara gathering party PT. Wibawa Real Estate di hotelmu beberapa bulan lalu. Kamu ingat tidak. Saat party sedang berlangsung, Vira memberi kita masing-masin
Read more

65. Berubah Sikap.

"Setelah mengetahui duduk permasalahannya, kami tidak keberatan menunggu selama sepuluh bulan. Asal setelah sepuluh bulan itu kamu benar-benar menikahi Vira." Pak Hartono menasehati Nara. "Jikalau tidak ada aral yang melintang, saya pasti akan menikahi Vira. Tetapi jika Vira--""Tidak akan! Saya mengenal anak saya. Begitu juga denganmu bukan? Vira bukan perempuan bodoh yang bertindak tanpa berpikir panjang. Kalau ia memang tidak menyukai Gayatri, mustahil ia bisa mentolerir kedekatan kalian berdua. Betul tidak?" Pak Hartono memotong kalimat Nara. Vira itu putrinya. Jiwa kebapakannya tercuil saat mendengar ada orang yang mendiskreditkan putrinya."Saya harap juga begitu, Pak," sahut Iwas singkat.Bohong. Kamu pasti berharap sebaliknya bukan, Nar? Batin Vira.Vira yang sedianya akan menghidangkan minuman ke ruang tamu, menghentikan langkahnya. Ia mencuri dengan obrolan Nara dan ayahnya. Sekonyong-konyong ponsel di saku Vira bergetar."Akhirnya lo nelpon gue juga," desis Vira kesal. Sud
Read more

66. Cemburu

"Walau kamu sendiri juga tahu kondisiku dan Gayatri, aku terima hujatanmu. Aku cuma tidak menyangka kalau kamu sekarang mahir menyindir-nyindir alih-alih menyuarakan isi hatimu seperti biasanya."Pipi Vira memerah. Saking nervous karena kehadiran Om Danu serta takutnya kehilangan Nara, ia sampai bertingkah kampungan."Maaf, sebenarnya aku tidak bermaksud bertingkah childish begini. Aku hanya takut kamu berpaling pada Gayatri. Sekali lagi, aku minta maaf, Nar." Setelah menyadari kesalahannya, Vira berusaha memperbaiki sikapnya. Dulu Nara menyetujui perjodohan ini karena tertarik pada sikapnya. Ia harus mempertahankan ketertarikan Nara padanya. Harus!"Maaf ya, Nar? Aku sedang PMS. Makanya emosiku tidak terkontrol." Vira mengelus sekilas lengan Nara dan merebahkan kepalanya kikuk ke lekuk bahu Nara. Ia memang jarang mendemonstrasikan keintimannya pada Nara.Sementara Nara, punggungnya seketika menegang. Ia memang tidak nyaman bersentuhan secara intim begini. Namun ia terpaksa membiarka
Read more

67. Patah Hati.

"Mas Harsa ada keperluan apa di sini?" Gayatri dengan luwes mengalihkan topik pembicaraan. Ia sengaja menjawab pertanyaan Harsa dengan pertanyaan. "Ya ingin bertemu denganmu lah. Masa ingin bertemu dengan Bu Dedeh?" Harsa tertawa. Gayatri meringis. Ia belum terbiasa melihat Harsa yang ramah begini."Oh iya, lupa. Saya ada sesuatu untukmu." Harsa kembali ke mobil."Abang nggak pulang sekalian?" Takut kalau Harsa dan Iwas berselisih paham, Gayatri bermaksud menjauhkan keduanya. Saran Gayatri membuat Iwas jengkel."Kamu mau mengusir saya?" tanya Iwas langsung."Bukan mengusir, Bang. Abang bilang ada jadwal mengajar bukan? Saya hanya takut nanti Abang terlambat." Gayatri gelagapan. Ia merasa serba salah. "Jangan-jangan kamu memang punya rasa pada si Harsa," cibir Iwas. Setelahnya Iwas jadi malu sendiri. Ia bertingkah seperti anak abege labil yang tengah cemburu."Ya sudah, saya pulang dulu. Nanti sore saya akan ke sini lagi." Iwas pamit. Sebelum ia mempermalukan diri sendiri lebih jauh,
Read more

68. Drama Vira.

"Iya juga ya?" Gayatri mengingat-ingat sosok sih perekam tadi."Satu lagi, bentuk tubuh laki-laki itu biasanya kayak segitiga terbalik. Yang artinya bahu mereka lebar. Berlawanan dengan pinggul mereka yang sempit. Dugaan gue, ini orang fixed perempuan.""Bisa jadi ya, Wind. Gue boleh memperlihatkan video ini pada Bang Iwas nggak?" Gayatri meminta izin terlebih dahulu."Ya bolehlah. Bukan cuma sama Bang Iwas aja sih. Menurut gue, lo perlihatkan aja sama pihak yang berwajib. Kayaknya orang ini berbahaya.""Oke. Terima kasih banget atas videonya ya, Wind? Kabar lo sendiri bagaimana? Pak Baskoro udah tahu belum kalo lo hamil?" Gayatri gantian menanyakan keadaan Windy. Windy pasti juga membutuhkan orang untuk mendengarkan curhatannya."Belum. Tapi rencana gue untuk meminta cerai sudah mendapatkan titik terang. Gue bertingkah semenyebalkan mungkin tiap hari agar si Baskoro muak dan mau melepaskan gue.""Lo siap jadi janda, Win?""Siap banget. Untuk apa punya laki tapi dianggap kayak keset?
Read more

69. Ancaman Iwas.

"Tunggu, Tri!" Iwas mencengkram pergelangan tangan Gayatri. Saat ini Gayatri telah sampai di parkiran rumah sakit."Ngapain Abang menyusul saya? Sana, temani saja Mbak Vira. Saya bisa pulang dengan menumpang taksi online." Gayatri mengibaskan lengan Iwas. "Tidak bisa. Kamu pergi bersama saya. Maka pulangnya kamu juga harus bersama saya. Lagi pula kita belum menebus obat bukan?" Iwas menghadang langkah Gayatri. "Minggir, Bang. Saya bisa menebusnya sendiri nanti. Apotik toh tidak hanya ada di rumah sakit ini." Gayatri mendorong dada Iwas dengan kedua tangannya sekaligus. Tapi Gayatri seperti mendorong tembok. Iwas tidak bergeser sesenti pun. Sementara di belakang Iwas, tampak Vira sudah menyusul."Bang, tolong jangan membuat kekacauan di rumah sakit. Malu, Bang," pinta Gayatri lirih. Ia sedang tidak punya energi untuk ribut-ribut dengan Vira."Iya, Was. Malu. Tepatnya si pelakor ini yang malu. Bisa-bisanya hamil dengan calon suami orang," celetuk Vira gemas. Seperti di dalam rumah sak
Read more

70. Si Penguntit dan Sedan Merah.

"Lain kali kita tebus di apotik rumah sakit saja. Saya yakin, Vira tidak akan berani macam-macam lagi. Saya sudah memberi shock therapy padanya. Mana resep obatnya, Tri?" Iwas meminta resep setelah menghentikan kendaraan. "Kamu tunggu di mobil saja, ya? Apotiknya ramai sekali. Ini remote mobilnya kamu pegang saja. Nanti sensornya bunyi dan ribut sekali kalau saya bawa. Buka kaca mobilmu sedikit ya, Tri? Biar sirkulasi udaranya lancar." Iwas berlalu setelah menyerahkan remote mobil dan menerima resep dari Gayatri. Gayatri yang ditinggal di dalam mobil, memandangi keramaian jalan raya. Iwas benar, apotik ramai sekali. Iwas masih mengantri di belakang pembeli lainnya. Sekonyong-konyong kedua mata Gayatri terbelalak. Secara tidak sengaja ia melihat sosok berjaket kulit, bermasker dan berkacamata hitam keluar dari minimarket di depannya. Sosok itu mirip sekali dengan penguntitnya. Saat ini si penguntit tidak mengunakan topi. Tapi Gayatri yakin sekali, orang inilah penguntitnya. Sosoknya
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status