Home / Romansa / Dosen Dingin itu Ayah Anakku / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Dosen Dingin itu Ayah Anakku: Chapter 41 - Chapter 50

86 Chapters

41. Pertemuan Dengan Pak Bakri.

Gayatri bolak-balik menatap pintu kaca kafe. Ia sudah membuat janji untuk bertemu dengan Pak Bakri di kafe ini. Tadinya Gaytri ingin bertemu dengan Pak Bakri di rumahnya saja. Namun Pak Bakri menolak. Alasannya ia tidak mau Harsa mengetahui pertemuan mereka.Pintu kaca bergoyang. Harapan Gayatri membumbung. Semoga saja itu Pak Bakri. Ia stress karena di rumah kedua orang tuanya terus membahas masalah pernikahannya dengan Harsa. Tebakannya benar. Pak Bakri masuk ke dalam kafe. Namun Pak Bakri tidak datang sendiri. Ada Aimee yang mengandeng lengannya."Tante mommy!" Gayatri terkesiap saat Aimee melepas tangan Pak Bakri dan menghambur ke arahnya duduk. Di belakang Aimee, Pak Bakri mengekori cucunya."Maaf, Pak. Mengapa Bapak membawa Aimee ke sini?" ucap Gayatri keheranan. Namun tak urung ia menyambut juga pelukan Aimee walau kaku. Terlahir sebagai anak tunggal, membuatnya tidak luwes menghadapi anak kecil."Karena kakek bilang, kakek mau bertemu dengan mommy baru Ai, makanya Ai minta iku
Read more

42. Misi Gagal!

"Benar sekali. Saya tidak menyukaimu. Dari pertama kali bertemu dulu, saya tidak pernah menyukaimu. Perempuan dingin, sombong dan keras kepala sepertimu bukan kriteria menantu idaman saya. Ditambah dengan keadaanmu sekarang ini, membuat saya semakin tidak menyukaimu," aku Pak Bakri terus terang. Tapi demi Harsa dan Aimee, saya mengalah. Saya bersedia menerimamu sebagai menantu untuk menebus kesalahan-kesalahan saya dulu." Sembari mengadu geraham, Pak Bakri menyelesaikan kalimatnya.Misi telah gagal!"Aimee, sini. Kita sudah mau pulang. Pamit dulu dengan Tante mommy." Pak Bakri melambaikan tangan pada Aimee. Ia menyelamati dirinya sendiri yang sanggup bertahan menghadapi Gayatri selama beberapa menit ini. Padahal ia sangat shock mendengar keadaan Gayatri. "Oke, Kakek." Aimee berlari mendekat setelah menghabiskan minuman dinginnya."Bagaimana, Kek. Tante mommy mau kan jadi mommy Aimee?""Harus mau. Tante Mommy akan segera menjadi mommymu. Pamit dulu pada Tante mommy. Kita harus segera
Read more

43. Pengakuan Gayatri.

"Kalian bicara di sini saja. Ingat, jangan bertengkar. Kalian berdua bukan remaja lagi." Citra membawa Iwas dan Gayatri ke ruang kerja suaminya. Di ruangan ini mereka bisa lebih leluasa berbicara. Karena kalau di ruang tamu, dua putri kecilnya pasti akan merusuhi. "Terima kasih, Cit. Mudah-mudahan sahabatmu ini tidak keras kepala seperti dulu. Kalau sifat kekanakannya sih masih terbawa sampai sekarang." Iwas melirik Gayatri kesal. Bagaimana ia tidak kesal, Gayatri tadi sempat-sempatnya menyerempetnya. Ia tidak menyangka kalau sifat kekanakan Gayatri masih tersisa."Sudah... sudah... jangan mulai lagi." Citra mengangkat tangannya. Ia melihat gestur Gayatri sudah siap menyerang. Kalau begini terus, mereka akan perang alih-alih menyelesaikan masalah."Gue nunggu di luar ya, Tri? Inget pesen gue. Jangan pake emosi." Citra memberikan tatapan tajam pada Gayatri."Khusus untuk Bang Iwas, saya mohon. Bersikap lembutlah pada Ratri. Orang hamil itu hormonnya tidak stabil, Bang. Perpanjang kesa
Read more

44. Terharu.

"Saya minta maaf, Tri. Saya tidak bermaksud menyinggungmu." Iwas ikut berdiri. Ia sadar kalau kalau kalimat tidak pikir panjangnya telah melukai Gayatri. Istimewa setelah mendengar kisah Gayatri saat mengandung Zana dulu. Ia merasa sangat bersalah karena telah meninggalkan Gayatri begitu saja."Beberapa laki-laki bermulut jahat yang menemani istri-istri mereka, melecehkan saya terang-terangan. Mengejek bahwa kecil-kecil saya sudah genit. Bagaimana kalau sudah besar nanti? Apakah saya bersedia menerima salah satu dari mereka untuk menghangatkan ranjang saya?" Gayatri benar-benar menangis saat ini. Ia teringat akan perasaannya yang begitu terluka saat itu. Dalam usia tujuh belas tahun ia telah menerima begitu banyak penghakiman tanpa ia bisa membela diri. "Keparat!" Iwas memaki geram. Ia bisa membayangkan betapa terlukanya Gayatri waktu itu. "Apakah hal-hal seperti itu yang Abang sebut menikmati? Tidak bunuh diri saja saya sudah ber--bersyukur, Bang!" ungkap Gayatri terengah. Ia kehab
Read more

45. Perkara Mangga.

Sembari berkendara Iwas memindai jam di pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam lewat dua puluh menit. Namun ia masih belum menemukan rumah orang yang memiliki pohon mangga. Sementara mereka sudah berkendara hampir satu setengah jam lamanya. Berkendari lebih jauh lagi, pandangan Gayatri tiba-tiba membentur satu sebuah rumah sederhana berhalaman luas. Satu yang pasti. Ada pohon mangga berbuah lebat di halaman rumah tersebut."Bang, itu ada buah mangga menjuntai melewati pagar. Kita ambil saja mangganya ya, Bang? Pohonnya rendah lagi. Pasti pohon mangganya cangkokan." Gayatri menunjuk segerayut mangga muda yang menjuntai di halaman rumah tersebut. "Iya, nanti kita ambil. Tapi minta izin orangnya dulu ya? Biar berkah kamu makannya." Iwas melambatkan laju kendaraan. Ketika telah mendekati rumah yang dituju, Iwas menghentikan kendaraan. "Terseran, Abang. Pokoknya saya sudah kepingin makan mangganya. Nih, mulut saya sudah berliur. Ngiler melihatnya." Gayatri t
Read more

46. Negosiasi Harsa.

"Tidak usah, Bang. Nanti orang tua saya jadi curiga. Kita lanjut saja ke rumah Citra," kata Gayatri pelan. Kantuk telah menguasainya."Ya sudah, kalau maumu begitu. Tapi nanti saya yang mengantarmu pulang. Pulangnya saya naik taksi online saja ke hotel. Sepertinya saya akan menginap di hotel saja malam ini. Besok lagi baru saya kembali ke Surabaya."Hmmm," Gayatri menjawab dengan gumaman. Mobil baru berjalan sekitar sepuluh menit, saat ponsel Gayatri berdering. Ogah-ogahan Gayatri merogoh tasnya dari dalam tas."Hallo," Gayatri mengangkat telepon malas-malasan."Tri, kamu ke mana sih malam-malam begini? Cepat pulang. Ada Harsa dan putrinya di rumah."Mendengar nama Harsa berikut putrinya, Gayatri membuka mata. Kantuknya hilang seketika. Ada urusan apa Harsa sampai membawa-bawa Aimee ke rumahnya? "Ngapain Mas Harsa membawa Aimee ke rumah, Yah?"Mendengar nama Harsa dan putrinya, kedua tangan Iwas yang di setir mobil, mengencang. Hati kecilnya mengatakan ada sesuatu yang direncanakan
Read more

47. Tak Mungkin Bersatu.

Iwas memandangi Gayatri yang tertidur pulas di sampingnya. Saat ini mereka sudah tiba di pintu pagar Citra. Iwas sebenarnya tidak tega membangunkan Gayatri. Tapi ia harus. Mengingat kondisi Gayatri, memang sebaiknya ia beristirahat di dalam kamar saja."Tri," Iwas menyentuh punggung Gayatri lembut."Jangan ambil anakku! Jangan!" teriak Gayatri kalap. Ia memukul serampangan. Serombongan perawat berpakaian putih-putih akan mengambil paksa bayi dalam buaiannya."Tidak ada yang akan mengambil anakmu, Tri. Tidak ada! Sadar, Tri. Sadar." Iwas menangkap kedua tangan Gayatri yang mencakarinya bagai orang yang kesetanan. Suara tangisan bercampur geraman Gayatri membuat Iwas terenyuh. Gayatri bermimpi buruk tentang orang yang akan mengambil anaknya rupanya. "Hah, tidak ada ya?" Gayatri menatap nyalang wajah Iwas. Kedua tangannya masih berada dalam genggaman Iwas. "Cuma mimpi rupanya." Gayatri merebahkan punggungnya ke jok mobil. Ia lega karena yang ia alami tadi cuma mimpi."Kamu mimpi apa t
Read more

48. Kisruh.

"Ganti pakaian dan istirahatlah.""Saya bukan siapa-siapa Abang. Tidak perlu memperhatikan saya sampai sebegitunya." Gayatri mendengkus. Ia berjalan masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Iwas. Jangan terlalu perhatian pada saya, Bang. Saya takut akan kehilangan jikalau Abang tidak lagi di sisi."Maklumi ya, Bang? Namanya juga ibu hamil. Moodnya naik turun terus." Citra meminta pengertian Iwas. Ia tahu sesungguhnya Gayatri itu sedang sedih. Gayatri sengaja bersikap tidak simpatik demi menutupi perasaannya yang sebenarnya."Saya mengerti, Cit. Saya titip Ratri ya? Bagaimanapun hubungan kami saat ini, Ratri sedang mengandung anak saya. Saya berkewajiban untuk melindunginya." Iwas mengembalikan kunci mobil pada Citra."Tentu, Bang. Ratri itu sahabat saya. Saya cuma mau bilang, tolong pertimbangkan masa depan Ratri dan calon anak Abang yang kedua ini." Citra menyampaikan pesannya secara halus. "Tentu. Saya permisi dulu. Saya akan menunggu taksi online di pos depan
Read more

49. Pengakuan.

Iwas terduduk lesu di ruang tunggu UGD. Adiknya Nabila, berjalan hilir mudik di depannya. Sementara sang ayah duduk terpekur di sampingnya. Bibir ayahnya tidak henti-hentinya melantunkan doa. Sudah setengah jam lamanya, ibunya berada di ruang UGD. Namun sampai sekarang ibunya belum siuman juga. "Ini semua gara-gara, Mas! Mas membuat ibu kaget, sampai sakit jantung ibu kumat."Berkacak pinggang Nabila menghampiri sang kakak. Ibu mereka memang menderita penyakit jantung. Namun setelah dipasang ring, sakit jantung ibunya sudah lama tidak pernah kambuh lagi. Selain ibunya selalu menjaga pola makan, mereka juga menjaga agar emosi ibunya tetap stabil. Dengan begitu resiko gagal jantung ibunya bisa diminimalisir. Sayangnya, akhir-akhir ini ibunya kerap mengeluh mengalami nyeri dada, setiap kali membahas masalah Iwas. Sejak mengetahui Iwas kembali bertemu dengan Gayatri, ibunya menjadi sering marah-marah. Emosi ibunya sering tidak terkendali. Puncaknya adalah pagi ini. Di mana pengakuan kak
Read more

50. Buah Simalakama.

"Oh nama cucu Ayah, Zana ya? Alhamdullilah." Pak Ilham mengucap syukur. Hal yang ia takuti, tidak terjadi."Iya, Yah. Nama lengkapnya Aszanasari Parinduri.""Kok Parinduri? Harusnya Aszanasari Adiwangsa dong? Kalaupun tidak, ya Aszanasari Harimurti." Kedua alis Pak Ilham berjinjit. Ia tidak mengerti kenapa nama belakang Zana berbeda. Setahunya nama belakang Parinduri itu adalah marga suku Mandailing yang banyak ditemui di Sumatera Utara sana. "Karena Zana, diadopsi oleh keluarga jauh Pak Sanwani di Medan sana, Yah. Otomatis namanya mengikuti nama orang tua angkatnya.""Kok diadopsi? Kalau mereka tidak mau mengasuh Zana, berikan saja pada kita. Ayah akan dengan senang hati mengasuhnya!" Pak Ilham kecewa. "Memberikan ke mana, Yah? Seminggu setelah kejadian itu, kita sudah pindah ke sini. Seperti yang Iwas ceritakan di awal, Ratri sempat mencari-cari Iwas. Karena ayahnya ingin Ratri menggugurkan kandungannya. Karena tidak berhasil mencari Iwas, Ratri membuat penawaran pada orang tuany
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status