Home / Romansa / Dosen Dingin itu Ayah Anakku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Dosen Dingin itu Ayah Anakku: Chapter 71 - Chapter 80

86 Chapters

71. Vira dan Rahasia Masa Lalunya.

Vira menghentikan kendaraannya di sudut jalan yang relatif sepi. Sekarang ia menghindari jalanan yang ada Area Traffic Control System Atau CCTV lalu lintas. Ia takut kalau kejahatannya akan terbongkar. Setelah menenangkan diri sejenak, Vira mengeluarkan ponselnya dari dalam tas."Gue ada di sudut jalan Gatsu. Di depan ruko-ruko kosong yang sepi. Lo ke sini sekarang!" perintah Vira kesal. Bagaimana ia tidak kesal. Kekasihnya ini kembali melanggar perjanjian yang baru saja mereka sepakati. Akibatnya kekasihnya itu tadi hampir saja tertangkap oleh Gayatri. Untung dirinya tiba tepat waktu. Kalau tidak, mereka berdua saat ini pasti sudah digelandang ke kantor polisi.Kurang lebih sepuluh menit menunggu, Vira memindai kehadiran sang kekasih yang mendekat dengan mengendarai sepeda motornya. "Lo gila, ya? Udah gue bilang jangan main "kasar" lagi. Tapi lo masih aja mengusik, si Ratri?" Vira meneriaki sang kekasih yang belum turun dari motor."Gue nggak melakukan apa-apa, Vir. Gue tadi haus da
Read more

72. Menguak Tabir.

"Saya sudah memisahkan nama-nama waiters tetap dan juga waiters paruh waktu. Orang-orangnya juga sudah saya kumpulkan di aula," terang Bu Norma lagi. "Baik. Saya akan mempelajari daftar ini sebentar, sebelum memanggil waiter yang ingin saya temui." Gayatri membolak-balik berkas. Mencoba ingat-ingat wajah orang yang telah memberikannya minuman padanya selama party berlangsung. "Coba Abang lihat wajah-wajah waiters didaftar ini. Siapa tahu Abang mengingat orang yang telah memberi kita minuman." Gayatri mengoper daftar waiters pada Iwas. Ya, pada akhirnya Iwas ikut juga ke Medan. Hanya saja ia tidak bisa lama-lama. Iwas hanya bisa dua hari di Medan. Iwas bersikukuh ikut, karena ingin mengungkap kecurigaannya pada Vira. "Oke." Iwas membuka daftar dan mulai membolak-balik lembaran data-data waiters. Karena di sana ada pas photo, Iwas bisa melihat wajah disetiap nama. Iwas mengamati satu persatu wajah di sana dengan teliti."Panggil ke sini petugas CCTV yang bertugas waktu itu, Bu. Bawa
Read more

73. Kelicikan Vira.

"Begitulah ceritanya, Bu, Pak. Bu Savira mengancam akan memecat ayah saya, kalau saya tidak menuruti keinginannya. Ibu saya tidak bekerja. Sementara ketiga adik saya masih bersekolah. Saya terpaksa melakukannya." Dengan bibir bergetar Desy mengakui semua perbuatannya."Apa buktinya bahwa kamu mengatakan hal yang sebenarnya." Iwas tidak begitu saja mempercayai kata-kata Desy. Harus ada alat bukti yang mendukung ceritanya."Saya punya buktinya dan memang bukti itu sengaja saya bawa." Desy merogoh saku kemejanya. Mengeluarkan dua bungkus kemasan obat yang sudah kosong."Ini, Pak." Desy memberi bungkusan obat itu pada Iwas."Ini adalah bungkus dua macam obat yang diberikan Bu Vira pada saya. Pada waktu itu Bu Vira berpesan, agar saya langsung membuang bungkus obat setelah saya mencampurnya di minuman. Tapi saya sengaja tidak membuangnya. Karena saya pikir, jika terjadi sesuatu, maka kemasan obat ini bisa menjadi bukti. Ternyata dugaan saya benar," ungkap Desy."Oh iya, untuk semakin membu
Read more

74. Tragedi Berdarah!

Rizal pun memundurkan waktu seperti yang dipinta Iwas. Alih-alih melihat Iwas, Gayatri malah melihat dirinya yang menguap berulang kali sebelum masuk ke dalam kamar 224. Sekitar dua puluh menit kemudian, barulah Iwas terlihat masuk ke dalam kamar 223. Di sepanjang koridor Iwas terlihat menggerak-gerakkan kerah jasnya. Iwas tampak gelisah. Tepat pada pukul sepuluh lewat lima belas menit barulah Vira masuk ke kamar 233. Lima menit kemudian Vira keluar kamar sambil menelepon seseorang. Satu hal Gayatri anggap janggal adalah ; Vira tertawa-tawa selaman menelepon. Padahal pesan di ponselnya mengatakan bahwa Vira kembali ke Surabaya karena ayahnya sakit keras. Kontradiktif sekali bahasa tubuh Vira bukan?"Ok, Zal. Terima kasih atas bantuannya. Untuk kamera-kamera selanjutnya, saya akan memeriksanya sendiri. Kamu boleh kembali bertugas," ucap Gayatri tegas."Baik. Saya permisi dulu. Mari, Bu, Pak." Rizal mohon diri. Iwas mengangguk singkat. Ia mengerti maksud Gayatri. Gayatri meminta Rizal
Read more

75. Mati Saja!

"Yah, Bu. Temani Vira bermain yuk? Vira mau main belanja-belanjaan.""Main sendiri saja ya, Vir? Ayah dan ibu sedang sibuk.""Nggak bisa main sendiri, Yah, Bu. Vira yang ibu tukang jualan. Harus ada pembelinya baru bisa main.""Vira, sini main dengan Om saja. Vira yang jadi ibu penjual sayur, dan Om pembelinya. Bu Vira, harga sayur bayamnya ini berapa ya satu ikat?""Oh Vira mau main dokter-dokteran ya? Boleh, tapi Om yang jadi dokternya dan Vira sebagai pasien ya? Sekarang buka dulu dong bajunya. Biar Om periksa, Vira ini sakit apa.""Om mencintaimu, Vira. Dari kamu kecil Om sudah mencintaimu. Ingat, hanya Om yang selalu ada untukmu bukan? Jadilah kekasih abadi Om. Kalau kamu tidak mau, nanti tidak ada orang yang menyayangimu lagi lho. Nurut sama Om ya?""Apa yang kalian berdua lakukan? Oh... oh... ternyata kalian berdua pecinta sesama jenis ya? Akan Om laporkan semua ini pada ayahmu!""Jangan, Om! Tolong jangan katakan apapun pada ayah.""Boleh saja. Tapi ada imbalannya. Kamu tidak
Read more

76. Mengurai Masalah.

Apa yang ia rencanakan ternyata hanya tinggal rencana. Karena ia sudah mendengar suara sirene polisi yang semakin dekat ke rumahnya. Sepertinya Bik Uwi dan Pak Marto telah melapor pada pihak yang berwajib. Sialan! Lihatlah orang-orang gajiannya pun menghianatinya. Dasar orang-orang tidak tahu membalas budi! Vira memutar otak. Ia harus keluar dari rumah ini sebelum polisi menangkapnya. Setelah memandang sekeliling, ia melihat peluang. Ya, ia harus keluar dari jendela. Karena jendela kamarnya langsung menghadap ke halaman. Vira membuka gerendel jendela. Setelah jendela kaca terbuka. Ia pun melompat keluar. "Angkat tangan, Bu Vira. Anda kami tahan." Vira kaget. Tiba-tiba saja dua orang polisi muncul di depan jendela kamar dan langsung memborgolnya. Tas kecilnya dibuang para polisi itu begitu saja."Lepaskan! Saya tidak bersalah. Manusia bejat itu ingin memperkosa saya. Saya hanya membela diri!" Vira meronta-ronta. Ia tidak mau di penjara."Di kantor nanti Bu Vira bisa memberi keteranga
Read more

77. Pengakuan Vira.

"Kenapa kamu membunuh Om Danu, Vir? Kamu punya masalah apa sih dengan ommu itu?" Pak Hartono langsung berdiri saat Vira dihadirkan dalam ruangan. Pak Hartono datang ke kantor polisi didampingi Nara dan juga pengacara terbaik pilihan Nara juga."Banyak, Yah," sahut Vira singkat. Ia sedang tidak mood untuk berbicara dengan siapa pun. Istimewa dengan Nara. Karena Vira tahu, Nara sekarang bukan siapa-siapanya lagi. Televisi di kantor polisi tadi memperlihatkan sosok Nia yang diciduk aparat. Judul beritanya adalah ; peneror anak mantan mentri PUPR telah ditangkap. Itu artinya pernikahannya dengan Nara gugur dengan sendirinya. Karena ia telah terbukti melanggar kesepakatan. Nia pasti akan bernyanyi saat dimintai keterangan."Banyak? Sebutkan salah satunya," sergah Pak Hartono."Kenalkan, bapak ini adalah pengacaramu. Pak Hanafi Iskandar namanya. Kamu boleh menceritakan kronologi kejadian tadi pada Pak Nafi."Pak Hartono memperkenalkan pengacara terbaik pilihan Nara. Nara memang bisa dianda
Read more

78. Pengakuan Nia.

"Saya dan Vira mempunyai masa lalu yang hampir sama. Jikalau Vira kerap dilecehkan oleh omnya, saya oleh ayah tiri saya." Nia memandangi langit-langit ruangan. Hari ini ia menerima kunjungan dari Gayatri dan Nara di kantor polisi. Mereka sekarang duduk berhadapan dengan sebuah meja sebagai pemisah. "Jikalau Vira dijebak omnya dengan photo-photo, saya dijebak dengan masalah finansial. Saya mempunyai dua orang adik yang masih kecil-kecil. Sementara ibu saya hanyalah ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan. Kalau saya mengadu, ayah tiri saya mengancam akan menceraikan ibu saya. Saya terpaksa bertahan demi ibu dan adik-adik," ungkap Nia jujur."Saya menyesal atas semuanya, Tri. Tapi mau bagaimana lagi. Nasi telah menjadi bubur," ucap Nia lesu."Saya tidak akan menghakimi masa lalu Mbak Nia, karena saya tidak berada di posisi Mbak. Yang saya sayangkan kenapa kalian berdua tidak berterus terang dari awal? Masalah kalian ini sebenarnya penyelesaiannya sederhana. Kalian cukup mengaku saja
Read more

79. Jatuh Cinta Berjuta Rasanya.

Iwas menjalankan kendaraan dengan hati-hati. Saat ini Gayatri tertidur dalam mobil. Kepala Gayatri bersandar nyaman di bahunya. Selama berkendara dari gerai mie ayam menuju rumah Gayatri, Gayatri terkantuk-kantuk yang berakhir dengan tertidur di bahunya. Iwas tidak tega membangunkan Gayatri. Ia tahu Gayatri kelelahan. Mendekati rumah Gayatri, Iwas melambatkan laju kendaraan sebelum benar-benar berhenti. Saat Pak Irwan membuka pintu gerbang, Iwas melajukan kendaraan dan berhenti di teras rumah. Iwas menunggu sekitar lima menit, baru ia membangunkan Gayatri. Lebih baik Gayatri istirahat di kamar saja daripada bersandar begini."Tri, bangun. Kita sudah sampai di rumahmu." Iwas mengusap-usap bahu Gayatri."Heh, sampai di rumah? Kok tidak ke hotel saja?" Gayatri tersentak saat dibangunkan Iwas. Menyadari bahwa sekarang ia sudah berada di rumah, Gayatri mendecakkan lidah. Salahnya sendiri yang ketiduran. "Kamu mau ke hotel ya? Apa kamu tidak capek, Tri? Bukannya lebih baik kalau kamu isti
Read more

80. Tunggu Kejutan Dariku.

Gayatri tidak menjawab. Ia mengerutkan kening. Berpikir keras sebelum menjawab. Iwas memintanya menjawab jujur. Makanya harus hati-hati. Lebih baik ia memberi jawaban yang aman saja."Sama saja kok, Bang. Dulu maupun sekarang, saya suka-suka saja.""Begitu ya? Coba berikan alasannya." Iwas tidak mau dijawab seadanya. Ia ingin mengetahui perasaan Gayatri padanya."Alasannya? Apa ya? Sikap Abang dulu walau dingin, Abang baik pada saya. Buktinya Abang dulu bersedia memenuhi permintaan saya. Baik itu permintaan menemani ke pesta ulang tahun Citra, ataupun ke rumah sakit menemui Zana.""Kalau saya yang sekarang?" cecar Iwas lagi. "Kalau Abang yang sekarang, ya lebih ramah sih." Gayatri mulai kesulitan merangkai kata-kata. Ia memang paling tidak bisa memuji-muji orang. Setelan pabriknya memang begitu."Masa cuma begitu? Tambahin lagi dong. Kan saya minta jawabnya yang jujur." Sembari tetap fokus menyetir, Iwas memasang telinganya baik-baik. Sulit sekali rupanya meminta Gayatri mengutarakan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status