All Chapters of Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss: Chapter 1 - Chapter 10

33 Chapters

Kejutan

"Jadi, calon suami kamu itu Rizal?" tanya Mia.Dari nada bicaranya terdengar sinis dan merendahkan setelah aku mengangguk. Hari ini aku baru saja kedatangan tamu. Rizal dan orang tuanya datang melamarku pada ayah ibu secara resmi. Rupanya ucapannya beberapa hari yang lalu itu tidak main-main. Dia bilang menyukaiku dan jika aku mau menerimanya, maka dia akan menjadikan aku sebagai istri bukan pacar. "Ternyata pepatah yang mengatakan dunia itu sempit memang benar, ya?" kata Mia lagi seraya mengambil stoples yang berisi potil ketumbar di atas meja lalu membawanya dalam pangkuan. Tidak lama kemudian terdengar suara mulutnya yang mengunyah makanan itu dengan keras. "Memangnya kenapa?" Aku yang sedang mencuci piring bekas makan tadi menoleh. Mia berhenti mengunyah lalu mendekatiku. "Rizal itu mantan pacarku, tetapi aku putusin dia karena dia itu adalah lelaki yang sangat pelit dan perhitungan. Mana mau aku dengan lelaki yang setiap kali makan harus bayar sendiri-sendiri. Nggak pernah n
Read more

Siapa Kamu?

Uang di dalam dompet hitam milik Rizal memang tidak banyak. Ku lihat hanya ada beberapa lembar uang merah, tetapi selain uang, di dompet itu juga ada kartu ATM dan kartu kredit. Sebuah kartu yang tidak pernah kumiliki. Kuhela napas perlahan. Selama aku bekerja, gajiku yang tidak seberapa itu selalu kuberikan pada ibu. Rizal menarik tanganku mengajak masuk butik. Seorang wanita cantik berseragam biru menyambut kami dengan raut wajah ramah. "Kami mau pesan baju pengantin yang paling bagus di butik ini, Mbak," kata Rizal. Wanita berjilbab itu tersenyum dan mengajak kami untuk memasuki ruangan yang lain. Aneka gamis berjejer serta manekin bergaun pengantin telah siap untuk dipilih. "Ini beberapa model gaun pengantin koleksi kami. Silakan dipilih," kata sang pelayan. Aku terpana melihat gaun yang semuanya bagus-bagus. Tidak pernah ber bayangkan aku akan memasuki butik sebesar dan sebagus ini apalagi untuk memilih dan membeli salah satu gaunnya. Tanganku gemetar. Kulirik Rizal yang j
Read more

Panggil dia Mas

"Sebenarnya kamu ini siapa? Kenapa tidak sayang mengeluarkan banyak uang hanya untuk makan?" Aku mengulang pertanyaan saat makanan yang kami pesan sudah datang. Rizal menatapku lalu mengulurkan tangan. "Ehem, kenalkan. Aku Afrizal Ramadan, calon suami dari Elliana Putri." "Serius." Aku mengerucutkan bibir, tetapi dia malah tertawa. "Iya, aku serius. Namaku memang Rizal, kan? Dan sebentar lagi kita akan menikah." "Tetapi__Rizal tersenyum memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi. "Makan dulu. Nggak baik makan sambil berbicara, kan?" Aku meringis lalu mengambil potongan pizza dan memakannya. Makanan yang untuk pertama kalinya masuk ke dalam mulutku ini. Biasanya aku hanya melihat makanan seperti ini di televisi, tetapi kali ini aku bisa merasakan sendir. Jika dilihat dari cara Rizal makan, sepertinya lelaki di hadapanku ini sudah terbiasa makan makanan ini tidak seperti aku yang setiap hari hanya makan seadanya. Benarkah Rizal sudah terbiasa makan di restoran mahal sep
Read more

Siapa yang Pamer

"Mau?" Aku mengangkat potongan pizza dan mengulurkan pada Mia. Wanita yang memakai rok merah sebatas lutut dan atasan warna putih itu menggeleng seraya berkata, "Enggak, ah. Nanti aku disuruh bayar lagi. Aku tahu kamu pasti sudah tidak punya uang sama sekali setelah jalan-jalan tadi, kan?" Aku tersenyum. "Enggak, Mi. Ini Rizal yang bayar kok. Tadi aku juga tidak keluar uang sepeser pun. Semuanya dia yang bayar." Mia tertawa lebar. "Kamu pikir aku akan percaya? Hei, aku itu tahu betul siapa Rizal, El. Dia nggak mungkin akan membayarkan makanan saat kencan. Jangan-jangan isi bensin juga diminta patungan," "Aku tidak bohong. Rizal yang bayar pizza ini." Aku mengatakan yang sebenarnya.Lagi. Wanita yang merupakan keponakan ayahku itu tertawa lebar. "Oke-oke. Mungkin sekarang Rizal yang bayar, tetapi pasti nanti dihitung utang dan yang namanya utang harus bayar. Siap-siap aja kamu ditagih oleh calon suamimu sendiri."Aku menelan ludah. Benarkah Rizal seperti itu? Aku menggeleng. Ah, t
Read more

Takut dipecat

Bude Lasmi mendekat lalu mengambil baju pengantin itu. "Wah, selain pamer dibelikan pizza, kamu juga mau pamer kalau baju pengantinnya sudah ada? Tetapi menurutku, baju ini biasa saja," ujarnya dengan tampang merendahkan. Aku mengambil alih baju itu. "Ini saja sudah bersyukur, Bude.""Tentu saja, calon suamimu hanya orang biasa. Kamu harus tahu diri dengan tidak minta yang aneh-aneh atau pun yang mahal-mahal. Untuk pernikahan juga sederhana saja. Jika punya uang lebih baik buat modal berumah tangga atau buat nyicil beli rumah. Calon suamimu itu belum punya rumah sendiri, kan?" tanyanya sinis. "Bude ke sini hanya berniat untuk menghinaku? Memangnya tidak punya pekerjaan lain yang lebih bermanfaat?" tanyaku mulai sebal. Rasa hormat pada orang yang lebih tua menguap begitu saja melihat tingkahnya yang sebelas duabelas dengan Mia. Rupanya pepatah yang mengatakan buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya itu memang benar adanya. Wanita yang rambutnya sudah mulai memutih, tetapi tidak mau
Read more

Hinaan dari Sepupu

"Kenapa tidak mau bicara dengan Mia?" tanyaku dengan suara terbang bersama angin. Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja. Tadi Rizal tetap melajukan motornya dan mengabaikan mantan kekasih yang memanggil dan berjalan dengan tergopoh-gopoh itu. "Malas aja. Lagi pula ini sudah siang, kalau meladeni Mia, kita pasti akan terlambat," jawab Rizal dengan tetap fokus mengemudi. Aku tersenyum meski Rizal tidak melihatnya. Dia juga pasti tidak mau gajinya dipotong jika datang terlambat. "Zal. Terima kasih, ya?" ucapku setelah turun dari motor. Kubuka helm berwarna hitam dan mengulurkan padanya. "Untuk?" "Pizza yang kemarin. Berkat kamu, keluargaku bisa mencicipi makanan yang sebelumnya mustahil dapat kami beli karena harganya mahal," ucapku jujur. Aku tersenyum saat teringat betapa bahagianya Delia makan pizza tadi sore. Bahkan ia harus mengambil beberapa foto untuk diabadikan. Bagi orang lain, pizza adalah makanan yang biasa, tetapi tidak bagi kami. Tidak heran jika D
Read more

Signal Pertolongan

Mataku terasa berkabut mengingat ayah di rumah yang sedang sakit sedangkan saudara kandungnya sendiri tidak mau peduli. "Kenapa masih berdiri di situ? Kurang jelas kalau aku tidak akan mengizinkan suamiku mengantar ayahmu?" kata Bude Lasmi lagi. Kutekan dadaku kuat-kuat untuk mengurai rasa sesak yang semakin menghimpit. Pepatah mengatakan darah lebih kental daripada air, tetapi aku tidak pernah merasakan itu dari keluarga ayah. Mereka seolah sengaja membentang jarak karena perbedaan ekonomi di antara kami. Ayah adalah tiga bersaudara. Bude Lasmi, kakak perempuannya memiliki suami yang bekerja sebagai mandor bangunan, kakak pertamanya memiliki toko sembako yang saat ini tinggal bersama nenek. Bisa dikatakan di antara mereka bertiga hanya ayah yang keadaan ekonominya tidak melimpah seperti kakak-kakaknya. Dengan tubuh lunglai aku berbalik. Tujuanku sekarang adalah ke rumah nenek. Di sana juga ada mobil milik Pakde Pras. Semoga anak pertama dari nenekku itu berkenan mengantar ayah ke
Read more

Mobil Siapa

"Bagaimana keadaan Ayah?" tanya Rizal. Tidak menunggu waktu lama ia sudah sampai di rumah sakit meski sudah ku larang. Lelaki yang sudah memakai seragam toko berwarna merah hitam itu mendekat ke ranjang tempat ayah berbaring dengan selang infus di tangannya. "Ayah kelelahan dan tensi darahnya naik," jawabku seraya mengusap tangan ayah. Kutatap wajahnya yang sudah terlihat lebih segar meski saat ini tengah terpejam. "Kita nggak usah masuk bekerja hari ini," kata Rizal. "Kita?" tanyaku dengan dahi berkerut. "Iya, kita. Aku dan kamu." Rizal menunjuk dadanya lalu menunjukku. "Kalau kita bekerja, siapa yang akan menjaga Ayah di sini? Ibu pasti lelah, sementara Delia harus sekolah." Aku menggeleng. "Tidak, Zal. Aku memang berencana untuk tidak masuk, tetapi kamu jangan." Lelaki berkulit putih itu tersenyum. "Nggak apa-apa. Aku sudah minta izin untuk tidak masuk hari ini. Nggak usah khawatir gaji kita kena potong. Semuanya biar aku yang urus." Aku tertawa kecil. "Memangnya kita ini s
Read more

Lamar aku

POV MiaBetapa damainya hati ini melihat aneka tanaman bunga yang sedang mekar. Angin semilir yang berembus menerpa wajahku menambah syahdunya suasana sore ini. Sapaan salam membuyarkan lamunanku yang sedang berangan tentang masa depan memiliki suami berwajah tampan dan kaya raya. Mia yang cantik ini akan menjadi ratu yang semua keinginannya terpenuhi. "Waalaikumsalam." Aku mengerucutkan bibir saat melihat yang datang adalah Pak RT dengan sebuah buku serta pulpen di tangannya. "Ada apa, Pak?" tanyaku tanpa mempersilakan lelaki berkumis itu duduk. "Saya mau menagih dana sosial, Mbak Mia," "Mbak Mbak. Sejak kapan aku nikah dengan kakakmu. Memangnya aku setua itu sampai harus dipanggil Mbak? Panggil nama saja. Nggak usah pakai Mbak," ucapku ketus. "Baik, Mia. Saya datang ke sini karena mau menagih dana sosial." Dahiku berkerut. "Dana sosial? Buat apa? Itu bukan urusanku." "Pak Daris masuk rumah sakit. Sesuai kesepakatan kita bersama bahwa setiap ada salah seorang warga yang diraw
Read more

Dia Lelaki Sederhana

PoV EllySuasana di rumah sudah mulai banyak orang. Tidak terasa hari pernikahanku dengan Rizal akan digelar besok sesuai dengan rencana awal, bukan dimajukan seperti keinginan Rizal. Di dapur ada beberapa ibu-ibu yang sedang memasak untuk acara besok. Rencananya akan ada acara sederhana dengan mengundang satu RT saja. Satu minggu sudah aku tidak bertemu dengan Rizal karena aku harus menjalani masa pingitan seperti permintaan ayah meski sebenarnya aku keberatan. Seharusnya masa pingitan ini adalah selama satu bulan, tetapi aku hanya mengajukan cuti selama satu minggu saja. Satu minggu tidak bertemu dengan Rizal nyatanya rasa rindu ini semakin membelenggu. Aku rindu senyum manis dan tawa renyah yang selalu menggodaku. Ah, dia adalah lelaki sederhana yang mampu membuatku terpesona dan tidak bisa menolak saat dia menyatakan cinta. "El, aku mau bicara, boleh?" tanya Rizal saat kami tengah makan siang bersama. Waktu itu selain kami berdua ada juga Fatma yang juga teman satu pekerjaan.
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status