Semua Bab Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu : Bab 11 - Bab 20

92 Bab

11. Kenangan

Sampai cangkir di tangan kiriku tandas, begitupun cangkir yang ada di tangan kanannya. Kosong. Aku melepaskan tangan kananku yang berada di pinggangnya. Meraih cangkir yang kosong di tangan kanannya. Kemudian meletakkan di meja kecil yang berada di samping kursi.Bang Fyan mengikutiku langkahku kemudian membimbingku duduk di kursi sementara dia bersimpuh di hadapanku. Meraup kedua tanganku dan menggenggamnya lembut."Terimakasih sudah memberikan senyuman termanis untuk Abang. Itu sangat berarti bagi Abang. Tetaplah tersenyum untuk Abang. Karena dengan melihat senyum Ara, Abang seperti menggenggam seluruh dunia." Manik hitam itu lekat menatapku, kemudian tanganku terangkat dan berhenti di bawah bibir tipisnya. Kurasakan beberapa kali kecupan lembut di sana, membuat aku semakin merasakan denyutan aneh menjalar ke seluruh tubuhku.Hujan masih rintik-rintik di luar sana. Seperti gerimis di hatiku menyirami sesuatu yang baru tumbuh jauh di dasar paling dalam.Bang Fyan duduk di sampingku
Baca selengkapnya

12. Ke Rumah Mama

Kulihat Bang Fyan menyugar rambutnya secara kasar. Aku tak suka caranya seperti ini. Kenangan itu tak bisa dipaksakan untuk hilang. Membekas bukan berarti ingin mengulang. Perlu waktu untuk menggantikan seseorang yang telah terpatri di dalam hati. Dan aku sedang berusaha keras untuk itu.Dia masih duduk di bangku itu dengan kedua sikut bertumpu pada pahanya. Kepalanya menunduk dengan urat-urat tegas jelas terlihat di wajahnya. Nampak kemarahannya begitu ingin disembunyikan. Satu sisi hatiku merasa bersalah telah membuat wajahnya begitu memerah namun sisi hatiku yang lain juga merasa marah dengan caranya.Beberapa menit kemudian nampak dia bangkit dan mengusap wajahnya kasar. Lalu berjalan tergesa-gesa menuju mobil dimana aku terlebih dahulu telah masuk.Tanpa suara dia duduk di kursi kemudi, lalu melajukan mobil menuju rumah Mama.Selama perjalanan yang hanya beberapa menit saja, kami saling diam. Tak ada suara selain deru mesin mobil yang memenuhi rongga telinga. Hatiku yang mulai
Baca selengkapnya

13. Wallpaper

Kesal karena kejadian kemarin sore di taman Flamboyan belum juga reda, pagi ini dia sudah menambahnya. Segera aku turun untuk menemuinya di bawah. Dadaku terasa naik turun menahan kesal yang memuncak.Sepagi ini biasanya dia sedang berolahraga kecil di taman. Sebelum membantuku menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah.Tiba di ruang makan aku mendapati dua piring roti bakar. Harum margarin begitu menggoda untuk menikmatinya. Dia tahu kesukaanku.Selain itu terdapat dua buah cangkir yang masing-masing mendampingi satu piring. Teh panas dengan irisan lemon yang sudah tentu untukku dan secangkir kopi miliknya yang sepertinya tersisa setengahnya.Aku berpikir sejenak, apakah ini sogokan agar aku tak marah dengan kelancangannya merubah wallpaper ponselku? Bisa saja iya, karena tidak biasanya dia membuat sarapan untuk kami.Mengabaikan wangi margarin dan lemon tea favoritku, aku melangkah ke taman samping di dekat kolam renang. Tempat biasanya dia berolahraga ringan setiap pagi. Sepi. Lalu d
Baca selengkapnya

14. Teringat

Maya dan Iren sudah sibuk mengemas barang ketika aku sampai di toko. Alhamdulillah dari hari ke hari makin banyak yang berbelanja secara online, ini berkat promosi yang gencar kami lakukan di berbagai media sosial.Semenjak bertemu Bang Fyan kemarin, karyawan konter sebelah sudah tidak pernah tebar-tebar pesona lagi. Hanya sebatas bertegur sapa ketika secara tidak sengaja bertemu. Ada sedikit rasa kasian melihat sikapnya sekarang. Mengingat kemarin-kemarin dia sangat bersemangat memberikan perhatian. Lucu memang, sebenarnya Bang Ijam itu baik, hanya saja dia kurang bisa menjaga sikap dan punya tingkat percaya diri yang tinggi. Sehingga tidak bisa membedakan mana yang serius menanggapi atau sekedar tak enak hati dan hanya berbasa basi."Pengantin baru kirain mau izin nggak masuk lagi," goda Maya."Apaan sih, May?""Enak ya kalau ada suami hujan-hujan diam di rumah. Pantas saja kamu menolak punya asisten rumah tangga, jadi bisa leluasa berduaan." Maya masih melanjutkan ledekannya meski
Baca selengkapnya

15. Kaku

Begitu seterusnya, sampai beberapa keliling pun tak lepas dari perdebatan kami. Bang Fyan itu egois, tidak pernah mau mengalah dan cenderung memaksakan kehendak, tapi selalu melindungiku.Seperti saat ini, mungkin sifat aslinya sedang dominan sehingga dia dengan tanpa kompromi, seenaknya mengganti wallpaper ponselku dan setelah itu bersikap tak perduli. Tapi sebelumnya, sikap Bang Fyan selalu manis. Apakah itu pura-pura? Atau memang dia sudah berubah? Ya Tuhan, apa yang sedang terjadi? Padahal kemarin aku sudah berusaha dan hampir berhasil bisa membuka diri. Tapi Bang Fyan mengacaukan semuanya dengan sifat egoisnya.Aku menangkupkan kedua telapak tanganku pada wajah ini. Mencondongkan tubuh ke arah depan dengan siku menumpu pada kedua pahaku. Aku tak ingin mengecewakan Mama dan Papa, tapi apakah harus dengan mengorbankan hatiku?Gawai yang berada di saku gamisku bergetar, segera aku mengambilnya dan melihat siapa yang menghubungiku.Bang Fyan.Kulirik jam tangan, 17.30. mungkin Bang
Baca selengkapnya

16. Bimbang

Dari perawakannya aku tahu itu Rey, namun kini badannya agak sedikit berisi. Gayanya masih tetap sama, celana jeans, kemeja kotak-kotak lengkap dengan kacamata hitam bertengger pada hidung mancungnya. Serta rambut yang dibiarkan agak panjang, sedikit menutupi bagian belakang lehernya. Sehingga akan bergerak jika tertiup angin dan itu yang dulu membuatku tak henti memikirkannya sepanjang waktu. Rey dengan gaya cueknya, selalu mampu menyihirku. Di bawahnya tertulis sebuah caption 'Hidup akan terus berlanjut.' Rey selalu pandai berkata-kata, mungkin itu juga salah satunya yang membuat dia seperti candu untukku.Entah hidup seperti apa yang sedang Rey jalani. Apakah masih ada pengharapan bagi hati yang telah kalah dalam penantian ini. Aku kalah. Aku ingkar. Aku minta maaf, Rey.Sebutan apa yang pantas untukku saat ini? Wanita yang tidak setia menanti kekasihnya dan memilih untuk menikah dengan sahabat dari kekasihnya itu. Apakah aku akan sanggup menjelaskan semua ini pada Rey? Aku tak sa
Baca selengkapnya

17. Jingga

Matahari kian merendah dan perlahan tenggelam diantara pepohonan yang berjajar rapi di sepanjang jalan perumahan. Meninggalkan bias jingga yang berpendar di sepanjang garis cakrawala di bagian barat. Sekelompok burung pingai atau biasa disebut burung gereja sesekali melintas, terbang menuju sarangnya. Menyempurnakan siluet alam senja ini. Syahdu.Aku tersenyum tipis seraya menghela nafas berat. Suasana seperti ini akan sangat terasa indah jika ada seseorang yang istimewa di sini. Dan saat ini aku tak bisa membayangkan siapapun ada di sini bersamaku"Indah."Suara disamping kiriku itu membuatku sedikit terkejut karena aku sedang fokus melihat ke arah kanan dimana jingga cakrawala senja sedang memanjakan mataku.Kulirik sekilas lelaki halalku tengah menatap ke fokus yang sama denganku barusan."Sayangnya keindahan ini akan tak berarti jika dinikmati dengan hati yang resah," lanjutnya lagi membuatku kembali menoleh ke arahnya. Pandangan kami bertaut. Aku tak mampu menyelam ke dalam kedu
Baca selengkapnya

18. Pilihan Lain

Perbukitan yang nampak hijau kebiruan serta atap-atap rumah penduduk yang nampak kemerahan terlihat sangat indah di bawah naungan langit biru dengan beberapa gumpalan awan putih di siang yang cerah ini.Membuat siapapun akan betah berlama-lama di sini. Itulah yang membuat aku dan Maya serta teman-teman yang lain dulu sering pergi ke sini selain ke taman Flamboyan."Masih suka menikmati alam dari ketinggian?" Terlalu tenggelam dalam buaian angin dan indahnya alam hingga aku tak sadar sudah ada seseorang yang berdiri tak jauh dariku. Dan suara itu sangat tidak asing di telingaku meski sudah 3 tahun tak pernah lagi kudengar."Rey!?" Tak sadar aku menyebut namanya meski mataku masih lurus ke depan."Kamu masih sangat mengenaliku?" Suara itu terdengar lagi."Tentu saja," jawabku masih dalam posisi yang sama."Aku masih sangat mengenalmu kecuali tentang satu hal," lanjutku seraya menoleh ke arahnya. Rey berdiri di sebelah kananku hanya berjarak beberapa langkah saja. Tubuh tegapnya terbalut
Baca selengkapnya

19. Orang Ketiga

Aku mengubah posisiku menjadi berhadapan dengannya. Dadaku terasa sesak mendengar penuturannya barusan."Setelah apa yang kamu lakukan selama empat tahun ini terhadapku. Kamu dengan entengnya minta maaf, Rey? Kamu pikir hatiku terbuat dari apa hingga begitu kuat menerima semua ini?" Meski sudah kucoba untuk setegar mungkin tetap saja suaraku terdengar bergetar. Mataku lurus menatapnya. Kerinduan yang beberapa saat yang lalu melebur dalam tatapan kami telah menguap dan berganti dengan amarah yang sulit dijelaskan."Kamu pikir selama ini aku hidup dengan tenang, Ra? Aku selalu dibayangi perasaan bersalah kepadamu. Dan aku tak kan tenang sebelum semua ini terungkap. Aku pengecut karena tidak berani berkata jujur padamu. Aku bingung harus memulai dari mana untuk menjelaskan padamu." Dia menjeda kalimatnya, lalu mengacak rambutnya frustasi seraya berpaling ke arah kanan dimana alam di bawah langit biru tak lagi menjadi indah bagiku.Sementara aku hanya mematung menahan isakanku yang mewaki
Baca selengkapnya

20. Lemas

Aku membuka mata dan merasakan kepalaku berat. Kuraba keningku dan mendapati sesuatu menempel di sana. Handuk kecil. Apakah aku dikompres? Aku pun kini terbaring di atas kasur berselimut tebal. Bukankah tadi aku sedang merasakan dinginnya udara malam sambil duduk di atas kursi yang berada di balkon kamarku? Lalu .... ?Kulihat sekeliling dan mendapati Bang Fyan sedang duduk di atas sofa bersama laptopnya. Kucoba bangun tapi tubuhku rasanya sakit dan kepala terasa pusing."Aahh!" Aku kembali berbaring setengah menghempaskan tubuh di atas kasur."Jangan paksakan bangun dulu, kalau butuh sesuatu bilang saja!" ucap Bang Fyan seraya bangkit dan berjalan menghampiriku."Aku tadi ... di balkon." Aku melirik ke arah balkon, tangan kananku sedikit terangkat."Kamu ketiduran di balkon dalam keadaan kedinginan. Jadi Abang pindahin saja ke sini," tuturnya lembut tapi nyaris tanpa ekspresi. Datar dan dingin."Maaf, Ara nunggu Abang sampai ketiduran dan kedinginan begitu," lanjutnya sambil membetul
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status