Semua Bab Miskin itu Memalukan: Bab 41 - Bab 50

62 Bab

Warning untuk Mama

Miskin itu Memalukan 41Warning untuk Mama“Silakan masuk, tuan.” mama menunjuk pada kursi tamu yang tertata di ruangan paviliun ini. Aku mengangguk pada lelaki berseragam supir yang berdiri di belakang kursi roda. Lelaki itu segera mendorong masuk kursi roda. “Saya permisi tunggu di luar, tuan,” lelaki itu setengah berbisik. Tuannya mengangguk dan lelaki itupun segera berlalu.Mama duduk di kursi yang paling dekat dengan kursi roda lelaki yang dipanggilnya ‘Tuan Artha’ itu. Aku masih berdiri di belakang kursi mama. “Katanya tuan pergi ke luar negeri untuk berobat. Apakah sudah selesai, tuan sudah sembuh?” Mama mengajukan banyak pertanyaan seolah mewakili hatinya yang memikirkan lelaki itu. Lelaki itu menggeleng, senyum tipis menghiasi bibirnya saat mendengar serangan pertanyaan mama. “Aku tidak jadi dioperasi, kondisiku tidak fit saat sampai di sana,”jawab tuan Artha.“Lhoh, kenapa, Tuan?” Suara mama cemas. Aku melihat mama yang tampak khawatir. Hmm ….“Karena …” tuan Artha menat
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-02
Baca selengkapnya

Arif Tertangkap

Miskin itu Memalukan 42Arif tertangkap“Ya, Fi.” Mama mengangguk pelan. Aku mengalihkan pandangan pada pot-pot bunga yang tergantung di tembok sepanjang jalan masuk rumah. Jadi ingat mama yang suka merawatnya. Hampir setiap malam aku bersama Ruly video call dengan mereka. Alhamdulillah kabar mereka baik. “Mama masuk dulu, ya, Fi,” kata mama sambil berdiri. Aku menangkap raut kecewa atau marah di wajah mama. Aku mengangguk, setelah itu mama masuk ke rumah. Biar saja mama mau marah atau kesal. Persoalan mama belum selesai. Mama belum resmi bercerai dengan Arif. Nanti kalau suamiku sudah tidak sibuk, aku akan mengantar mama menemui pengacara. Mama harus bercerai dari Om Arif bagaimana pun juga. Aku akan membayar pengacara untuk mengurus perceraian mama. Malam ini sebelum tidur aku sempatkan mengobrol dengan Ruly tentang mamaku.“Kenapa lagi?” Tanya suamiku sambil tangannya mempermainkan anak rambutku. “Sepertinya mama jatuh cinta lagi,” kataku sebal. “Cepat sekali.”“Makanya itu,”
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-03
Baca selengkapnya

Butuh Uang juga

Miskin itu Memalukan 43Mama butuh uang Om Arif tidak melawan saat digelandang balik oleh petugas. Meski begitu sorot tajam matanya mengisyaratkan dendam dan kebencian mendalam padaku dan mama. Biarin saja, aku nggak peduli. Mama menatap tak berkedip lelaki yang pernah dicintainya digelandang masuk kembali ke sel. Mungkin hati mama sedang merana, menangisi nasib Om Arif yang malang. Coba kalau nggak ada aku tadi, aku yakin mama akan lemah dan memaafkan Om Arif. Drama banjir air mata dan peluk memeluk pasti terjadi. Basi! Mama harus bercerai, titik. Bagiku itu harga mati jika mama ingin hidup bahagia bersamaku. “Senang hatiku, mas, lega rasanya melihat Om Arif dipenjara,”ucapku saat di mobil dalam perjalanan pulang.“Tapi Om Arif tadi melihatmu gimana gitu, ya, seperti dendam kesumat,” kata suamiku.“Aku sih nggak peduli, biarpun dia mau melotot atau mendelik, nggak ngaruh. Iya, kan, Ma?” Aku melihat ke belakang pada mama. “Iya, Fi,” jawab mama mengangguk. “Sebaiknya kita waspada,
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-04
Baca selengkapnya

Semua Salah Fatma

Miskin itu Memalukan 44Semua salah Fatma “Ada apa Budhe? Yang jelas,” kataku. “Pokoknya kamu ke sini, kalau tidak kamu tidak akan melihat Budhe lagi, Ufiii.”“Iya, iya, Budhe, besok pagi-pagi, Ufi ke situ,” kataku menutup telepon. “Ada apa, Fi?” Tanya mana dengan dahi berlipat. “Nggak tahu, nih, Budhe panik banget.”“Mungkin ada yang sakit?” Tebak mama. Aku mengendikkan bahu,”nggak tahu juga. Tadi mana juga dengar, kan Budhe cuma nangis-nangis.”Mama mengangguk. Aku membuang nafas lalu menaikkan kedua alis, nggak jelas. “Ayo, makan aja, Ma,” ajakku. Mama menata lauk di meja makan dan aku memanggil Ruly dan Siva yang sedang bercengkerama di ruang depan. “Mas, besok pagi-pagi kita harus ke rumah Budhe,” kataku pada suami yang sedang makan. “Ada apa, penting nggak?” Tanya Ruly sembari menyantap makanannya.“Nggak tahu sih, orang Budhe cuma nangis-nangis sama bilang mau gantung diri.”“Ha? Gantung diri?” Mata Ruly sampai melebar. “Hu’um,” aku mengangguk,”kalau nggak percaya, ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-05
Baca selengkapnya

Janin tak Berdosa

Miskin itu Memalukan 45Janin tak Berdosa“Tapi kamu janji ,ya, nggak akan ngasih tahu ibu?” Tanya Hana ragu.“Iya, iya.” Aku mengangguk. Apapun permintaaan Hana untuk saat ini akan aku turuti yang penting dia memberitahu keberadaannya. “Aku ada di sini.” Hana menyebutkan nama sebuah hotel yang ada di jantung kota. Aku mengerti. “Mas!” Berjalan menghampiri Ruly. “Aku sudah dapat lokasi Hana,” berbisik pada suamiku. “Di mana?” “Hana ternyata tidak pergi jauh-jauh, masih di dalam kota.”kataku. “Kita ke sana sekarang.” Ruly menggandeng tanganku dan mengajak pergi diam-diam. “WA mama, bilang kita mencari Hana, tapi tidak usah bilang lokasinya.”“Ok.”Semoga mama tahu harus bilang apa jika ditanya Budhe. Jangan sampai Budhe histeris dan ingin ikut mencari Hana, bisa kacau. Pikiran hana sedang kalut dan stres berat saat ini, kalau ibunya marah-marah dan memojokkan dia terus aku khawatir gadis itu berbuat nekat. Berlari kecil aku dan Ruly menuju lobby hotel selanjutnya naik lift ke la
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-06
Baca selengkapnya

Akta Cerai

Miskin itu Memalukan 46Akta ceraiSetelah melalui perjuangan panjang yang menjengkelkan akhirnya Budhe menyerah juga. Budhe mengizinkan Hana menikah dengan Edwin, lelaki yang masih berstatus mahasiswa itu dengan syarat tidak boleh menikah di rumahnya dan setelah menikah Hana dan Edwin harus angkat kaki dari rumah. Budhe juga bersumpah untuk tidak akan mengakui ataupun melihat cucu yang sekarang bersemayam di perut Hana. Tadinya aku menawarkan untuk menikah saja di rumahnya Ruly di Solo tetapi ternyata ribet, mesti mengurus surat numpang nikah segala. Akhirnya diputuskan Hana dan Edwin menikah di KUA saja. Berbeda denganku yang menikah dengan orang berada seperti Ruly. Calon suami Hana yaitu Edwin berasal dari kalangan biasa, maksudnya nggak tajir, gitu. Mungkin itu juga salah satu faktor yang membuat Budhe kurang berkenan menerima Edwin sebagai menantu. Berkali-kali budhe mengatakan padaku kalau dia menginginkan Hana bernasib baik sepertiku. Ternyata tidak kesampaian, pasti Budh
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-07
Baca selengkapnya

Vonis untuk Arif

Miskin itu Memalukan 47Vonis untuk Arif“Siva, ikannya sudah dikasih makan semua?” Tanyaku pada adikku yang masih memegang plastik berisi pakan ikan. “Belum,” jawab Siva menggeleng. “Kasih makan semua sana.” Aku menyuruhnya. Padahal aku hanya berdalih supaya Siva menyingkir agar tidak menguping omongan orang dewasa. Siva berbalik badan dan kembali menyebarkan pakan ikan ke kolam. Kembali pada mama. Aku melihat ada gurat kecewa di wajah mama meski dia berusaha menutupinya dengan senyum. Heran sama mama, masih saja mengharapkan Om Arif. Apa yang dilihatnya dari suami yang ke-jam itu. “Mama masih ingin kerja?” Tanyaku menatap mama. Biarlah mama kerja saja agar mendapatkan kesibukan, siapa tahu galaunya ilang dan dapat melupakan Om Arif semprul itu. “Masih, Fi.” Mama mengangguk kuat. Aku menghela nafas sejenak. “Kalau mama mau bisa nunggu toko yang ada di pinggir kota,” kataku,”nanti biar diajarin dulu beberapa hari sama mbak Ning.”“Iya, iya, mau, Fi.” Mama bersemangat. Aku suka k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-08
Baca selengkapnya

Damai itu Indah

Miskin itu Memalukan 48Damai itu IndahKarena lelah, akupun tertidur sampai pagi. Hujan telah reda, bergegas aku meraba bawah bantal untuk mencari ponsel. Tidak ada mis call ataupun pesan chat dari mama. Aku sudah scroll semua perpesanan. Huh! Lebih baik aku telpon saja. “Mama!?” Tanyaku cepat.“Iya, Fi,?”“Mama baik-baik aja, kan?” Tanyaku khawatir.Ahaha, terdengar tawa kecil mama,”mama baik-baik saja, di sini aman,” ucap mama. Aku bernafas lega,”syukur deh, Ma, tadi malam aku takut banget, mana mati lampu lagi.”“Mama bisa jaga diri, kok, Fi, jangan terlalu khawatir,” sahut mama. “Ya sudah kalau begitu, Ma, aku mau mandi dulu,” kataku menutup percakapan dengan mama. Mama benar, aku terlalu berlebihan. Ada CCTV yang dapat aku pantau setiap saat, ada ponsel, ada mobil juga, semua peralatan elektronik sudah canggih sekarang ini, kalau ada apa-apa aku pasti tahu. Ini hari pertama Siva sekolah. Adikku itu menolak diajak bareng naik mobil dengan aku dan Ruly.“Siva bareng teman saja
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-09
Baca selengkapnya

Jenazah yang hangus

Miskin itu memalukan 49PoV Fatma Jenazah yang hangus“Ada lagi, Pak?” Tanyaku pada Basuki yang sehari-hari bekerja sebagai kuli di toko. “Iya, ini, Bu,” ucapnya sambil menyingkirkan bangkai tikus got yang mati persis di depan pintu besi toko. Aku menghela nafas, ini adalah ketiga kalinya Pak Bas menemukan bangkai tikus got di area luar toko. Aku mengira, itu adalah tikus ya g mati karena tertabrak kendaraan lalu masih sempat berlari dan mati di depan toko karena banyak darah yang tercecer dari lukanya. Hari kedua, Pak Bas yang berangkat paling pagi kembali menemukan bangkai tikus dengan darah berceceran di depan pintu besi toko. Karena tertarik, akupun mendekat untuk melihat lebih jelas. “Ketabrak lagi, Pak?” Tanyaku. “Nggak tahu, Bu, tapi kok tikusnya ini seperti disembelih,” sahut Pak Basuki dengan kening mengerut. Seperti kemarin, Pak Bas membuang jauh bangkai tikus itu tanpa bertanya apa-apa. Masuk ke toko aku membatin, aneh sekali menyembelih tikus di depan toko orang, ap
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-11
Baca selengkapnya

Selamat Jalan Mantan Suami

Miskin itu Memalukan 50Masih PoV FatmaSelamat jalan Mantan SuamiDokter itu membantuku berdiri dan membimbingku menuju meja di mana barang-barang yang katanya milik Mas Arif digelar.“Silakan periksa, mungkin ada yang Anda kenali untuk memperkuat dugaan jenazah adalah Arif Wahyudi,” kata dokter itu. Aku mengamati satu demi satu barang yang didapat dari tubuh mas Arif. Ada serpihan kain seperti jaket, ada uang coin, gesper, dan … aku menelan ludah, mataku mengerjap beberapa kali untuk meyakinkan apa yang kulihat. Sebuah arloji logam yang sebagian sudah menghitam. Aku ingat betul membelinya bersama mas Arif tiga tahun yang lalu, saat hubungan kami masih baik-baik saja. Huhuhu tanganku meraup wajah dan menangis tersedu-sedu. Dadaku rasanya sesak dan air mata tak terbendung lagi. Meski tak banyak kenangan indah yang kumiliki bersama mas Arif tetapi hatiku tetap sedih meratapi kematiannya. Aku membencinya tapi juga mencintainya. Rasanya ada yang tiba-tiba menghilang dari ragaku dan ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status