Aku bangkit berdiri, hendak menyusul Celoz untuk menenangkan. Namun, Bu Indah langsung menahan. Aku diminta untuk kembali duduk, berbicara empat mata dengannya. Aku kembali duduk, menatap wanita paruh baya yang masih tampak cantik di depan sana. Ia menatap dengan begitu dalam, tampak sangat serius sekarang. Kami terhalang cukup jauh, sebab meja ini lumayan panjang. Ia berada si ujung kanan, dan aku berada di ujung kiri. “Jujur, dibayar berapa kamu sama Celoz?” Tatapannya tampak sangat mengintimidasi. Aku diam cukup lama, tidak berani menjawab. “Tidak apa, jujur saja. Aku paham betul bagaimana sifatnya. Ia selalu membayar wanita untuk bisa tidur dengannya. Suka menghamburkan uang untuk hal yang tidak penting. Sayang sekali jika kamu masuk ke dalam daftar itu. Padahal aku sudah memasukkan kamu ke daftar calon istri untuk Celoz jika kamu akhirnya menjadi janda. Bukan maksud buruk mendoakan kamu pisah dengan suamimu, tapi tidak salah bukan jika aku sempat berpikir begitu? Mengingat ke
Read more