Home / Pernikahan / Gairah Panas Suami Kontrak / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Gairah Panas Suami Kontrak: Chapter 11 - Chapter 20

53 Chapters

11. Berdebat

Ekspresi Celoz selalu berubah ketika aku membahas mengenai Masalah Irsan. Sekarang aku tahu apa hal yang tidak ia sukai, setidaknya aku bisa meminimalisir kekesalannya.Mobil berhenti ketika kami tiba kembali di parkiran apartemen. Hari sudah mulai memasuki petang. Aku mengikuti setiap langkah lelaki itu menuju apartemen miliknya. “Kau masuklah dan tunggu di dalam. Aku akan segera kembali.” Celoz berucap setelah ia membukakan pintu untukku. “Kau mau ke mana?” Aku menahan pintu saat ia hendak menutup kembali. “Kau tidak perlu tahu.”“Setidaknya beritahu aku kode pintu, biar aku bisa keluar jika butuh sesuatu.” Aku menatap dengan penuh harap. Jika ia memberitahu kodenya, aku bisa kabur sewaktu-waktu jika seandainya ia memang seburuk yang ada dalam pikiranku. “Kau tidak butuh itu. Aku sudah menyiapkan semua keperluanmu di dalam sana.” Ia menutup pintu dengan cepat setelah berucap demikian. Aku dikurung sendirian. Aku berdecak kesal. Ternyata ia tidak mudah untuk dibodohi. Bahkan unt
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

12. Aku Ingin Bercinta Denganmu

Aku bersyukur tidak terjadi apa pun di antar kami hingga pagi ini. Celoz hanya tidur di ranjang, tidak ingin menyentuh sama sekali. Ia tampak begitu lelah, hingga masih terlelap saat aku terbangun dari tidur. Aku turun dari ranjang, memilah pakaian di lemari. Yang sekiranya paling tertutup di antara baju yang tergantung di sana. Kemudian beranjak menuju kamar mandi. Celoz masih larut dalam tidurnya saat aku keluar dari kamar mandi. Aku meraih ponsel yang mati sejak semalam, menyalakannya kembali. Ada banyak notif pesan masuk dari Mas Irsan. Dugaanku benar, dia mengira aku marah karena perdebatan semalam. Aku berjalan menuju luar, duduk dengan lembut di sofa sembari mengetik pesan balasan. [Hpku lowbat semalam, Mas. Maaf udah buat kamu khawatir.] Centang abu langsung berubah jadi biru. Tampaknya ia memang menunggu kabar dariku. [Aku gak bisa tidur karena mikirin kamu.] Pesan balasan langsung datang tidak sampai semenit kemudian. Aku menghela napas dalam. “Nina!” Celoz memanggil
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

13. Iblis Yang Menjelma

Kurasakan kedua lutut gemetar saat ia mendekat dengan sabuk itu. Sabuk hitam panjang yang terbuat dari kulit. Rasa takut telah berada di puncak paling tinggi sekarang. Sedetik pun tidak kualihkan pandang darinya, berjaga-jaga jika ia ingin melecut dengan sabuk itu. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Aku menarik napas lega saat Celoz berbalik dan berjalan menuju televisi. Berpikir bahwa ia akan mengurungkan niatnya untuk bercinta. Ternyata dugaanku salah. Ia ke sana untuk memutar dvd. Menayangkan pertempuran hebat antara seorang wanita dengan tiga lelaki.Celoz kembali mendekat padaku, ia memaksa agar aku menonton video itu. Menahan wajahku agar tidak mengalihkan pandang sedikitpun dari layar televisi di depan sana. Perutku rasanya diaduk saat menonton tayangan wanita yang disiksa saat bercinta. Aku menutup mata, tidak sanggup menyaksikan semuanya. “Buka matamu!” Celoz membentak. Pipiku dicengkeramnya dengan kuat. Keringat dingin mulai membasahi punggung dan jidat. Kini bukan hanya ka
last updateLast Updated : 2023-07-09
Read more

14. Permintaan Maaf dari Celoz

“Buka pintunya, Nina!” Celoz mengetuk pintu agak keras. Aku tetap diam, tidak ingin membukakan. Semua hal yang telah ia lakukan, menciptakan rasa takut yang dalam. Mendengar suaranya saja bahkan membuat jantungku berdetak dengan sangat kencang. “Sayang, buka pintunya!” Kali ini ia menggunakan kata sayang di ujung namaku. Panggilannya begitu sopan memasuki lubang telinga. Begitu lembut membentur indra pendengaran. Namun, aku tetap memilih diam. Sama sekali tidak ingin membukakan. “Jangan buat aku marah, Nina!” Nada bicaranya mulai terdengar berubah. Kuusap wajah yang basah karena air mata. Menarik napas dalam, kemudian membuka pintu dengan pelan. Tatapan itu langsung menyambut dengan lembut. Senyum di bibirnya semakin membuatku merasa takut. “Kau baik-baik saja?” Ia bertanya seolah menaruh peduli, sementara luka lebam dan bengkak di tubuhku adalah hasil dari kekejamannya. Aku hanya diam, bahu masih naik turun karena isak yang tidak bisa dihentikan. Aku mundur saat Celoz mengang
last updateLast Updated : 2023-07-09
Read more

15. Kau Hampir Membunuhku

“Sayang ....” Mas Irsan memanggil dengan lembut, sebab aku hanya diam sejak tadi. “Maaf, Mas. Aku gak bisa. Udah dulu ya, telfonnya aku matiin.” Aku tetap menolak untuk beralih ke panggilan video. Mata kian terasa memanas di tengah ruang dingin ber-AC. Menahan tangis sejak tadi agar Mas Irsan tidak disinggahi oleh rasa khawatir sama sekali. “Jangan dimatiin dulu, aku masih pengen ngobrol sama kamu. Kamu lanjutin aja tugas kamu, panggilannya jangan diputus.” Mas Irsan berucap dengan penuh harap. Kujauhkan ponsel dari wajah ketika isak tangis akhirnya pecah, tidak sanggup menahan diri untuk menahan sesak lebih lama lagi. Hening, tidak ada suara sama sekali. “Mas, obatnya diminum dulu.” Terdengar samar suara Reviana dari dalam ponsel ketika meminta Mas Irsan untuk meminum obat. Kuhela napas dengan dalam saat dada semakin terasa sesak. Harusnya aku yang berada di sana, mengingatkan dan memberikan ia butiran obat. Mengurus ia dengan sangat baik layaknya istri yang mengabdi pada suam
last updateLast Updated : 2023-07-09
Read more

16. Fakta Tentang Celoz

Celoz mengambil piama berbentuk kimono yang tergantung di lemari, kemudian memasangkannya ke tubuhku. Sebab, aku masih merasa nyeri jika mengenakan baju ketat. Ia benar-benar begitu perhatian. Memandikan, memasangkan baju, lalu menyuapi. Aku benar-benar dirawat dengan sangat baik olehnya. Seolah aku orang yang berharga baginya. Selalu menyempatkan diri untuk merawat di sela kesibukannya dalam bekerja. Entah bagaimana jalan pikiran lelaki itu. Ia yang menyiksa, ia juga yang menyembuhkan lukanya. Aku tidak tahu apa yang salah dengannya. Celoz menoleh jam berkali-kali sejak tadi. Ia menarik napas berat, kemudian berucap. “Aku harus berangkat kerja sekarang. Hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu.” Ia berpesan. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia memberikan kecupan lembut di kening, kemudian beranjak pergi setelahnya. Tidak lupa ia mengunci pintu kamar agar aku tidak bisa ke mana-mana. Dering ponsel berbunyi sesaat setelah Celoz pergi. Aku meraih benda pipih itu, menatap nama
last updateLast Updated : 2023-07-10
Read more

17. Permohonan

Celoz setengah menyeret menuju kamar. Aku berusaha menahan langkah, menolak saat ia meminta untuk berhubungan badan. Namun, cengkeramannya di pergelangan tangan tidak ingin dilepas sama sekali. “Selangkanganku masih terasa nyeri.” Aku memberikan alasan, berharap ia akan merasa kasihan. Sebab, memang masih tersisa sedikit rasa perih di sana ketika dibawa berjalan. “Aku akan pelan.” Ia membalas seraya terus menyeretku menuju kamar. Aku menggeleng, berusaha kabur saat ia hendak mengunci pintu kamar. Namun, langkahku kalah cepat. Ia mendorongku dengan kasar ke ranjang setelah pintu kamar terkunci dengan rapat. “Celoz, tolong tunggu sampai aku siap kembali.” Aku memohon dengan memelas. Jantung mulai berdegup dengan sangat cepat, disertai debaran dada yang tidak karuan. Kurasakan darah mulai berhenti mengaliri area wajah. Napas terdengar tidak beraturan saat Celoz melepas pakaiannya satu per satu, lalu melemparnya ke sembarang tempat. Aku berusaha turun dari ranjang, merangkak dengan
last updateLast Updated : 2023-07-10
Read more

18. Jangan Jatuh Cinta Padaku

Celoz tidak menanggapi sama sekali. Ia terdiam cukup lama hingga akhirnya terdengar helaan napas berat berasal darinya. Ia bangkit untuk duduk, turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi tanpa berucap sepatah kata pun. Aku hanya bisa menatap punggungnya hingga ia menghilang di balik pintu. Aku menghela napas dalam, ikut turun dari ranjang dan berdiri di depan kaca besar. Menatap pantulan tubuh di sana. Kesentuh bahu yang terasa nyut-nyutan. Ada luka terbuka di sana, gigitan Celoz membuat kulit bahuku terluka. Aku berjalan menuju nakas. Mencari sisa alkohol yang pernah dibawa oleh Celoz, kemudian membasahi kapas dengan cairan itu dan mengusapkannya tepat pada area yang terluka agar tidak menimbulkan infeksi nantinya. Terasa perih saat cairan alkohol itu menyentuh kulit bahu. Tidak ada kain kasa dan obat merah yang bisa kugunakan untuk menutupi lukanya. Jadi, kubiarkan saja begitu. Berharap bisa pulih sendiri nanti. Cukup lama hingga Celoz keluar dari kamar mandi. Tubuhnya
last updateLast Updated : 2023-07-10
Read more

Part 19. Mabuk Berat

“Ya sudah, lain kali hati-hati. Aku gak pengen kamu sakit.” Mas Irsan tampak percaya. Wajar saja, sebab yang ia tahu aku selalu berkata jujur padanya. Tidak ada kebohongan seidkit pun yang pernah ia dengar dariku, sebelum pertemuan dengan Celoz terjadi dan akhrinya hanya kebohongan demi kebohongan yang kulontarkan kepadanya. Kami bertukar cerita untuk beberapa saat hingga panggilan diputus setelah saling mengucap kata cinta. Aku beralih menghubungi Reviana, menjelaskan padanya tentang apa yang harus ia lakukan mengenai terapi Mas Irsan. Aku merasa sedikit lega dalam rongga dada setelah berbicara dengan mereka berdua. Terlebih uang yang Mas Irsan butuhkan telah kukirim ke rekening miliknya. Terasa satu beban telah terangkat dari pundak. Aku bangkit berdiri, meraih makanan yang belum tersentuh sejak tadi. Keluar dari kamar seraya menenteng makanan. Di sofa ruang depan tampak Celoz tengah terlelap dalam tidurnya. Ia duduk dengan punggung menyandar pada bahu sofa. Wajahnya mendongak m
last updateLast Updated : 2023-07-11
Read more

20. Amarah Celoz

Kubuka mata dengan malas saat merasakan kecupan lembut di ubun-ubun. Menggeliat sejenak hingga aku merasa nyeri di seluruh tubuh. Aku bangkit untuk duduk, kemudian mendapati tubuh telah polos tanpa pakaian. Sementara Celoz beranjak menuju pintu keluar kamar dengan pakaian lengkap di badan. Aku memanggil dengan lembut, tapi akhirnya meringis karena merasa perih di sudut bibir. Celoz berbalik. “Kau sudah bangun?” Ia bertanya basa-basi. “Maaf aku tidak bisa menahan nafsu ketika kau pingsan karena mabuk tadi malam.” Ia berucap dengan wajah menyesal. Lagi? Ya Tuhan, sampai kapan aku mendapati tubuh penuh luka begini?! “Aku sudah mengobati, nanti akan pulih sendiri.” Celoz berucap tanpa kutanya. Ia usap pipiku dengan lembut. Aku hanya diam, menyingkirkan tangannya dari pipi. Aku merasa begitu perih di bagian intim. “Kau pakai alat bantu lagi?” Aku protes dengan kesal. Celoz hanya diam. Namun, tanpa ia jawab pun aku sudah bisa menerka. Kurasa bagian dada juga perih, setelah membu
last updateLast Updated : 2023-07-11
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status