Home / Fiksi Sejarah / Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi / Kabanata 11 - Kabanata 20

Lahat ng Kabanata ng Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi: Kabanata 11 - Kabanata 20

80 Kabanata

Bab 11. Pernikahan Tanpa Hati

Hari sakral itu telah tiba. Di bulan Kartika, saat bulan Sarat dalam kalender Saka menghadapi musim rontok. Saat di mana dedaunan mulai berjatuhan dan mengalirkan semilir angin yang sedikit lebih kencang dari sebelumnya. Dewi Rukmini duduk di bagian samping pelaminan. Berjajar sedikit lebih tinggi dari para pejabat istana. Patih satu Diro Menggolo duduk di sampingnya. Terus membisikkan kalimat-kalimat penguat hati. Sementara kursi mendiang Patih dua Doso Singo, kini ditempati oleh Dimas Bagus Penggalih. Dan Patih tiga Wira Ageng kini duduk kembali di kursi yang pernah ditinggalkannya selama beberapa bulan. "Gusti Ratu harus ikhlas. Demi negri ini. Demi kedamaian rakyat," bisik Patih satu Diro Menggolo pada Sang Ratu. Dewi Rukmini mengangguk pelan. Karena mahkota emas itu masih terasa berat bertahta di kepalanya. Seulas senyum tipis dia sunggingkan di bibir indahnya.Pandangan Dewi Rukmini mengarah lurus ke depan. Di sisi seberangnya berjajar para petinggi Kerajaan Galuh. Prabu Su
Magbasa pa

Bab 12. Awal Pertikaian

"Apa yang panjenengan lakukan itu, Ibu Dewi Laraswati?" tanya Dewi Rukmini keheranan. Sepagi ini istri batu Prabu Arya Pamenang itu sudah sibuk di halaman depan puri istana. Memetik aneka bunga yang berjajar rapi di dekat tembok pagar istana. Dewi Laraswati sontak menoleh. Matanya tajam menatap manik mata Dewi Rukmini. Dari sorot matanya terlihat jelas bahwa dia tidaklah menyukai Dewi Rukmini. "Memangnya kenapa? Aku adalah istri dari Prabu Arya Pamenang. Raja di Kerajaan Sanggabumi ini. Aku berhak melakukan apapun." Dewii Laraswati berjalan mendekati Dewi Rukmini sambil melipat kedua lengannya di depan dada. Dewi Rukmini menghela nafas panjang. "Alangkah lebih bijaknya jika ibu Dewi Laraswati menanyakan beberapa hal mengenai kebiasaan yang berlaku di istana ini. Karena banyak hal di sini merupakan kebiasaan yang ditinggalksn oleh ibu saya, mendiang ibunda Dewi Gauri." "O ya? Kebiasaan apa itu?" tanya Dewi Laraswati dengan senyum yang menyungging penuh kelicikan. "Salah satunya,
Magbasa pa

Bab 13. Patih Tiga

Suara derap kaki beberapa ekor kuda mengagetkan Dewi Rukmini, Bik Nara, Patih satu Diro Menggolo, dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih, yang tengah berkumpul di halaman depan puri istana membicarakan masukan dari Dewi Laraswati. Mereka saling pandang. Salah satu prajurit yang bertugas menjaga pintu gerbang istana tergopoh-gopoh mendatangi Dewi Rukmini. "Hatur sembah dalem, Gusti Ratu. Ada rombongan dari Kerajaan Galuh. Mahapatih Wiro Sayogo dan Pangeran Rangga Aditya hendak sowan beserta para pengawalnya." Prajurit penjaga pintu gerbang itu menyampaikan apa yang ditemuinya pada Dewi Rukmini. "Hah?! Mereka sudah datang? Berarti ini semua sudah direncanakan oleh Patih tiga Wira Ageng dan pihak Kerajaan Galuh. Kita telah terjebak dalam konspirasi mereka, Paman Patih," ujar Dewi Rukmini dengan mimik penuh kekuatiran. "Dan sakitnya Romo, mereka jadikan sebagai kunci." Patih satu Diro Menggolo menarik nafas panjang. "Jadi harus bagaimana, Gusti Ratu? Kita terima atau kita tolak kedatan
Magbasa pa

Bab 14. Kesembuhan Sang Prabu

Tiga purnama terlampui. Masa hemanta telah beralih menuju masa sisiria, di mana kabut mulai menebal saat dini hari menjemput waktu. Selalu ada yang berganti ketika dunia memutar masanya. Dan sore itu Dewi Rukmini tengah berlatih beladiri di bawah asuhan Bejo dan Kalong. Mereka berdua bergantian mengajarkan ilmu kanuragan pada Sang Ratu. Memang ilmu kanuragan mereka berdua masih sangat jauh di bawah mendiang Ki Tunggul. Namun, tetap saja mereka masing-masing memiliki keahlian spesifik yang mampu menjadi pengapesan buat lawannya. "Saya lihat kemajuan beladiri panjenengan semakin hari semakin bertambah matang, Gusti Ratu," ujar Patih dua Dimas Bagus Penggalih kala itu. Sejatinya dia menghampiri Dewi Rukmini untuk menyampaikan laporan mengenai perkembangan Pangeran Rangga Aditya selama sepekan ini. Tapi niat itu ditundanya dulu karena dia lebih tertarik memperhatikan kegiatan latihan beladiri Sang Ratu. "Maukah panjenengan menjadi lawan latih saya, Kangmas Patih?" tanya Dewi Rukmini s
Magbasa pa

Bab 15. Dewi Ayu Candra dan Pangeran Rangga Aditya

"Tolonglah, Dinda Rukmini. Aku yakin engkau pasti bisa membantuku," bujuk Dewi Ayu Candra pada Dewi Rukmini. Untuk yang kesekian kalinya. Saudara sepupu Dewi Rukmini itu memohon pada Sang Ratu.Dan untuk yang ke sekian kalinya pula, Dewi Rukmini menggeleng. "Ma'afkan aku, Yunda. Aku benar-benar tidak abisa membantumu. Tidak elok bagi seorang wanita untuk mengulurkan perhatian terlebih dahulu pada seorang pria."Dewi Ayu Candra mendengus kesal. "Kenapa kamu tidak mau membantuku? Apakah kamu iri padaku? Karena aku lebih cantik dan lebih memesona daripada dirimu?" ejek Dewi Ayu Candra.Seketika Bik Nara melihat Dewi Ayu Candra dengan mulut ternganga. Dan menyeletuk tanpa diduga, "Apakah saya perlu mengambil cermin besar yang ada di kamar panjenengan, Gusti Putri Dewi Ayu?" Bik Surti langsung membekap mulutnya sendiri yang hampir keluar suara tawanya. Ucapan Bik Nara itu membuat emosi Dewi Ayu Candra meledak. "Kamu menghina aku, Bik Nara! Kuhukum kau!" teriak Dewi Ayu Candra kalap.Dewi
Magbasa pa

Bab 16. Kidung Sang Prabu

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" hardik Dewi Laraswati pada Dewi Rukmini yang berdiri tertegun di hadapannya. "Nyuwun pangapunten, Gusti Putri. Dewi Rukmini ini adalah Raja di Kerajaan Sanggabumi ini Gusti Ratu kami yang harus dihormati oleh seluruh rakyat negri Sanggabumi. Tidak sepatutnya panjenengan berkata keras dan kasar pada junjungan kami, rakyat Sanggabumi," sergah Ki Suryo. Dia tidak bisa menahan diri melihat Dewi Rukmini dibentak-bentak oleh orang baru di istana Sanggabumi.Dewi Laraswati mendekati Ki Suryo dengan pongahnya. Dia tempelkan dadanya di dada Ki Suryo. Lants didorongnya dengan satu kali hentakan dada. Lelaki tua itu terjatuh terhuyung ke belakang. Nyi Suryo seketika memekik. Dia segera membantu suaminya agar tidak jatuh membentur meja panjang di belakangnya."Duh, Gusti Putri ... mohon ampun," ucap Nyi Suryo. Dia menopang tubuh bagian belakang Ki Suryo. Kepalanya menggeleng-geleng sembari mengelus dada. "Kami hanya rakyat kecil, Gusti Putri.""Makanya kamu
Magbasa pa

Bab 17. Tuduhan Tindakan Tatayi

"Kalimat apa itu yang kamu gumamkan?" tanya Bik Nara pada Dewi Laraswati. Sesaat setelah mendengar gumaman Dewi Laraswati itu, Bik Inah keluar dari kamar Sang Prabu dan menghampiri Dewi Laraswati yang berdiri bersandar di dinding."Bukan urusanmu, Emban Tua!" desis Dewi Laraswati semabri menghunjamkan pandangan tajam tepat di manik mata Bik Nara.Bik Nara memicingkan mata, mengerutkan kening dan berkata tajam pada Dewi Laraswati dengan suara lirih, "Kamu pasti paham hukuman bagi pelaku tatayi. Hukuman mati tanpa proses. Demi memberikan kebenaran, aku berani mempertaruhkan nyawaku. Keluarga Gusti Prabu telah menanamkan hutang budi padaku. Aku akan bayar dengan kesetiaanku sebagai abdi dalem,"Dewi Laraswati mencebik. "Tak akan pernah ada yang memercayai ucapanmu. Kastamu lebih rendah daripada kastaku. Dan ingat, Emban Tua. Aku bisa melakukan apapun tanpa menyentuh, dengan keadaan tanganku bersih." Dewi Laraswati terbahak keras.Dewi Rukmini yang tengah menemani Prabu Arya Pamenang berk
Magbasa pa

Bab 18. Fitnah

Wanita sepuh itu menangis terisak di pangkuan Sang Ratu, Dewi Rukmini. Memohon agar Sang Ratu memercayai perkataan dan kesaksiannya."Punten dalem sewu, Gusti Ratu. Apa yang saya sampaikan adalah hal yang sebenarnya terjadi. Saya mendengar dengan jelas semua ucapan Dewi Laraswati." Untuk yang kesekian kalinya Bik Nara memohon kepercayaan Dewi Rukmini."Bik, percayalah padaku. Aku sangat memercayaimu. Tidak usah Bik Nara pikirkan mengenai masalah atau tidaknya. Yang mesti kita pikirkan adalah buktinya. Agar kesaksianmu tidak terbantahkan." Dewi Rukmini menggenggam erat tangan emban setianya itu."Tapi ... bagaimana caranya, Gusti Ratu?" tanya Bik Nara sambil mengerjap-ngerjapkan matanya karena pedas menahan air mata yang terus mendesak keluar."Hal itu yang tengah aku pikirkan. Ayo, Bik, kita keluar sebentar. Mungkin dengan melihat indahnya bunga-bunga di taman keputren bisa menyegarkan pikiran kita. Hingga kita bisa menemukan ide untuk mencari pembuktian itu." Dewi Rukmini kantas menar
Magbasa pa

Bab 19. Mencari Bukti

"Saya sudah menyampaikannya pada Bejo, Gusti Ratu." Bik Nara terengah-engah ketika sampai di dekat Dewi Rukmini. Demi mengejar waktu, Bik Nara terpaksa berlari pulang pergi ke tempat ruangan para prajurit pengawal."Apalagi yang akan kita lakukan, Gusti Ratu? Saya siap mendapat perintah apapun demi memperjuangkan nama baik saya. Tapi jika sekiranya nama baik saya tak bisa lagi saya perjuangkan, biarlah wangi bunga Wijayakusuma yang akan menghantarkan sukma saya ke swargaloka, saat jasad saya tiba di pasetran nanti." Ucapan Bik Nara itu lebih terdengar bagai sebuah ucapan putus asa. "Tenang saja, Bik. Gusti Pangeran Kang Moho Agung tidak akan mungkin membiarkan kebenaran menghilang dari muka bumi. Kita hanya butuh waktu dan bukti." Dewi Rukmini berkata dengan pandangan mata yang tak lepas mengarah ke lorong penjeda antara bangunan puri istana dengan bangunan keputren. Ada lorong sejarak lima badan manusia dewasa yang berakhir di halaman belakang puri istana.Kabut bertambah tipis, sei
Magbasa pa

Bab 20. Negosiasi Istimewa

Tak terbilang rasa malu yang mengendap dalam hati Patih giga Pangeran Rangga Aditya. Mendapati kenyataan bahwa saudara sepupunya itu melakukan hal nista. Apalagi dia tengah menjalani masa ujian untuk dapat mendapatkan pengukuhan sebagai patih resmi kerajaan. Masih sembilan masa lagi yang harus dijalaninya. Dan kini semuanya hancur.Patih satu Diro Menggolo sangat memahami apa yang ada di dalam hati Patih tiga Pangeran Rangga Aditya. Dia menepuk pelan bahu patih muda itu dan berusaha menenangkannya. "Jangan kuatir, Ananda Patih. Gusti Ratu Dewi Rukmini adalah seorang pemimpin negri yang sangat bijak, meskipun keras dalam memegang prinsip dan peraturan. Sifatnya itu menurun dari kakeknya, Prabu Saloko Ageng., ayahanda dari Prabu Arya Pamenang. Tenanglah," ujar Patih satu Diro Menggolo."Baik, Paman Patih," jawab Patih tiga Pangeran Rangga Aditya. Dia hanya bisa mengangguk tanpa bisa berkomentar apa-apa lagi. Sepanjang menanti kehadiran Dewi Rukmini di balairung istana, dia terus menund
Magbasa pa
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status