Share

Bab 18. Fitnah

Penulis: Afifah Maulida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Wanita sepuh itu menangis terisak di pangkuan Sang Ratu, Dewi Rukmini. Memohon agar Sang Ratu memercayai perkataan dan kesaksiannya.

"Punten dalem sewu, Gusti Ratu. Apa yang saya sampaikan adalah hal yang sebenarnya terjadi. Saya mendengar dengan jelas semua ucapan Dewi Laraswati." Untuk yang kesekian kalinya Bik Nara memohon kepercayaan Dewi Rukmini.

"Bik, percayalah padaku. Aku sangat memercayaimu. Tidak usah Bik Nara pikirkan mengenai masalah atau tidaknya. Yang mesti kita pikirkan adalah buktinya. Agar kesaksianmu tidak terbantahkan." Dewi Rukmini menggenggam erat tangan emban setianya itu.

"Tapi ... bagaimana caranya, Gusti Ratu?" tanya Bik Nara sambil mengerjap-ngerjapkan matanya karena pedas menahan air mata yang terus mendesak keluar.

"Hal itu yang tengah aku pikirkan. Ayo, Bik, kita keluar sebentar. Mungkin dengan melihat indahnya bunga-bunga di taman keputren bisa menyegarkan pikiran kita. Hingga kita bisa menemukan ide untuk mencari pembuktian itu." Dewi Rukmini kantas menar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 19. Mencari Bukti

    "Saya sudah menyampaikannya pada Bejo, Gusti Ratu." Bik Nara terengah-engah ketika sampai di dekat Dewi Rukmini. Demi mengejar waktu, Bik Nara terpaksa berlari pulang pergi ke tempat ruangan para prajurit pengawal."Apalagi yang akan kita lakukan, Gusti Ratu? Saya siap mendapat perintah apapun demi memperjuangkan nama baik saya. Tapi jika sekiranya nama baik saya tak bisa lagi saya perjuangkan, biarlah wangi bunga Wijayakusuma yang akan menghantarkan sukma saya ke swargaloka, saat jasad saya tiba di pasetran nanti." Ucapan Bik Nara itu lebih terdengar bagai sebuah ucapan putus asa. "Tenang saja, Bik. Gusti Pangeran Kang Moho Agung tidak akan mungkin membiarkan kebenaran menghilang dari muka bumi. Kita hanya butuh waktu dan bukti." Dewi Rukmini berkata dengan pandangan mata yang tak lepas mengarah ke lorong penjeda antara bangunan puri istana dengan bangunan keputren. Ada lorong sejarak lima badan manusia dewasa yang berakhir di halaman belakang puri istana.Kabut bertambah tipis, sei

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 20. Negosiasi Istimewa

    Tak terbilang rasa malu yang mengendap dalam hati Patih giga Pangeran Rangga Aditya. Mendapati kenyataan bahwa saudara sepupunya itu melakukan hal nista. Apalagi dia tengah menjalani masa ujian untuk dapat mendapatkan pengukuhan sebagai patih resmi kerajaan. Masih sembilan masa lagi yang harus dijalaninya. Dan kini semuanya hancur.Patih satu Diro Menggolo sangat memahami apa yang ada di dalam hati Patih tiga Pangeran Rangga Aditya. Dia menepuk pelan bahu patih muda itu dan berusaha menenangkannya. "Jangan kuatir, Ananda Patih. Gusti Ratu Dewi Rukmini adalah seorang pemimpin negri yang sangat bijak, meskipun keras dalam memegang prinsip dan peraturan. Sifatnya itu menurun dari kakeknya, Prabu Saloko Ageng., ayahanda dari Prabu Arya Pamenang. Tenanglah," ujar Patih satu Diro Menggolo."Baik, Paman Patih," jawab Patih tiga Pangeran Rangga Aditya. Dia hanya bisa mengangguk tanpa bisa berkomentar apa-apa lagi. Sepanjang menanti kehadiran Dewi Rukmini di balairung istana, dia terus menund

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 21. Rencana Untuk Pergi

    "Bagaimana bisa panjenengan meninggalkan kami, Gusti Ratu?" tanya Patih dua Dimas Bagus Penggalih dengan mata berkabut. Dialihkannya pandang mata berkabut itu ke arah lain. Tak ingin Dewi Rukmini melihat kesedihannya."Aku harus pergi, Kangmas Dimas." Dewi Rukmini pun menatap ke arah lain. Mereka kini saling membelakangi. "Aku kini bukan penguasa di Kerajaan Sanggabumi lagi. Jadi panggil saja namaku sebagai sahabatmu, bukan sebagai ratumu. Seperti hari-hari yang dulu."Patih dua Dimas Bagus Penggalih berusaha keras agar air matanya tak luruh. Dia seorang laki-laki dan juga seorang patih, petinggi istana. Tidak boleh memiliki jiwa yang lemah. Tidak boleh berurai air mata.Namun, Patih dua Dimas Bagus Penggalih tetaplah seorang manusia biasa. Dia memiliki hati, memiliki perasaan. Batinnya pasti akan hancur jika kehilangan seseorang yang sangat disayangi."Bertahanlah, Rukmini. Bukankah ada aku yang akan selalu mendampingimu? Ingatkah kamu akan janjimu? Bahwa kita akan selalu bersama samp

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 22. Pamit

    "Sudah hampir malam. Lihat langit sudah mulai beranjak gelap. Nanti Batara Kala muncul memakan kalian," ujar Patih satu Diro Menggolo seraya menatap langit petang yang hampir berganti warna.Dewi Rukmini dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih masuk ke dalam istana. Seiring dengan suara derak pintu besi yang ditarik oleh oara pengawal istana."Paman Patih, bisakah kita bicara sebenta" tanya Dewi Rukmini pada Patih satu Diro Menggolo yang berjalan di belakangnya. "Duli, Gusti Ratu. Saya selalu siap kapanpun Gusti Ratu memerlukan saya." Patih satu Diro Menggolo menghentikan langkahnya tepat di depan pendopo keputren."Mari kita ke ruang utama keputren. Kangmas Dimas juga," ajak Dewi Rukmini. Mereka berdua mengikuti langkah Dewi Rukmini masuk ke dalam ruang utama keputren. Ruangan keputren yang luasnya separuh dari ruang utama puri istana, terlihat begitu asri dengan banyaknya bunga yang ditempatkan dalam guci-,guci keramik kecil. Semua perabotan yang ada dalam ruang utama keputren berlapi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 23. Berangkat ke Desa Karangkitri

    Kabut di masa hemanta memang sangat tebal. Udara dingin begitu kuat menggigit tulang. Namun, tekad dan kemauan Dewi Rukmini mengalahkan segala rintangan yang ada. Dinginnya cuaca tidak akan mampu membekukan niatnya."Gusti Ratu! Jangan melaju terlalu kencang. Kabut masih sangat tebal. Menganggu jarak pandang kita. Berbahaya!" seru Bejo, berteriak memanggil Dewi Rukmini yang melaju kencang di atas kuda putih bernama Jalu.Perlahan Dewi Rukmini melemaskan helaan tali kekang Si Jalu. Membuat kuda itu lantas memperlambat derapnya hingga akhirnya berhenti. Dewi Rukmini menunggu Bejo, Kalong, dan Bik Nara di bawah sebuah pohon beringin besar."Punten dalem sewu, Gusti Ratu. Jangan terlalu kencang melaju. Karena setelah padang ilalang ini, kita hsrus melewati areal perbukitan yang berkelok-kelok. Sementara jarak pandang kita terbatas. Kuatir nanti justru terperosok dalam jurang," ujar Bejo sambil mengeluarkan air minum yang dia gantungkan di sisi kanan kudanya. "Terima kasih, Kakang Bejo, s

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 24. Desa Siluman

    "Apa yang kamu lakukan, Bik Nara?" tanya Kalong ketika melihat wanita paruh baya itu melepas selendang yang dia jadikan pengikat bekalnya.Bik Nara menggigit ujung kain panjangnya itu, lantas menyobeknya hingga menjadi sobekan kecil-kecil. Disisipkannya satu sebekan kecil itu ke lubang telinga kanan dan kiri.Kalang, Bejo, dn Putri Candra Utari tertawa melihat ide Bik Nara. Mereka mwnarima sobekan kain yang diberi oleh Bik Nara. Masing-masing menyumpal kedua lubang telinganya dengan sobekan kain selendang Bik Nara.Sebelum mereka berangkat untuk meneruskan perjalanan lagi, Kalong mengikat pinggang masing-masing temannya dengan tali rami yang dia bawa. Mencegah mereka terpencar.Perlahan keempat warga istana Kerajaan Sanggabumi itu menembus kabut mendekati desa siluman. Suasana ramai di desa tersebut terlihat. Meskipun tidak terlalu jelas karena tebalnya kabut Terlihat banyak orang yang hilir mudik salam desa itu.Mereka berempat terus berjalan tanpa mengindahkan apapun yang ada di kan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 25. Sosok Misterius

    "Kenapa dengan pemuda itu?" tanya Bejo. Wajahnya terlihat bingung melihat Kalong yang tiba-tiba pucat pasi. "Pemuda tadi tidak berkepala," jawab Kalong. Pandangannya tetap terarah ke timur, posisi di mana pemuda tadi berjalan meninggalkan mereka. "Dia sudah hilang di kelokan jalan. Biarlah. Bagaimanapun juga dia telah berbaik hati pada kita. Menunjukkan arah ke desa Karangkitri." Meskipun sebenarnya Bejo pun pasti akan merasa ngeri jika melihat manusia berjalan tanpa kepala. "Banyak sekali hal aneh yang kita temui. Masih banyak tempat angker yang nampaknya mesti kita temui. Perjalanan masih panjang. Sekarang bagaimana? Hendak lanjut ataukah akan beristirahat dulu?" tanya Dewi Rukmini pada Bejo, Kalong, dan Bik Nara. "Sepertinya kita harus mencari desa terdekat, Cempluk. Tubuh kita terlalu lelah dengan banyaknya kejutan. Dan saya juga ingin mencari informasi tentang desa Kedawung." Bejo mengeluarkan sebuah daun lontar yang digulung dan dimasukkan ke dalam ikat pinggang lebarnya.

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 26. Desa Balongsari

    "Itu pintu gerbang desa Balongsari. Ramai sekali desanya." Kalong melihat dari kejauhan dengan takjub. Masih sekitar 500 meter lagi jarak mereka dari pintu masuk desa Balongsari. Namun, suasana desa yang ramai sudah terlihat."Semoga warga di sana ramah-ramah," gumam Bik Nara. "Perasaanku tidak nyaman.""Kenapa seperti itu, Bik?" tanya Dewi Rukmini. Pandangannya mengarah lurus ke depan. Tubuh orang-orang yang kekar dan berambut gondrong itukah, yang membuat perasaan Bik Nara menjadi tidak nyaman?"Mereka berpenampilan sangar. Seperti preman pasar." Bik Nara terlihat sangat kuatir.Mereka berempat memacu kudanya dengan sangat perlahan. Dan ketika sudah sangat dekat, mereka berempat pun turun dan menuntun kudanya.Empat orang lelaki bertubuh kekar duduk-duduk di pintu gerbang desa. Memperhatikan rombongan Dewi Rukmini dengan pandangan menelisik tajam."Hendak ke mana, Kisanak?" tanya salah satu dari empat orang itu. Berkepala botak, perut buncit, dan berkulit legam."Kami hendak mencari

Bab terbaru

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 80. Insiden Mulai Terjadi

    Lelaki tua berjenggot panjang dan berpakaian serba putih itu berjalan perlahan melihat kesibukan para abdi dalem yang tengah mempersiapkan perhelatan akbar pernikahan Dewi Rukmini dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Tinggal sepekan lagi waktu perhelatan itu digelar. "Bagaimana keadaan di sini, Ki Guru Saloka? Apakah panjenengan merasakan ada hal yang kurang mengenakkan? Jika ada hal yang kurang berkenan atas pelayanan kami, kami terbuka untuk menerima segala kritik dan sarannya." Patih satu Diro Menggolo menghampiri Ki Guru Saloka yang tengah berdiri di depan para abdi dalem yng tengah menganyam daun nipah. Ki Guru Saloka tertawa mendengar perkataan Patih satu Diro Menggolo. "Hal apa lagi yang harus saya sampaikan sebagai sebuah protes, Paman Patih? Semua hal yang saya terima di sini sudah melebihi yang sewajarnya." Senyum lebar mengembang di bibir sang patih sepuh itu. Sebuah kepuasan tersendiri jika dia bisa memberikan pelayanan terbaik untuk para tetamunya. "Bi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 79. Kegamangan Hati Sang Patih Muda

    "Apalagi yang kamu pikirkan to Nang?" tanya Patih satu Diro Menggolo pada putra semata wayangnya itu. Lengannya yang terlihat menua itu, melingkar di bahu sang putra. Patih dua Dimas Bagus Penggalih adalah hartanya yang paling berharga. "Aku hanya kuatir tak mampu membahagiakan Dewi Rukmini, Romo," jawab Patih dua Dimas Bagus Penggalih dengan suara parau. "Aku tahu bahwa hatinya bukanlah untukku. Cintanya pada Pangeran Gagat terlalu besar untuk kuusik." Patih dua Dimas Bagus Penggalih mendengus kesal. "Kenapa taqdir tak berpihak padaku, Romo? Padahal aku selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik di sepanjang hidupku. Apakah aku harus menjadi manusia binal juga macam Pangeran Gagat agar mampu meraih hati Dewi Rukmini seutuhnya?" Nada geram terdengar menyelimuti suara parau sang patih muda itu. "Ngomong opo to kamu ini, Nang? Bukankah Gusti Ratu sudah menjatuhkan pilihannya pada dirimu? Pilihan tanpa paksaan. Pilihan yang didasari atas kemauannya sendiri. Dengan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 78. Warna Hati Sang Ratu

    Di lain tempat, tepatnya di dalam ruang keputren, terlihat seorang wanita paruh baya memasuki ruang utama keputren. Melangkah sedikit bergegas, seakan ingin mengejar sesuatu. Ya! Wanita paruh baya itu adalah Bik Nara. Dia memang ingin berlari mengejar. Mengejar kerinduannya pada junjungan tercinta, sang ratu Dewi Rukmini. Dia kini telah tiba di depan kamar yang dituju. Kamar yang selama 20 tahun menjadi kamarnya juga. Kamar di mana dia mengabdikan separuh hidupnya bagi sang junjungan. Mengasuh, membesarkan, merawat, dan mendampinginya layaknya perlakuan seorang ibu pada anaknya. Daun pintu kamar itu tidak terkunci. Terbentang lebar memperlihatkan isi seluruh kamar itu. Semuanya masih tetap dalam keadaan yang sama. mendiang Dewi Gauri-lah yang menyusun semua tatanan dalam kamar Dewi Rukmini itu. Dan Dewi Rukmini sudah berulang kali berpesan pada Bik Nara, agar tidak mengubah setiap jengkal tatanan dalam kamarnya. Karena aroma tubuh dan sentuhan tubuh ibunya, masih akan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 77. Janur Kuning Belum Dilengkungkan

    "Mimpi tentang kekuasaan." Jawaban Ki Guru Saloka itu menyentak kesadaran Patih satu Diro Menggolo. Hal yang pernah terlintas di pemikirannya juga. Kecurigaannya terhadap kehendak Pangeran Gagat, ketika menyatakan keinginannya pada Prabu Arya Pamenang untuk melakukan pendekatan pada Dewi Rukmini. Sementara Ki Jalapati hanya diam tepekur. Selama dia mengenal sosok Pangeran Gagat, kesan baik yang timbul dalam hatinya. Dan dia melihat ada niat hati yang tulus dari Pangeran Gagat kepada Dewi Rukmini. Tapi, Ki Jalapati juga menyadari bahwa pasti ada banyak hal yng belum dia pahami dari sosok sang pangeran muda itu. "Saya sempat menduga ke arah sana juga, Ki Guru Saloka. Sewaktu Pangeran Gagat menghadap Prabu Arya Pamenang dan mengemukakan keinginannya untuk mengenal Dewi Rukmini secara lebih dekat." Patih satu Diro Menggolo menghela nafas panjang. Sekilas terbersit kekuatirannya akan keselamatan sang putra, Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Mengenai Patih dua Dimas Bagus Pen

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 76. Mimpi yang Hilang

    "Ah, mana mungkin aku melupakan anak asuhku yang satu ini? Yang paling bandel tapi paling setia terhadap tanah Sanggabumi. Bagaimana ilmu yang kamu dapatkan di sana, Nanda Bejo?" Tanp ada jengah sedikit pun, Prabu Arya Pamenang langsung memeluk Bejo, pasangan Kalong yang bertugas menjadi pengawal pribadi Dewi Rukmini selama ini. Perjalanan sang ratu menuju desa Karangkitri bersama Kalong, Bejo, dan Bik Nara, pada akhirnya memisahkan mereka berempat. Hanya Bejo yang terus mengikuti hingga Dewi Rukmini menjalani satu tahun berguru di padepokan Songgolangit. Tapi pelukan Prabu Arya Pamenang pada Bejo segera dia lepaskan begitu menyadari ada seseorang yang agung berdiri di belakang Bejo. Dengan sikap takdzim, Prabu Arya Pamenang bergegas menghampiri dan mencium tangan seseorang itu. Ki Guru Saloka. Tokoh ilmu knuragan dan kebatinan yang sangat disegani. Setiap pimpinan kerajaan manapun pasti akan mengenal Ki Guru Saloka. Seorang pinisepuh yang sangat berwibawa dan memi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Ban 75. Pertemuan

    Tinggal dua pekan lagi. Tak terelakkan kesibukn yang ada dalam istana Sanggabumi. Rombongan pedati yang ditarik lembu seakan tak putus datang masuk ke dalam halaman istana. Persembahan dari 18 desa yang berada dalam wilayh kekuasaan Kerajaan Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tertegun melihat antusiame rakyatnya yng luar biasa. Matanya membentuk selaput bening yang siap meluap kapan saja hati tak mampu mencegahnya. "Ini dari rkyatku?" tanya Prabu Arya Pamenang pada Patih tiga Rangga Aditya, seakan tak percaya dengan apa yang terpampang di hdapannya. Aneka bahan makanan telah diusung para prajurit untuk dimasukkan ke dalam lumbung istana. Dan ternyata lumbung sebesar dan seluas itu tak lagi mampu menampungnya. "Benar, Gusti Prabu. Ini semua hadiah dari beberapa desa yang ada di Sanggabumi." Patih tiga Rangga Aditya sedikit membungkukkan badan keada Prabu Arya Pamenang. Senyum bngga yang hanya tipis mengulas, terukir indah di bibir pangeran muda dari negri Galuh itu. "K

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 74. Jelaga Dalam Istana

    Senopati Satria Cakra mengajak Patih dua Dimas Bagus Penggalih untuk duduk di anak tangga pendopo puri istana. "Ada yang ingin aku bicarakan, Dinda Patih." "Aku siap mendengarkan, Paman." Patih dua Dimas Bagus Penggalih duduk di samping sang senopati dengan wajah tertunduk dalam. "Tadi pagi Gusti Prabu memanggilku. Membicarakan tentang persiapan pernikahanmu dengan Gusti Ratu. Gusti Prabu menunjukku sebagai pemimpin pelaksana. Dalam waktu persiapan satu bulan ... sebenarnya terlalu berat buatku, Dinda Patih. Aku harus bagaimana?" Senopati Satria Cakra mengusap kasar mukanya. Dengan menaikkan alis mata, terlihat bawa dia sangat kebingungan. Senyum Patih dua Dimas Bagus Penggalih mengembang tipis. Sembari menepuk punggung sang senopati, dia berujar lirih,"Tidak perlu bingung, Kanda Senopati. Panjenengan atur saja dari sisi keamanannya. Untuk ritualnya, romoku yang akan mengaturnya. Bukankah saat pernikahan Prabu Arya Pamenang dengan mendiang Dewi Gauri, juga romoku yang

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 73. Dendam Sang Pangeran

    Mata pedang itu berkilat begitu tajam ketika sosok Patih dua Dimas Bagus Penggalih melintas di hadapannya. Sosok patih muda yang tampan dan berpembawaan tenang. Ah, tidak terlalu tampan sebenarnya, tapi memiliki pesona yang sangat memikat karena kharisma yang dipancarkannya begitu kuat. Lelaki bermata pedang itu mendengus kesal. Segala ambisi dan harapannya musnah karena kehdiran Patih dua Dimas Bagus Penggalih yang selalu menjegal langkahnya. Dan lelaki bermata pedang itu sangat tidak menyukainya. "Bagaimana, sahabatku Pangeran Gagat? Apakah ada yang ingin panjenengan sampaikan padaku?" Sapaan halus Patih dua Dimas Bagus Penggalih itu mengagetkan Pangeran Gagat. Sore itu, kala petang hampir menjelang, Pangeran Gagat tengah duduk di anak tangga pendopo kesatrian. Mengatur nafas setelah lelah bekerja menjalankan tugas hukumannya. Setiap sore dia harus membersihkan kandang kuda sekaligus memberinya makan. Dua ratus ekor kuda! Sebuah jumlah yang fantastis. Dan saat ini Pa

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 72. Hubungab Terlarang

    Prabu Arya Pamenang duduk di atas singgasananya dengan begitu gagah. Aura kewibawaannya memancar begitu kuat. Beberapa helai rambut putih yang menghiasi rambutnya justru terlihat bagai sebuah sinar keperakan yang memperkuat karismanya. Hari ini adalah hari penentuan hukuman atas perbuatan terlarang yang dilakukan oleh Pangeran Gagat dan Dewi Ayu Candra. Suara isak sang putti tak mampu meluluhkan hati sang penguasa Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tetap bersikeras untuk menghukum Dewi Ayu Candra dan Pangeran Gagat. "Tidak ada tawar menawar lagi dalam keputusan yang sudah kubuat," ujar Prabu Arya Pamenang dengan suara baritonnya yang terdengar berat dan dalam. "Saya mohon kebijaksanaan panjenengan, Gusti Prabu. Saya mengaku salah," mohon Pangeran Gagat. Jiwa ksatria sang pangeran ternyata masih kuat bercokol di kepribadiannya. Dia mengakui semua kesalahannya. Sungguh berbeda dengan Dewi Ayu Candra yang masih terus berusaha mengelak dan menimpakan semua kesalahan pada

DMCA.com Protection Status