Share

Bab 26. Desa Balongsari

Penulis: Afifah Maulida
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-29 07:37:21

"Itu pintu gerbang desa Balongsari. Ramai sekali desanya." Kalong melihat dari kejauhan dengan takjub. Masih sekitar 500 meter lagi jarak mereka dari pintu masuk desa Balongsari. Namun, suasana desa yang ramai sudah terlihat.

"Semoga warga di sana ramah-ramah," gumam Bik Nara. "Perasaanku tidak nyaman."

"Kenapa seperti itu, Bik?" tanya Dewi Rukmini. Pandangannya mengarah lurus ke depan. Tubuh orang-orang yang kekar dan berambut gondrong itukah, yang membuat perasaan Bik Nara menjadi tidak nyaman?

"Mereka berpenampilan sangar. Seperti preman pasar." Bik Nara terlihat sangat kuatir.

Mereka berempat memacu kudanya dengan sangat perlahan. Dan ketika sudah sangat dekat, mereka berempat pun turun dan menuntun kudanya.

Empat orang lelaki bertubuh kekar duduk-duduk di pintu gerbang desa. Memperhatikan rombongan Dewi Rukmini dengan pandangan menelisik tajam.

"Hendak ke mana, Kisanak?" tanya salah satu dari empat orang itu. Berkepala botak, perut buncit, dan berkulit legam.

"Kami hendak mencari
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 27. Pangeran Tampan Dari Kerajaan Manca

    Dewi Rukmini, Bejo, Kalong, dan Bik Nara seketika menoleh mendengar suara asing menyapa Dewi Rukmini. Ternyata lelaki tampan yang tadi duduk sendirian di meja sudut warung makan di penginapan ini."Mohon ma'af, Kisanak. Ini keponakan saya. Namanya Cempluk. Kalau saya boleh tahu, panjenengan berasal dari mana?" tanya Kalong yang segera mendekati Dewi Rukmini. Meskipun lelaki tampan itu terlihat baik, tapi dia harus tetap bersikap waspada."Saya berasal dari desa kecil bernama desa Tanggung. Berada dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Tirtosari. Nama saya Mandha. Panggil saja Kang Mandha." Lelaki tampan itu mengulurkan tangan ke arah Dewi Rukmini yang kini bernama Cempluk.Dewi Rukmini menyambut uluran tangan itu tanpa banyak bicara. Sikap Sang Ratu boleh terlihat tegas, tapi semburat merah di wajahnya tak dapat disembunyikan. Dia tersipu ketika berhadapan dengan Kang Mandha."Bolehkah kami tahu, hendak ke manakah tujuan Kang Mandha?" tanya Bejo. Matanya menggulir dari atas hingga ke bawah.

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-29
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 28. Petang di Desa Balongsari

    "Apakah kami datang terlambat, Kang Mandha?" tanya Bejo. Dia kaget karena ketika tiba di warung makan penginapan, Kang Mandha telah tiba duduk di salah satu meja di sana. Bejo, Kalong, Bik Nara, dan Dewi Rukmini tiba di warung makan penginapan itu tepat ketika petang mulai datang. Berpakaian rapi dan tubuh telah segar karena habis mandi. Penampilan mereka berempat sangat berbeda hingga menimbulkan sorot keheranan dari setiap pengunjung warung makan penginapan. Dewi Rukmini mulai merasa jengah karena mata setiap pengunjung terarah padanya. "Mengapa mereka semua menatap kami seperti itu?" tanya Dewi Rukmini gundah. Dia tidak berani membalas tatapan pengunjung lain karena penampilan mereka yang lebih mirip preman. "Bagaimana mereka semua tidak keheranan, Nimas Cempluk. Kecantikanmu tak ada bandingnya. Berhati-hatilah di desa ini. Desa ini terkenal sebagai desa bandit. Tempatnya para preman dan orang-orang yang bermasalah dengan hukum. Sebagian besar adalah buronan d

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-29
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 29. Desa Kedawung

    Lima orang berkuda terlihat tengah memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Berjalan beriringan sembari badan yang membungkuk di atas kuda. Derap langkah kaki kuda mereka bagaikan suara genta yang menguak keheningan di dini hari itu Kang Mandha berada di posisi paling depan. Dia menjadi penunjuk arah karena sudah terbiasa melewati jakur menuju ke desa Karangkitri. Dia sudah menjadi murid Ki Guru Saloka sejak usianya masih belasan tahun. Tiba di sebuah padang rumout yang cukup luas, Kang Mandha mengangkat tangannya. Sebagai isyatat agar mereka semua menghentikan laju kudanya. "Ada apa, Kang Mandha?" tanya Dewi Rukmini yang berada tepat di belakang Kang Mandha. "Kabut semakin tebal, Nimas Ayu," jawab Kang Mandha, "aku ingin berembug dulu dengan Kang Bejo dan Paman Kalong." "Ada apa, Kang Mandha,* tanya Bejo. Kudanya berjalan mendekati Kang Mandha. Diikuti pula oleh kuda Kalong dan Bik Nara. Mereka berlima membuat bentukan lingkaran. "Kabut semakin tebal, Kang Bejo.

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 30. Penduduk Desa Kedawung

    "Bagaimana Gusti Pangeran Gagat mengetahui nama junjungan kami, Gusti Ratu Dewi Rukmini?" tanya Bejo. Kini dia bersikap sangat hormat pada Kang Mandha yang ternyata adalah Putra Mahkota Kerajaan Tirtosari, yang bernama Pangeran Gagat. "Siapa yang tidak mengenal junjunganmu, Kang Bejo? Semua putra mahkota dari kerajaan manapun membicarakannya. Bahkan terbetik berita bahwa Kerajaan Lemah Ireng akan melakukan penyerangan ke Kerajaan Sanggabumi hanya demi mendapatkan Dewi Rukmini, Sekar Kedaton Kerajaan Sanggabumi," tutur Pangeran Gagat. Dan penuturannya itu sangat mengejutkan Bejo, Kalong, Bik Nara, dan Dewi Rukmini sendiri. "Kami malah tidak pernah mendengar berita apapun perihal itu, Gusti Pangeran," ujar Kalong. Dia memandang ke arah Bejo seakan meminta persetujuan. Bejo mengangguk. "Betul. Sama sekali kami di Kerajaan Sanggabumi tidak mendengar akan hal itu. Terima kasih atas pemberitahuannya, Gusti Pangeran. Hal ini bisa menjadi peringatan bagi kerajaan kami, a

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 31. Bertandang di Desa Kedawung

    Sambutan penduduk desa Kedawung ssngat ramah. Mereka memiliki keahlian di bidang pertanian. Hasil panen mereka luar biasa memuaskan. "Pada musim kemarau seperti ini, kalisn masih bisa menghasilan panen padi. Ini sangat luar biasa. Maukah salah satu dari kalian nanti saya boyong ke Kerajaan Sanggabumi? Ajarkan kami teknologi bercocok tanam yang luar biasa ini," ujar Dewi Rukmini. Sepotong singkong bakar disantapnya dengan nikmat. Ki Jalapati mengangguk. "Tentu saja kami mau, Gusti Ratu. Kami akan pilihkan satu ahli pertanian terbaik kami untuk Sanggabumi. Kami tunggu setelah Gusti Ratu kembali dari desa Karangkitri. Jati diri Dewi Rukmini pada akhirnya terbongkar juga. Tindak tanduk dan penampilan Dewi Rukmini tak dapat disembunyikan lagi bahwa dia adalah seseorang yang memiliki kasta tinggi. Namun, perbedaan kasta itu tidak merusak keakraban yang sudah terjalin antara penduduk desa Kedawung dengan Dewi Rukmini. "Jika Gusti Ratu sudah kembali menjadi raja di Sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-01
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 32. Pertarungan di Desa Kedawung

    Tepat perkiraan Pangeran Gagat. Ada dua puluh ekor yang kini berdiri berjajar di de depan rumah Ki Jalapati. Senyum ramah dan sikap takdzim ditunjukkan oleh Ki Jalapati. "Sugeng rawuh, Kisanak," sapa Ki Jalapati. Senyum mengembang begitu lebar di bibirnya. "Hhmm, mengapa kamu tidak bersembunyi lagi? Apakah kamu sudah tidak takut lagi pada kami?" tanya salah satu prajurit Lemah Ireng yang berbadan paling besar. Ki Jalapati tersenyum mendengar pertanyaan lelaki besar itu. "Saya ingin kita menjadi saudara saja, Ki Pujo," jawab Ki Jalapati. Lelaki berbadan besar yang dipanggil dengan nama Ki Pujo oleh Ki Jalapati itu, tertawa terbahak-bahak. Diikuti oleh para prajurit yang lainnya. "Apakah kamu sedang bermimpi, Ki Lurah?" ledek Ki Pujo. Ki Jalapati menghela nafas panjang. Berusaha menekan emosinya agar tak meluap. Meskipun rasa lelah karena selalu dihina tetap terasa sangat menyakitkan. "Tidak, Ki Pujo. Saya tidak sedang bermimpi. Silakan masuk, Ki

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-01
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 33. Hantaran Untuk Sanggabumi

    Dua pekan berlalu sudah. Selama itu pula Dewi Rukmini, Pangeran Gagat, Beko, Kalong, dan Bik Nara tinggal di desa Kedawung. Saling bertukar ilmu. Warga desa Kedawung menularkan pengetahuannya tentang ilmu pertanian, sementara Dewi Rukmini dan teman-temannya mengajarkan ilmu kanuragan untuk perlindungan diri para warga desa Kedawung. Sejak semalam warga Kedawung sudah disibukkan dengan aneka kegiatan untuk menyambut masa panen. Mulai dari persiapan memasak hingga persiapan alat-alat untuk kegiatan panen. Dewi Rukmini dan teman-temannya ikut larut dalam kegiatan itu. Membantu mereka dalam canda tawa dan kegembiraan. "Untuk apa pedati-pedati itu, Ki Lurah Jalapati?" tanya Dewi Rukmini ketika melihat ada lima pedati berjajar di depan rumah Ki Jalapati. Kala itu hari baru saja menginjak malam setelah hari terakhir masa panen. "Besok pagi buta, kami akan mengirim gabah dan aneka makanan ke Kerajaan Sanggabumi. Memang tidak seberapa, Gusti Ratu. Tapi kami tetap ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-02
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 34. Titip Rindu Intuk Sanggabumi

    Lima pedati itu berjalan perlahan membawa tumpukan gabah dan aneka buah-buahan untuk disumbangkan ke Kerajaan Sanggabumi. Dua ekor lembu berjalan perlahan-lahan mengangkut aneka hasil bumi itu. Mata Dewi Rukmini berkabut. Ingin rasanya ikut pukang sebentar dan memeluk Sang Ayah, Prabu Arya Pamenang. Tapi itu semua belum waktunya untuk dia lakukan. Waktu masih harus mendidiknya agar lebih berisi saat dia nanti kembali pulang ke Kerajaan Sanggabumi. Berisi ilmu, berisi wawasan, dan berisi pelajaran kehidupan. "Gusti Ratu ..." panggil Bik Nara dengan suara lirih. "Jangan biarkan kesedihan menghambat segala impian panjenengan." Dewi Rukmini mengangguk pelan. Jemari lentiknya bergetar mengusap lelehan air mata yang mulai turun membasahi pipinya yang halus. "Ingin bertemu ibunda di pasetran, Bik. Seperti yang biasanya saya lakukan bersamamu dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih." Dewi Rukmini mengangkat kepalanya. Melihat kembali ke arah rombongan pedati yang membawa

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-02

Bab terbaru

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 80. Insiden Mulai Terjadi

    Lelaki tua berjenggot panjang dan berpakaian serba putih itu berjalan perlahan melihat kesibukan para abdi dalem yang tengah mempersiapkan perhelatan akbar pernikahan Dewi Rukmini dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Tinggal sepekan lagi waktu perhelatan itu digelar. "Bagaimana keadaan di sini, Ki Guru Saloka? Apakah panjenengan merasakan ada hal yang kurang mengenakkan? Jika ada hal yang kurang berkenan atas pelayanan kami, kami terbuka untuk menerima segala kritik dan sarannya." Patih satu Diro Menggolo menghampiri Ki Guru Saloka yang tengah berdiri di depan para abdi dalem yng tengah menganyam daun nipah. Ki Guru Saloka tertawa mendengar perkataan Patih satu Diro Menggolo. "Hal apa lagi yang harus saya sampaikan sebagai sebuah protes, Paman Patih? Semua hal yang saya terima di sini sudah melebihi yang sewajarnya." Senyum lebar mengembang di bibir sang patih sepuh itu. Sebuah kepuasan tersendiri jika dia bisa memberikan pelayanan terbaik untuk para tetamunya. "Bi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 79. Kegamangan Hati Sang Patih Muda

    "Apalagi yang kamu pikirkan to Nang?" tanya Patih satu Diro Menggolo pada putra semata wayangnya itu. Lengannya yang terlihat menua itu, melingkar di bahu sang putra. Patih dua Dimas Bagus Penggalih adalah hartanya yang paling berharga. "Aku hanya kuatir tak mampu membahagiakan Dewi Rukmini, Romo," jawab Patih dua Dimas Bagus Penggalih dengan suara parau. "Aku tahu bahwa hatinya bukanlah untukku. Cintanya pada Pangeran Gagat terlalu besar untuk kuusik." Patih dua Dimas Bagus Penggalih mendengus kesal. "Kenapa taqdir tak berpihak padaku, Romo? Padahal aku selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik di sepanjang hidupku. Apakah aku harus menjadi manusia binal juga macam Pangeran Gagat agar mampu meraih hati Dewi Rukmini seutuhnya?" Nada geram terdengar menyelimuti suara parau sang patih muda itu. "Ngomong opo to kamu ini, Nang? Bukankah Gusti Ratu sudah menjatuhkan pilihannya pada dirimu? Pilihan tanpa paksaan. Pilihan yang didasari atas kemauannya sendiri. Dengan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 78. Warna Hati Sang Ratu

    Di lain tempat, tepatnya di dalam ruang keputren, terlihat seorang wanita paruh baya memasuki ruang utama keputren. Melangkah sedikit bergegas, seakan ingin mengejar sesuatu. Ya! Wanita paruh baya itu adalah Bik Nara. Dia memang ingin berlari mengejar. Mengejar kerinduannya pada junjungan tercinta, sang ratu Dewi Rukmini. Dia kini telah tiba di depan kamar yang dituju. Kamar yang selama 20 tahun menjadi kamarnya juga. Kamar di mana dia mengabdikan separuh hidupnya bagi sang junjungan. Mengasuh, membesarkan, merawat, dan mendampinginya layaknya perlakuan seorang ibu pada anaknya. Daun pintu kamar itu tidak terkunci. Terbentang lebar memperlihatkan isi seluruh kamar itu. Semuanya masih tetap dalam keadaan yang sama. mendiang Dewi Gauri-lah yang menyusun semua tatanan dalam kamar Dewi Rukmini itu. Dan Dewi Rukmini sudah berulang kali berpesan pada Bik Nara, agar tidak mengubah setiap jengkal tatanan dalam kamarnya. Karena aroma tubuh dan sentuhan tubuh ibunya, masih akan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 77. Janur Kuning Belum Dilengkungkan

    "Mimpi tentang kekuasaan." Jawaban Ki Guru Saloka itu menyentak kesadaran Patih satu Diro Menggolo. Hal yang pernah terlintas di pemikirannya juga. Kecurigaannya terhadap kehendak Pangeran Gagat, ketika menyatakan keinginannya pada Prabu Arya Pamenang untuk melakukan pendekatan pada Dewi Rukmini. Sementara Ki Jalapati hanya diam tepekur. Selama dia mengenal sosok Pangeran Gagat, kesan baik yang timbul dalam hatinya. Dan dia melihat ada niat hati yang tulus dari Pangeran Gagat kepada Dewi Rukmini. Tapi, Ki Jalapati juga menyadari bahwa pasti ada banyak hal yng belum dia pahami dari sosok sang pangeran muda itu. "Saya sempat menduga ke arah sana juga, Ki Guru Saloka. Sewaktu Pangeran Gagat menghadap Prabu Arya Pamenang dan mengemukakan keinginannya untuk mengenal Dewi Rukmini secara lebih dekat." Patih satu Diro Menggolo menghela nafas panjang. Sekilas terbersit kekuatirannya akan keselamatan sang putra, Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Mengenai Patih dua Dimas Bagus Pen

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 76. Mimpi yang Hilang

    "Ah, mana mungkin aku melupakan anak asuhku yang satu ini? Yang paling bandel tapi paling setia terhadap tanah Sanggabumi. Bagaimana ilmu yang kamu dapatkan di sana, Nanda Bejo?" Tanp ada jengah sedikit pun, Prabu Arya Pamenang langsung memeluk Bejo, pasangan Kalong yang bertugas menjadi pengawal pribadi Dewi Rukmini selama ini. Perjalanan sang ratu menuju desa Karangkitri bersama Kalong, Bejo, dan Bik Nara, pada akhirnya memisahkan mereka berempat. Hanya Bejo yang terus mengikuti hingga Dewi Rukmini menjalani satu tahun berguru di padepokan Songgolangit. Tapi pelukan Prabu Arya Pamenang pada Bejo segera dia lepaskan begitu menyadari ada seseorang yang agung berdiri di belakang Bejo. Dengan sikap takdzim, Prabu Arya Pamenang bergegas menghampiri dan mencium tangan seseorang itu. Ki Guru Saloka. Tokoh ilmu knuragan dan kebatinan yang sangat disegani. Setiap pimpinan kerajaan manapun pasti akan mengenal Ki Guru Saloka. Seorang pinisepuh yang sangat berwibawa dan memi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Ban 75. Pertemuan

    Tinggal dua pekan lagi. Tak terelakkan kesibukn yang ada dalam istana Sanggabumi. Rombongan pedati yang ditarik lembu seakan tak putus datang masuk ke dalam halaman istana. Persembahan dari 18 desa yang berada dalam wilayh kekuasaan Kerajaan Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tertegun melihat antusiame rakyatnya yng luar biasa. Matanya membentuk selaput bening yang siap meluap kapan saja hati tak mampu mencegahnya. "Ini dari rkyatku?" tanya Prabu Arya Pamenang pada Patih tiga Rangga Aditya, seakan tak percaya dengan apa yang terpampang di hdapannya. Aneka bahan makanan telah diusung para prajurit untuk dimasukkan ke dalam lumbung istana. Dan ternyata lumbung sebesar dan seluas itu tak lagi mampu menampungnya. "Benar, Gusti Prabu. Ini semua hadiah dari beberapa desa yang ada di Sanggabumi." Patih tiga Rangga Aditya sedikit membungkukkan badan keada Prabu Arya Pamenang. Senyum bngga yang hanya tipis mengulas, terukir indah di bibir pangeran muda dari negri Galuh itu. "K

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 74. Jelaga Dalam Istana

    Senopati Satria Cakra mengajak Patih dua Dimas Bagus Penggalih untuk duduk di anak tangga pendopo puri istana. "Ada yang ingin aku bicarakan, Dinda Patih." "Aku siap mendengarkan, Paman." Patih dua Dimas Bagus Penggalih duduk di samping sang senopati dengan wajah tertunduk dalam. "Tadi pagi Gusti Prabu memanggilku. Membicarakan tentang persiapan pernikahanmu dengan Gusti Ratu. Gusti Prabu menunjukku sebagai pemimpin pelaksana. Dalam waktu persiapan satu bulan ... sebenarnya terlalu berat buatku, Dinda Patih. Aku harus bagaimana?" Senopati Satria Cakra mengusap kasar mukanya. Dengan menaikkan alis mata, terlihat bawa dia sangat kebingungan. Senyum Patih dua Dimas Bagus Penggalih mengembang tipis. Sembari menepuk punggung sang senopati, dia berujar lirih,"Tidak perlu bingung, Kanda Senopati. Panjenengan atur saja dari sisi keamanannya. Untuk ritualnya, romoku yang akan mengaturnya. Bukankah saat pernikahan Prabu Arya Pamenang dengan mendiang Dewi Gauri, juga romoku yang

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 73. Dendam Sang Pangeran

    Mata pedang itu berkilat begitu tajam ketika sosok Patih dua Dimas Bagus Penggalih melintas di hadapannya. Sosok patih muda yang tampan dan berpembawaan tenang. Ah, tidak terlalu tampan sebenarnya, tapi memiliki pesona yang sangat memikat karena kharisma yang dipancarkannya begitu kuat. Lelaki bermata pedang itu mendengus kesal. Segala ambisi dan harapannya musnah karena kehdiran Patih dua Dimas Bagus Penggalih yang selalu menjegal langkahnya. Dan lelaki bermata pedang itu sangat tidak menyukainya. "Bagaimana, sahabatku Pangeran Gagat? Apakah ada yang ingin panjenengan sampaikan padaku?" Sapaan halus Patih dua Dimas Bagus Penggalih itu mengagetkan Pangeran Gagat. Sore itu, kala petang hampir menjelang, Pangeran Gagat tengah duduk di anak tangga pendopo kesatrian. Mengatur nafas setelah lelah bekerja menjalankan tugas hukumannya. Setiap sore dia harus membersihkan kandang kuda sekaligus memberinya makan. Dua ratus ekor kuda! Sebuah jumlah yang fantastis. Dan saat ini Pa

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 72. Hubungab Terlarang

    Prabu Arya Pamenang duduk di atas singgasananya dengan begitu gagah. Aura kewibawaannya memancar begitu kuat. Beberapa helai rambut putih yang menghiasi rambutnya justru terlihat bagai sebuah sinar keperakan yang memperkuat karismanya. Hari ini adalah hari penentuan hukuman atas perbuatan terlarang yang dilakukan oleh Pangeran Gagat dan Dewi Ayu Candra. Suara isak sang putti tak mampu meluluhkan hati sang penguasa Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tetap bersikeras untuk menghukum Dewi Ayu Candra dan Pangeran Gagat. "Tidak ada tawar menawar lagi dalam keputusan yang sudah kubuat," ujar Prabu Arya Pamenang dengan suara baritonnya yang terdengar berat dan dalam. "Saya mohon kebijaksanaan panjenengan, Gusti Prabu. Saya mengaku salah," mohon Pangeran Gagat. Jiwa ksatria sang pangeran ternyata masih kuat bercokol di kepribadiannya. Dia mengakui semua kesalahannya. Sungguh berbeda dengan Dewi Ayu Candra yang masih terus berusaha mengelak dan menimpakan semua kesalahan pada

DMCA.com Protection Status