Semua Bab Kembalinya Istri Kaya sang CEO: Bab 31 - Bab 40

173 Bab

Bab 31 Awal yang Baru

“Kalian memang tidak bisa dipercaya, ck!” maki Rain yang baru saja masuk ke ruang rawat inap Karen.Ken belum bangun saat ia berangkat, oleh sebab itu Rain meninggalkannya bersama nanny.Betapa kesalnya dia saat mendapati sang kakak dan iparnya masih tertidur nyenyak di posisi masing-masing.Entah pukul berapa mereka tertidur setelah bersitegang semalaman tanpa kata. Wajar jika Rain datang mereka masib tertidur.“Dimana Karen?” tanya Rain setengah berteriak.Pertanyaan itu sontak membuat dua orang itu terkesiap, lalu memindai seluruh ruangan. Tak mereka temukan keberadaan Karen di ruangan ituRain berdecak kesal, “Kalian benar-benar tidak tahu saudariku kemana?” tanya Rain memastikan.Diaz hanyq menggeleng, dirinya masih mengumpulkan sisa-sisa nyawanya yang belum terkumpul.“Aku sungguh tidak tau, Rai. Padahal aku baru saja terlelap dan Karen masih belum bangun,” jujur Arashi.Rain mencari ke toilet tapi hasilnya nihil kembarannya itu tak
Baca selengkapnya

Bab 32 Diaz Kembali Ke Jakarta

Meski tidak mengakuinya secara gamblang, tak dapat dipungkiri bahwa Diaz merasa bahagia. Ia berharap ini akan menjadi awal untuk kehidupan barunya dengan Karen.Panggilan masuk melalui aplikasi hijau membuatnya tersadar.“Halo, bos,” sapa orang di sebrang sana. Glen.“Ada apa Glen? Kau nampak panik,” tanya Diaz.“Nyonya Yunita, Yaz…”“Ada apa dengan mama, cepat katakan,” potong Diaz.“Beliau terjatuh di kamar mandi, sekarang sedang di larikan ke rumah sakit. Bisa kah kau kembali ke Jakarta secepatnya?” Tanya Glen lebih pada perintah.“Booking tiket tercepat, Glen. Aku akan bersiap-siap.”“Paling cepat dua jam lagi, apaakan terkejar? Ada lagi 4 jam lagi.”“Opsi kedua saja, Glen. Aku akan menemui anak dan istriku terlebih dulu.”“Baiklah,” balas Glen.Panggilan telepon terputus. Diaz memacu kendaraannya menuju mansionnya terlebih dulu untuk mengambil barang-barangnya, sebelum ke tempat Karen.Suara bel berbunyi. Karen nampak bingung siap yang datang.“Lhoh mas!” Seru Karen
Baca selengkapnya

Bab 33 Bahagia Vs Cemas

Suara dering telepon memekan telinga. Namun tak mampu membuat empunya terbangun dari mimpi indahnya.Sinar matahari telah mengintip melalui cela-cela gorden, hingga suara dering itu berhenti tak ada tanda-tanda pergerakan sama sekali. Sraakk! Sraak! Suara gorden dibuka menggema disetiap sudut ruangan.“Bangun! Sepertinya suamimu menelepon sedari tadi,” ujar si sulung.“Kakak, kenapa kamu baru membangunkanku! Jam berapa ini?” protes si adik yang masih setengah sadar.Tak ada jawaban, laki-laki itu sudah pergi dari kamar adiknya. Enggan mendengar rengekannua.Karen berdecak, lalu mengambil gawaynya di atas nakas.Matanya membelalak mendapati 8 kali panggilan tak terjawab dari sang suami.“Apa mas Diaz sudah sampai di Jakarta?” gumam Karen.Dering telepon kembali berbunyi, mengagetkan Karen yang mulai kembali terlelap.“Halo!” sapa Karen dengan suara khas bangun tidur.“Kamu baru bangun?” tanya orang di sebrang sana. Karen m
Baca selengkapnya

Bab 34 Jarak Jauh

“Halo, dad!” sapa Ken pada Diaz melalui sambungan video call. Anak itu heboh sembari melambaikan tangan. “Halo anak daddy? Sudah makan?” tanya Diaz. “Belum, dad. Mom sedang membuat nasi goreng.” Ken mengarahkan kamera ponselnya ke arah Karen yang sedang sibuk memasak di dapur. Karen pura-pura tidak tahu, tetap pada aktivitasnya. Diaz memandang Karen dari kejauhan. Rindu. Kata itu yang dapat mewakili perasaannya saat ini. Ken kembali mengarahkan kamera pada dirinya. “Nasi goreng!” seru Diaz antusias, “Sayangnya dad tak bisa ikut menikmati.” “Jangan sedih, dad. Kalau kamu kembali, mom pasti dengan senang hati membuatkannya untukmu.” “Iya kan, mom?” tanya Ken, memastikan. Karen melirik sekilas pada sang anak, lalu mengangguk. Ken berlari ke arah Karen, “Dad, katakanlah pada mom, kalau kamu ingin makan nasi goreng buatannya.” Bocah cilik itu langsung mengarahkan kameranya pada Karen. Ken berhasil membuat sang ayah mati kutu dengan ucapannya. Karen yang sedari cuek, langsung ber
Baca selengkapnya

Bab 35 Rencana Perjodohan Diaz

Diaz menatap Noah penuh tanya, adiknya itu selalu menjadi garda terdepan untuk membela istrinya. Ia juga orang pertama yang tahu Elok meninggal bahkan sampai menghajar dirinya.Dulu ia berpikir karena Noah dan Rain cukup dekat, maka wajar jika Noah jauh lebih mengenal istrinya ketimbang dia sendiri.Tapi kini ia menaruh curiga, apa ada sesuatu diantara mereka. Lebih tepatnya pada Noah, mungkin saja Noah menyimpan rasa pada Elok. Bahkan saat ini adiknya itu menatap tajam padanya.Bisa jadi Noah juga tahu jika Elok masih hidup. Diaz menghela nafas pelan.“Aku harus mencari tahu,” batin Diaz.Suara Yunita kembali menyadarkan Diaz dari pikirannya.“Apa ma?” tanya Diaz yang tidak fokus dengan omongan sang ibu.“Mama bicara sampai berbusa, kamu malah melamun,” kesal sang ibu. Diaz meminta maaf, entah mengapa wajah kedua adiknya sudah berubah aneh.“Besok pulanglah lebih cepat Yaz. Ada teman mama yang akan menjenguk mama di rumah,” ujar Yunita.“Lalu hubungannya dengan Diaz apa
Baca selengkapnya

Bab 36 Pertemuan Perjodohan

Usai menyantap makan malam, para orang tua mempersilakan anak-anaknya untuk berbincang dan saling mengenal satu sama lain.Diaz mengajak dokter Vio ke gazebo yang berada di samping rumah. Di dekat gazebi ada taman dan kolam renang.“Kita belum sempat berbincang setelah kepulanganku dari Jepang dokter Vio,” beo Diaz mengurai kecanggungan.“Panggil aku Vio saja Diaz saat kita bertemu di luar rumah sakit. Lagian kita ini seumuran,” usul Vio.“Baiklah kalau seperti itu maumu.”“Bagaimana keadaanmu Yaz? Sudah lebih dari dua bulan kamu tak konsul ataupun meminta resep obat dariku.”Vio sangat penasaran dengan hal tersebut, terlebih setelah pulang dari Jepang wajah Diaz tampak berbeda bukan karena babak belur, melainkan raut wajahnya yang nampak lebih bersahabat.“Aku cukup baik Vio, aku sudah mulai bisa tidur di malam hari tanpa obat,” jawab Diaz.“Perkembangan yang luar biasa, Yaz. Selamat. Apa kamu melakukan konsultasi dengan dokter hebat di sana
Baca selengkapnya

Bab 37 Terpaksa Mengikuti Kemauan Mama

Pagi hari ini udara sangat dingin, karena musim dingin telah tiba beberapa hari yang lalu di Tokyo. Karen membuka email yang baru masul ke alamat surel miliknya, dari perusahaan Kobayashi.Kobayashi menawarkan kerjasama kepada Centra-IT—perusahaan milik Karen—untuk menangani promosi, iklan dan pemasaran produk baru mereka.“Sepertinya ini produk kerjasama dengan mas Diaz,” gumam Karen.“Sudah baca email?” suara Arashi mengagetkannya. Surel itu juga dicc—Carbon Copy—kepada kakaknya.“Ah, ya sudah kak,” balasnya masih masih fokus pada monitor, “nanti siang kita akan meeting dengan mereka, ajak tim periklanan dan desain masing-masing satu orang,” perintah Karen pada kakaknya.Dering panggilan telepon mengisi seluruh ruangan. Karen yang sedang sibuk membuat mockup proyek terbarunya terpaksa melihat benda pipih tersebut.Diaz!Karen mengambil earbudsnya, memasang di telinga kemudian mengangkat panggilan telepon.“Halo, sayang.” Suara disebrang sana tampak sumringah, Karen pun b
Baca selengkapnya

Bab 38 Tertangkap Basah

Suara itu membuat detak jantung Diaz nyaris berhenti berdetak. Bagaimana tidak beberapa minggu yang lalu mereka baru saja adu jotos. Sekarang orang itu malah memergokinya sedang makan malam dengan seorang wanita.Ia hanya berharap kakak iparnya itu tidak memancing emosinya lagi.Diaz dan Viola melihat ke arah sumber suara. Baik Diaz maupun Viola mengenali siapa pemilik suara itu—Rain Wijaya. Meski Viola dan Rain tak pernah saling kenal, tapi siapa yang tidak tahu Rain Wijaya, generasi kedua keluarga Wijaya.“Hallo adik ipar, apa waktumu terlalu senggang hingga bisa berkencan dengan seorang wanita cantik?” sindir Rain.Mata Rain menatap tajam ke arah adik iparnya. Diaz tak membalas tatapannya itu agar emosinya tidak terpancing.Viola tercengang mendengar perkataan Rain, bertanya-tanya dalam hati apa yang dimaksud oleh pria yang baru saja menyambangi mereka.“Semua tak seperti yang kamu lihat, Rain,” Diaz mencoba menjelaskan.“Oh ya? Bagaimana jika ad…”“Kamu salah paham, Rain
Baca selengkapnya

Bab 39 Jangan Memaksakan Kehendak, Ma

Sebulan kemudian.“Glen, siapkan tiket untuk kita ke Jepang seminggu lagi,” perintah Diaz. “Untuk acara peluncuran produk baru pak?” Glen memastikan.“Iya, memangnya untuk apa lagi!” balas Diaz.“Saya hanya memastikan,” balas Glen.Sebelum melaksanakan perintah Diaz, Glen teringat permintaan dari atasannya itu.“Pak, nyonya Yunita, minta tambahan satu tiket pesawat ke Jepang di hari itu.” Glen menerangkan.Diaz memincingkan mata, “Untuk apa? Sepertinya papa tidak akan ikut.”Glen tampak ragu-ragu untuk menjawab.“Hhhmm, itu pak. Untuk nona Viola. Nyonya Yunita meminta nona Viola untuk menemani Anda.”Rahang Diaz mengeras. Ia tak habis pikir dengan ibunya yang terus saja mencoba mendekatkanya dengan Viola. Padahal sudah beberapa kali ia menegaskan tidak akan menerima perjodohan itu.“Cukup dua tiket saja, Glen. Aku dan kamu.”“Ah, baik pak.”Tanpa banyak bicara lagi, Glen melaksanakan perintah sang atasan. Di ked
Baca selengkapnya

Bab 40 Bertemu Kembali

Diaz tak henti-hentinya tersenyum, terlebih saat melihat tiket pesawat yang berada di tanganya. Terang saja, sebentar lagi ia akan segera bertemu dengan istri dan anaknya.Segera ia mengambil benda pipih di kantong celananya. Masih ada waktu setengah jam lagi untuk melakukan boarding. Diaz menghela nafas pelan, rindu sungguh menggelora dalam dada.“Apa kamu kesambet? Kenapa sedari tadi senyum-senyum sendiri?” tanya Glen, membuyarkan lamunan Diaz.Pria itu sedari tadi mengamati mimik wajah sahabatnya yang tak berhenti tersenyum. Ia bahkan ikut tersenyum karena kelakuan Diaz.“Ck! Bukan urusanmu!”Melihat temannya sewot, Glen justru terkekeh.Tak ingin meladeni asisten pribadinya, Diaz menekan kontak milik sang istri. Tak berselang lama panggilan video tersebut terhubung.Nampak di sebrang sana Ken riang gembira menyambutnya.“Hay, boy!” sapa Diaz.“Hay, dad! Kamu sudah di bandara?” “Hay, tampan!” sapa Glen yang tiba-tiba menyembulkan kepalanya di kamera.“Kenalan sama pa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
18
DMCA.com Protection Status