Home / CEO / Kembalinya Istri Kaya sang CEO / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Kembalinya Istri Kaya sang CEO: Chapter 101 - Chapter 110

173 Chapters

Bab 101 Julian Anggara Menemui Karen

“Tuan, ada informasi tentang nona Karen Esme,” lapor salah satu anak buah Julian Anggara.Julian menatap pria itu, lalu menyuruhnya untuk tidak berbasa-basi.“Nona Karen sedang berada di Cafe Flamboyan di jalan Flamboyan, tuan.”Julian tersenyum sumringah, “Tunggu aku, Karen Esme.”Cafe Flamboyan.Dari kejauhan, Julian mengamati Karen yang sedang sibuk berbicara dengan lawan bicaranya—serius.“Selamat siang, nona-nona!” Suara bas itu membuat Karen dan Ellen menghentikan aktifitasnya, kemudian melihat ke arah sumber suara.Sedangkan Jun dan bodyguard yang benama Jhon, langsung bersiaga meihat ada seseorang yang mendekati majikan mereka. Dia pria itu duduk tak jauh dari Karen.“Julian Anggara,” batin Karen. Meski ia terkejut, ekspresinya berhasil dikendalikan.“Apa kabar Elok Anugrah Cinta?” tanya Julian pada Karen.Karen tetap tak merubah ekspresi. Melihat iparnya yang begitu tenang, Ellen juga menampakkan wajah yang biasa saja
Read more

Bab 102 Waspada 2

“Apa rencanamu Jun?” tanya Karen saat mereka tahu ada mobil yang mengikuti.Jelas Karen bertanya hal itu pada Jun, sebab Jun adalah sopir yang sudah dipersiapkan untuk hal-hal seperti ini, menghafal setiap jalan ibu kota.“Kita bersiap non,” ucap Jun sembari menyeringai.Jun sudah bisa membaca situasi di depannya. Ada traffic light di depan sana, kondisi sedikit lengang namun masih banyak kendaraan yang melaju di persimpangan itu. Jun sengaja melaju lambat mengikuti arus, lampu hijau mulai menguning, pria itu langsung memacu kendaraan itu dua detik sebelum lampu merah menyala, melesat menyelip kendaraan lain. Sialnya mobil yang mengikuti Karen harus terkena lampu merah. Ingin menyerobitpun tidak bisa sebab banyak motor di depan mereka.“Shit!” umpat sang sopir. Pria itu menghubungi tuannya, memberi tahu jika mereka kehilangan jejak Karen. Di sebrang sana terdengar Julian memaki anak buahnya yang tidak pecus. “Gila kamu, Jun. Kalau kita mengalami kecelakaan bagaimana? Apa yan
Read more

Bab 103 Musuh Dalam Selimut

Glen cukup kewalahan saat mendengar perintah mendadak keluar dari mulut Diaz untuk memberhentikan mobil. Pasalnya posisi mereka sedang berada di bagian kanan jalan. Setelah bersusah payah akahirnya mobil itu pun menepi. Terlihat Diaz memantau jalanan lalu menyeringai. Diaz ingin melihat bagaimana mobil yang mengikutinya akan bergerak, sedangkan di ujung sana ada traffic light. Mendapati mobil lawan terjebak di antara kendaraan lain, Diaz menunggu hingga lampu merah berganti hijau dan berputar posisi.Untunglah strategi mereka berhasil meski cukup berbahaya karena memotong kerumunan dan mendapat banyak klakson serta makian.“Kita kemana pak?” tanya Glen setelah kembali melajukan mobil. Ia hanya memastikan mereka akan tetap kembali ke kantor atau pindah halauan.“Ke kantor,” jawab Diaz singkat.Diaz akan menyelesaikan sedikit pekerjaannya di kantor sebelum pulang. Ia ingin pulang lebih awal hari ini. Rundunya sangat membuncah ada sang istri.
Read more

Bab 104 Berkunjung ke Kediaman Pradana

“Jadi kita akan datang ke rumah nenek sihir itu,” ucap Ken spontan, dengan wajah mencibir.Sontak Karen menutup mulut kecil yang berbicara tidak sopan itu, lalu meringis ke arah suaminya.Diaz menatap tajam Ken, “Siapa yang mengajarimu berkata seperti?” tanya Diaz penuh kemurkaan.Ken mencoba membuka mulutnya yang masih terus dibungkam oleh Karen.“Mom, lepaskan,” ucap Ken tak jelas.“Sssttt, diamlah dan jangan melawan daddymu,” bisik Karen.Ken merasa tidak bersalah, ia tetap ingin menjawab pertanyaan sang ayah. Lalu bocah cilik itu mengigit pelan telapak tangan sang ibu. Refleks Karen melepaskan tangannya dari mulut Ken.“Tidak ada yang mengajariku, dad. Tapi memang perilaku nenek itu mirip sekali dengan nenek sihir yang jahat,” balas Ken lantang.Walaupun yang dikatakan oleh Ken memang benar, Diaz sebagai anak tidak terima jika orang yang telah melahirkannya dijuluki seperti itu, terlebih hal itu dilakukan oleh anaknya sendiri.Diaz tidak hanya sekedar memarahi anaknya, ia
Read more

Bab 105 Gengsi Seorang Yunita

Yunita merutuki dirinya sendiri, mengapa kata-kata itu yang keluar dari mulutnya.Padahal sesungguhnya ia ingin berkata, “Kenapa repot-repot? Kalian datang saja mama sudah sangat senang.” Otak dan mulutnya sangat tidak sinkron.“Kami ingin mengunjungi kalian semua, bukankah kita ini keluarga. Seperti yang mama pernah katakan, tidak perlu alasan khusus untuk menemui keluarga,” jawab Karen lembut.“Kamu selalu pintar berdalih, apa kamu sedang menceramahiku sekarang?” ketus Yunita. Yunita malu mengakui jika pernah mengucapkan kata-kata seperti itu dan lagi-lagi ia melontarkan ucapan yang tak seharusnya diucapkan. Meski berkata begitu sesungguhnya itu sangat bertolak belakang dengan hati Yunita. Justru ia merasa sangat senang telah dikunjungi oleh keluarga kecil Diaz.Yunita tidak menyangka, anak, menantu, dan cucunya akan datang berkunjung.Dasar, wanita paruh baya itu terlalu gengsi untuk mengakui hal itu. Dan malah membuat cucu dan menantunya salah paham.Karen hanya terseny
Read more

Bab 106 Kecemburuan Diaz

Obrolan antara Ken dan Noah nampak semakin seru. Karen hanya menjadi pendengar yang baik. Sesekali berkomentar atau menanggapi jika diperlukan.“Kenapa hanya berdiri di situ, tidak jadi ke gazebo?” tanya Yunita pada Diaz yang hanya berdiri tidak bergerak di dekat pintu.Yunita yang penasaran pun melihat ke arah gazebo. Pandangannya menangkap sosok Noah yang beberapa waktu ini tak pernah tersenyum semenjak kecelakaan itu terjadi, saat ini sedang tertawa bersama Ken—cucunya. Tanpa sadar netranya memerah dan berkaca-kaca. Di mata Yunita, Noah memang tak pernah mengeluh. Pria yang berprofesi sebagai dokter itu terlihat pasrah menerima takdir yang sedang dijalaninya.Tapi Yunita tahu betul, anaknya itu memendam semua yang dirasakannya sendiran. Perlahan namun nyata Noah mulai kehilangan senyuman yang tak pernah lepas dari bibirnya.Diaz tertegun, tak ada reaksi apapun dari ibunya. Ia melihat ke arah Yunita yang sudah meneteskan air mata. Anak sulung Yunita itu memeluk erat tubuh ibun
Read more

Bab 107 Bersenang-senang Di Akhir Pekan

Pukul setengah sepuluh pagi mereka sudah bersiap untuk berangkat ke KidCity yang berada disebuah pusat perbelanjaan di daerah Cilandak. Diaz selalu bersikap waspada, ia pun mengajak dua bodyguard yang melindungi Ellen untuk pergi bersama mereka. Sampai di KidCity suasana masih sepi, sebab baru saja dibuka. Beberapa wahana bahkan belum siap untuk dioperasikan. Pertama, Ken ingin mencoba New York Swing. Tentu saja Karen tak akan ikut naik, selain Diaz melarang, baru melihat wahananya saja ia sudah merasakan mual. “Kau bersenang-senanglah mas, aku akan di sini menunggu kalian, tenang Jun dan yang lain.” Diaz sebenarnya malas untuk ikut bermain, ia ingin sekedar menemani. Namun, Ken justru mengejeknya penakut, membuat jiwa lelakinya terusik. Tidak ada di kamus Diaz Pradana kata takut apalagi penakut. Pria dewasa itu akhirnya meladeni sang anak. Dalam benak Karen, ia selalu tak habis pikir dengan kelakuan suami dan anaknya. Nampak sering tak akur dan saling bersaing satu sama lain.
Read more

Bab 108 Tidak Sengaja Berujung Salah Paham

Ellen tersenyum nakal, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Ken, “Apa kamu akan memenuhi syarat dariku tanpa terkecuali?” “Tentu saja...” Ken menjeda ucapannya, tapi Ellen sudah tersenyum penuh kemenangan. “Aku tidak akan menerima syarat apapun darimu, tante. Dan...aku tidak masalah kamu tidak memaafkanku,” Ken melanjutkan ucapanya lalu menjulurkan lidah. Membuat Ellen melongo dan Diaz menahan tawa. Karen sendiri langsung menutup mulut anaknya dan nyengir ke arah Ellen. Ellen berkacak pinggang, geram dengan kelakuan keponakannya, ia lantas mendekati pria kecil bermulut tajam itu. Mencubit kedua pipi mungilnya seraya bekata, “Kamu benar-benar menyebalkan. Aku bertambah yakin jika kamu memang keturunan Diaz Pradana. Kalian sama-sama menyebalkannya.” Mendengar ia disamakan dengan sang ayah, Ken lantas merengut seraya menatap sengit ke arah Ellen lalu kepada Diaz, bibirnya bahkan bisa dikucir—merajuk. Dalam hati Ellen tertawa melihat hal itu, ia bersorak gembira, dirinya telah berh
Read more

Bab 109 Karen Merajuk

Diaz berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Ken. Ayah kandung Ken itu menyentuh bahu anaknya pelan. Ia akan berdamai dengan gejolak hatinya yang oenuh keegoisan. “Kamu salah paham, son. Daddy tidak sengaja melakukan hal itu pada mom, percayalah,” tutur Diaz mencoba menjelaskan pada anaknya. “Mana yang bisa disebut salah paham? Tante Ellen dan om Noah juga melihat apa yang kamu lakukan pada mom,” balas Ken, bocah itu enggan menyebut daddy pada Diaz. 
Read more

Bab 110 Menemui Diaz Di Kantor

Perjuangan Diaz Pradana tidaklah mudah dalam menaklukkan Karen Esme yang masih mendiamkannya. Hingga akhirnya wanita itu mau lagi berbicara padanya dan bersikap seperti biasanya. Hari senin kembali menyapa, rutinitas padat harus dimulai kembali. Ken masih saja menempel pada Rain, Diaz sendiri tidak ambil pusing. Seperti biasa, Diaz berangkat ke kantor bersama Glen. “Apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang orang itu?” Glen sedikit berpikir, ada beberapa orang yang harus ia cari informasinya. “Maksud bapak siapa? Yang mana maksud saya?” Glen memilih bertanya ketimbang salah menjawab. “Semuanya, terserah kamu mau laporkan yang mana dulu.” Glen akan melaporkan setelah mereka sampai di kantor, tidak mungkin ia memegang tablet saat menyetir. Diaz memasuki kantor dengan wajah dingin, auranya akhir-akhir ini lebih menakutkan dari pada sebelum-sebelumnya. Sedangkan Glen terus berceloteh memberi tahu
Read more
PREV
1
...
910111213
...
18
DMCA.com Protection Status