Home / Pernikahan / Mimpi Buruk di Kamar Adik Ipar / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Mimpi Buruk di Kamar Adik Ipar: Chapter 21 - Chapter 30

49 Chapters

CHAPTER 21 (Pencarian)

"POV HafsaSejak kejadian di mana aku dan suamiku berpapasan di depan kamar mama, sejak saat itu lah terakhir kali aku melihatnya. Sudah lebih sepekan Mas Akram menghilang tanpa kabar. Bahkan, ponselnya pun tak bisa dihubungi sama sekali. Kucoba untuk mencari tahu keberadaan suamiku di perusahaan miliknya, tak seorang pun tahu dengan pasti di mana keberadaannya. Ada yang mengatakan bahwa suamiku sedang melakukan dinas ke Sydney, ada pula yang mengatakan bahwa dia sedang mengambil cuti panjang karena alasan kesehatan. Entah informasi yang mana yang bisa aku yakini. Para karyawan bahkan mengatakan hal itu dengan ragu-ragu, dan yang lebih aneh lagi sikap mereka terlihat lebih acuh daripada terakhir kali aku datang sebelum hari ini. Jika dulu semuanya berbaris menunduk menyambut kedatanganku, kini bahkan banyak dari mereka lalu lalang tanpa menyapa sama sekali.“Hafsa---” Aku melengos karena sadar suara siapa yang sedang memanggil namaku dari balik tubuh ini. Sejak meninggakan rumah menu
Read more

CHAPTER 22 (Jati Diri)

Via melajukan kendaraannya ke salah satu taman kota yang kebetulan sekali suasananya sedang lengang. Tadinya aku menolak dengan alasan ingin segera pulang menemui putraku--Zubair. “Lo mau alasan nyusuin anak lo sementara lo sendiri sedang galau kayak gini? Lo pikir anak lo ga bisa ngerasain apa yang lo rasakan? Lo pengen ngebagi rasa sakit lo ke darah daging lo?” Rentetan kalimat diucapkan Via saat mendengar niatku untuk pulang, lebih tepatnya aku sedang ingin menghindar dari siapa pun yang berpotensi mengetahui prahara rumah tanggaku. Namun, ucapan Via terdengar masuk akal. Aku pernah mendengar jika suasana hati buruk seorang ibu akan menginfeksi suasana hati bayi yang sedang ia susui. Entah mitos atau fakta, aku lebih memilih untuk menghindar dari akibat buruk yang bisa saja membuat bayi kecilku ikut bersedih. Dari perbincangan kami di taman, tanpa kusadari selama ini Via telah tahu banyak tentang masalah yang aku alami. Dia juga tahu sejak lama seperti apa kedekatan Mas Akram da
Read more

CHAPTER 23 (Pengalaman Pertama)

“Pacar si Fenny menang tender.” Mami mengepulkan asap ke udara melalui bibir indahnya. Wajah mami memang cantik. Pantas saja pelanggannya banyak sekali dari kalangan pengusaha dan pejabat negara. Jika aku sering menyaksikan seperti apa anak-anak peliharaan mami memberikan servis pada pelanggannya di kandang kami, tapi tidak dengan mami, dia lebih berkelas. Biasanya mami melayani pelanggannya di luar kota bahkan luar negeri. Dia akan menghilang beberapa hari dan kembali membawa banyak uang setelahnya. Mami mengatakan bahwa kekasihnya adalah pejabat negara yang terbiasa berlibur ke luar negeri dengan beralibi untuk melaksanakan tugas negara. Mami ikut serta dibawa oleh laki-laki pecinta syahwat itu ke luar negeri. Bagaimana aku tidak iri ingin juga menjadi seperti mami. Mami selalu diamanjakan dengan kemewahan, bisa menikmati indahnya negara luar dan pulang membawa uang yang banyak, oleh karena itu lah mami menyanggupi full service selama beberapa hari bahkan hingga sepekan hanya untuk
Read more

CHAPTER 24 (Tokyo)

Kupikir, aku berangkat ke Jepang bersama Om Ashraf. Nyatanya aku berangkat bersama utusan dari rekan bisnis Om Ashraf yang memberikanku sebagai hadiah untuknya. Beruntung negara yang kutuju adalah salah satu negara yang memberikan Visa Waiver dengan mudah, sehingga prosesnya tidak butuh waktu tunggu yang lama. Aku menatap awan yang berarak di sisi jendela pesawat dengan kagum. Akhirnya aku bisa juga bepergian ke luar negeri tanpa harus bersush-susah mengumpulkan uang. Di sisiku seorang pria yang kutaksir berumur 25 tahun. Dari tadi dia seolah enggan mengajakku berbicara, wajahnya tampan hingga terbesit di hatiku untuk menggodanya. Namun, sepertinya aku bukanlah tipe menarik bagi pria ini. Dia lebih banyak membuang muka saat berhadapan denganku. "Kak, boleh tanya?" ucapku mencoba membuka pembicaraan. Baru kali ini aku merasa kikuk bersisian dengan lawan jenis, dan baru kali ini pula ada pria yang seolah tak terpesona dengan kecantikanku yang paripurna. "Hm," jawabnya. Hanya sesing
Read more

CHAPTER 25 (Menu Utama)

Aku pikir akan terjadi penolakan Om Ashraf terhadapku. Dari penampilannya, dia terlihat angkuh dan sulit untuk disentuh. Kesan pertama yang aku lihat adalah tatapannya yang datar dan wajah yang tak memiliki ekspresi. Meski tampan, dia terlihat menakutkan dengan gesturnya. Namun, rupanya aku salah. Om Ashraf benar-benar seorang yang liar. Kupikir dia akan mengabaikanku begitu saja. Dari caranya melewatiku tanpa menoleh dengan kondisi polos seperti tadi. "Masuk." Suara Om Ashraf terdengar seperti perinta yang tak kenal penolakan. Aku melangkah pelan, ragu-ragu tapi penasaran dengan apa yang akan terjadi setelah ini. "Kamu berjalan seperti orang yang kelaparan, apa kamu bisa melayani saya dengan cara seperti itu?" ucapnya di depan pintu kamar mandi. Om Ashraf rupanya kesal menungguku terlalu lama. Om, tidak tahu kah kau bahwa ini adalah pengalaman pertamaku? Meski sudah banyak pria asing di luaran sana menikmati tubuh ini, kesucianku masih terjaga dan sebentar lagi kamu akan menjadi
Read more

CHAPTER 26 (Jatuh Cinta)

Aku terus berusaha meyakinkan Om Ashraf agar dia tidak mencari gadis lain untuk ditiduri. Om Ashraf bergeming saat aku terus saja memeluknya. Hem ... Jangan pikir aku tidak luput dari kesempatan yang hampir saja pupus. Tanganku bergerilya ke area-area tertentu di tubuhnya seolah-olah hal itu kulakukan tanpa sengaja sehingga Om Ashraf kembali terpancing. Tangisku rupanya tak terlalu berefek. Namun, sentuhanku memiliki pengaruh yang luar biasa padanya. "Fara," ucap Om Ashraf dengan suara serak. Dia meraih daguku yang bertumpu di punggung jari telunjuk dan jempolnya. Tak butuh waktu lama dia menciumku dengan rakus. Aku pun membalas tak kalah rakusnya, hingga meski pun kesucianku malam itu masih belum bisa dimilikinya, aku sudah berhasil membuatnya terkulai dengan keahlianku yang lain. Semalam penuh aku habiskan bersama Om Ashraf. Seperti pengantin baru, dia memintaku melakukan yang yang sama berulang-ulang dan mengabaikan beberapa panggilan telepon yang masuk di ponselnya. "Kamu yak
Read more

CHAPTER 27 (Ritual Malam)

Seperti yang dijanjikan pria itu, aku dilimpahi dengan kemewahan yang selama ini belum pernah aku nikmati. Dia benar-benar memegang janjinya untuk membayar jasaku. Kami banyak menghabiskan waktu bersama. Saat om Ashraf disibukkan berbagai meeting selama di Tokyo, aku diberikan kebebasan untuk menghabiskan uang di dalam kartu debitku asalkan saat kembali ke hotel aku sudah harus bersiap melayaninya. Hal ini rutin kulakukan setiap hari. Om Ashraf selalu terpuaskan meski kami masih belum memungkinkan untuk bercinta dengan sebenar-benarnya. "Sudah lima hari, apa periodemu belum juga selesai?" tanyanya. Aku tahu Om Ashraf sangat menginginkanku, aku pun demikian penasaran dengan kemampuannya melambungku di atas tempat tidur. "Harusnya sudah sih Om, Om mau periksa sendiri?" tawarku dengan kerlingan nakal. Tak butuh jawaban darinya, aku langsung mendaratkan tubuh di atas ranjang kami. Om Ashraf melemparkan jas dan sepatunya ke sembarang arah, melonggarkan dasi dan membukakancing kemeja h
Read more

CHAPTER 28 (Jimat)

Aku--Fara--Perawan yang melacu*kan diri hanya untuk Om Ashraf sebelum pernikahan kami benar-benar terjadi nantinya. Sejak kejadian itu aku dan Om Ashraf masih sering bertemu. Namun, selalu saja ada penghalang bagi kami untuk bercinta meskipun kami berdua sudah sama-sama siap. Salah satunya adalah Om Ashraf yang tiba-tiba kehilangan tenaga meski semangatnya besar atau area sensitifku yang tiba-tiba saja terasa sakit luar biasa padahal belum berhasil melakukannya dengan Om Ashraf. "Mbah bisa bantu kamu buat dapatin laki-laki itu. Tapi syaratnya kamu harus menginap di sini. Ada ritual khusus yang harus kamu jalani bersama mbah," ucap dukun langganan Mami saat aku memintanya membantuku untuk mengirim guna-guna kepada Om Ashraf dan keluarganya. Jujur saja aku tak bermaksud menyakiti Om Ashraf. Aku hanya ingin dia bertekuk lutut di hadapanku, karena hingga detik ini aku belum berhasil memberinya keperawanan. Aku takut dia bosan dan pergi mencari gadis lain. "Ritual seperti apa, Mbah?"
Read more

CHAPTER 29 (Dinding Penghalang)

Singkat cerita, akhirnya jimat itu tertanam juga. Aku segera meminta orang suruhanku untuk mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai tukang kebun di rumah Om Ashraf. Kuberi dia sejumlah uang yang sangat besar sebelum kujebak dia seolah telah melakukan tindakan kriminal yang fatal sehingga dia dijebloskan ke penjara seumur hidup. Ya, kuakui tindakanku sangat kejam. Aku hanya tak ingin jika orang suruhanku membongkar rahasiaku, itu saja! Rupanya apa yang dikatakan dukun cabul itu bukan sekedar isapan jempol. Om Ashraf benar-benar seperti kerbau yang dicolok hidungnya. Bahkan dia sudah sangat jarang pergi bekerja hanya untuk menghabiskan waktu bersamaku ke luar negeri. Meski demikian, kami tetap saja tak bisa melalui malam pertama. "Om, Fara kesakitan," ucapku saat dia mula melakukan penet**si. Aku tidak berdusta sama sekali tentang hal itu. Seolah tubuhku menolak untuk bersatu dengan Om Ashraf. Setiap kali kami mencoba, selalu berakhir dengan diriku yang kesakitan luar biasa. Bahkan
Read more

CHAPTER 30 (Sah!)

Antara senang dan ragu, aku memilih untuk menjaga jarak dari Om Ashraf. Berhari-hari aku mengabaikannya. Dia bahkan berulang kali menungguku di teras kontrakan mewah yang belakangan ini menjadi tempat tinggalku. "Fara, sebentar saja temui saya. Mengapa kamu menghindari saya, Sayang." Om Ashraf berulang kali mengirim pesan serupa ke ponsel milikku. Sekian lama kuabaikan, akhirnya kuputuskan untuk menemuinya. Kubukakan pintu dan kubiarkan dia masuk. Secercah senyum tampan Om Ashraf menyambutku. Namun, entah perasaanku saja atau mungkin memang Om Ashraf tak terlihat setampan dulu. Jujur saja selama aku mengabaikannya, aku terus memikirkan Akram. Laki-laki belum matang berusia hampir dua puluh tahun yang memiliki kemiripan seperti Om Ashraf. "Kamu sakit? Kok gak mau ketemu saya?" tanya Om Ashraf. Dia menciumku tanpa menunggu persetujuan dariku. Tak ada lagi debar yang kurasa seperti dulu, saat bibir kami saling memagut dan mencecapi nikmatnya percintaan. Ya, aku sempat mengakui bahwa
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status