Home / Romansa / Kusesali Usai Istriku Pergi / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kusesali Usai Istriku Pergi: Chapter 11 - Chapter 20

110 Chapters

11. Hampa

"Kenapa kamu begitu terkejut Sania? Bukankah dari awal kamu sudah tahu kalau aku mempunyai dua anak?" tanyaku saat melihat keterkejutan Sania ketika aku mengatakan mempunyai dua balita."Bukan begitu Mas, aku hanya sedikit bingung. Bukankah kamu bilang kalau adiknya Hanna dirawat orang tua Laila?"Aku menghela napas, kuraih tangan Sania dan mengusapnya lembut. Biar bagaimanapun, sekarang atau nanti, Sania harus siap menerima keberadaan Hanna dan Haikal, karena aku ingin dia bisa menyayangi anak-anakku seperti anak kandungnya sendiri meski hanya sebagai ibu sambung."Haikal memang bersama keluarga Laila, tapi itu hanya untuk sementara waktu. Sampai dia terbiasa tanpa ibunya, dan aku akan membawanya kembali ketika semuanya sudah berjalan normal," ucapku berusaha menjelaskan pada Sania.Perlahan, Sania menarik tangannya dari genggamanku. Terdengar dia menarik napas dalam."Kapan kamu akan membawa Haikal pulang?" tanyanya."Setelah kita menikah nanti. Bukankah kamu ingin menikah denganku
Read more

12. Mengecewakan

Kedatangan Sania ke rumah meninggalkan rasa yang tidak biasanya. Apa yang dia lakukan dan katakan hari ini sama sekali tidak membuatku bahagia, bahkan sebaliknya, banyak sekali kata-kata yang dia ucapkan menggores perasaanku, terlebih ketika membahas soal keberadaan anak-anak nanti dan sikap dinginnya terhadap Hanna. Bahkan dia sama sekali tidak berusaha untuk mengambil hati Hanna.Saat taksi online yang kupesan datang untuk menjemputnya pulang, dia terlihat kecewa, karena aku tidak mengijinkannya untuk menginap di rumah."Kamu sangat berlebihan, Mas. Apa sih yang sebenarnya terjadi padamu? Sejak kematian Laila, sikapmu berubah menjadi dingin. Kamu bahkan beberapa kali menolak, padahal selama ini, ketika Laila masih hidup, kamu seolah tidak ingin melewatkan waktu sedetikpun untuk jauh dariku," oceh Sania saat dia memaksaku untuk memberinya jatah kehangatan."Sania, aku tidak bisa melakukannya di sini, di rumah ini. Terlebih ada Hanna, apa yang akan dia pikirkan tentang papanya jika di
Read more

13. Kedatangan Alya dan Sania ke Rumah

Ting tong ... Ting tong ....Berkali-kali bel rumah berbunyi, entah siapa yang bertamu pagi-pagi begini. Aku memicingkan mata untuk melihat jam di dinding yang baru menunjukkan pukul 5.50 pagi. Aku menguap beberapa kali sebelum turun dari tempat tidur. "Lama sekali sih, buka pintunya?" omel seorang gadis yang berdiri di depan pintu sambil menggendong seorang bayi. Sementara tangan kanannya menenteng tas."Alya ...." ucapku tidak percaya, begitu melihat siapa yang datang sepagi ini ke rumah.Alya, yang tidak lain adalah adik Laila itu langsung menerobos masuk begitu pintu terbuka sambil menyerahkan tas yang dia bawa padaku. Sementara dia langsung ngeloyor masuk ke kamar Hanna."Alya, ada apa kamu pagi-pagi datang ke sini, dan Haikal ...." Aku tidak meneruskan kalimatku saat Alya membalikkan tubuh sambil berkacak pinggang menantang tatapan mataku."Menjenguk keponakanku, Hanna. Kemarin dia meneleponku, dan bilang kalau dia kangen sama adiknya," jawabnya datar."Bukan itu saja, tante j
Read more

14. Alya vs Sania

Dari pertama kerja sejak aku cuti terasa sedikit aneh, bahkan sejak menginjakkan kaki di lobi, tatapan dari mereka yang bertemu atau berpaasan denganku begitu dingin, namun aku memilih untuk tidak menghiraukan mereka semua dan langsung menemui Rio. "Bagiamana anak-anakmu?" tanya Rio. "Apakah mereka sudah bisa menerima kalau mama mereka tidak lagi bersama mereka, terutama Hanna?" Rio melanjutkan begitu aku duduk di depannya.Aku menarik napas dalam, mencoba melonggarkan dada agar tidak terasa terlalu sesak."Entahlah. Semua ini begitu tiba-tiba bagiku, Rio. Aku harus membiasakan diri menjadi papa sekaligus mama bagi mereka, dan itu sangat berat. Terlebih tidak banyak yang kuketahui tentang anak-anakku atau rumahku sendiri."Rio terdengar menghela napas, lalu dia meletakkan kedua tangannya di atas meja, memandangku beberapa saat dan kembali menarik napas dalam."Semua belum terlambat Andra, kamu bisa mulai mendekatkan dirimu dengan kedua buah hatimu mulai sekarang. Kembalikan sesuatu y
Read more

15. Pura-pura Jadi Pembantu

Aku tidak meneruskan kalimatku saat Alya tiba-tiba memotong kalimatku dengan cepat."Mbak...tolong siapkan makan malam, ya, Mas Andra sudah pulang. Kita akan makan bersama," ucap Alya memberi perintah pada Sania.Sania menatap Layar dengan tatapan yang---entah. Namun jelas terlihat kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Sania masih menatapku tajam, meremas kain lap yang dia pegang."Mbak, kamu dengar kan, apa yang kukatakan? Semua sudah siap, tinggal menghidangkan di atas meja saja," ucap Alya kembali memberi perintah.Tanpa berkata, Sania berlalu ke belakang. Ingin sekali mulut ini berkata kasar pada Alya, seperti yang sering kulakukan pada Laila. Namun kata-kata itu seolah terhenti di tenggorokan.“Kamu kenapa, Mas Andra, kok bengong gitu? Anak-anak sudah lapar, lho,” ucapnya membuyarkan lamunan."I-iya, kita makan sekarang," jawabku. Lagi-lagi dengan tergagap.Saat di meja makan, suasana begitu kaku. Sania menekuk wajah dan sesekali memberi isyarat padaku untuk berbicara dengannya.
Read more

16. Sandiwara Sania

"Ini gila Sania, benar-benar gila," ucapku dengan suara tertahan. Bagaimana mungkin Sania akan berpura-pura jadi pembantu di rumah ini, sementara dia sama sekali tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, dia bahkan tidak bisa mengambil hati Hanna."Mas, kenapa kamu malah bengong? Bukankah ini bagus? aku jadi bisa bertemu denganmu setiap hari. Ini benar-benar di luar dugaanku semula, tapi ... aku sangat menyukai sandiwara ini," ucap Sania berapi-api."Ini bukan ide yang bagus Sania, bagaimana kalau tiba-tiba pembantu yang asli itu datang?""Itu bisa diatur nanti, Mas. Lagipula, aku bisa pergi kapanpun aku mau, kan? Jadi lupakan dulu soal kekhawatiranmu itu, Mas.""Tapi Sania, aku tidak yakin kalau kamu mampu melakukannya. Apalagi kamu harus memakai pakaian seperti itu, belum lagi saat Alya memintamu melakukan ini dan itu," ujarku gusar.Sania berdiri, dia lalu mendekatkan tubuhnya padaku sambil berbisik, "Apakah kamu lupa siapa aku Mas? aku bisa dengan mudah membuatmu tergila-gila padaku
Read more

17. Alya

Apa sebenarnya yang ingin kamu lakukan, Alya?" selidikku. Karena firasatku tiba-tiba menjadi tidak enak, apalagi ketika dia mengatakan kalau akan berangkat bersama."Aku mau Mas Andra memberi kami tumpangan sampai di pasar," jawab Alya santai, dan itu membuatku merasa semakin tidak nyaman. Atau mungkin, aku terlalu berlebihan menanggapi sesuatu? Entahlah."Sebaiknya saya sendiri yang ke pasar, karena tidak baik membawa anak-anak ke sana. Terlebih mereka masih kecil," ucap Sania menimpali. Dia melihatku penuh arti, dan seketika aku mengerti maksudnya dari ucapan Sania tersebut."Alya, apa yang dikatakan Suci benar. Lebih baik kamu di rumah bersama anak-anak, biar Suci yang ke pasar," ucapku.Alya terdiam, dia melihat Haikal dan Hanna bergantian. Lalu dia mengulas senyum."Baiklah kalau begitu, karena aku sebenarnya malas kalau pergi ke pasar. Oh iya, ini catatan belanjaan hari ini dan tempat di mana harus membelinya juga sudah aku tulis, sekalian nama penjualannya."Alya menyerah selem
Read more

18. Bertemu Dokter Leo

Bertemu Dokter Leo****Untuk beberapa saat aku seperti kehilangan arah, tidak tahu harus berbuat apa. Hingga kudengar suara dokter Leo di ujung telepon memanggilku."Pak Andra masih di sana?" tanyanya pelan, mungkin dia berpikir aku sudah meninggalkan percakapan."Ma--maaf, Dok, tadi sedang ada sesuatu sedikit," kataku gugup. "Sebenarnya apa yang ingin dokter Leo bicarakan dengan saya?" lanjutku.Dari ujung telepon, terdengar tarikan napas dokter Leo. "Pak Andra, ada yang ingin saya sampaikan pada Bapak mengenai bu Laila. Jadi jika ada waktu, tolong temui saya," ucapnya."Tentu saja, saya akan segera ke tempat Dokter. Apakah hari ini kita bisa bertemu?" Kataku sekaligus mengiyakan permintaannya."Setelah makan siang, saya akan ke sana. Apakah bisa?" tanyaku."Baiklah, saya tunggu."Aku mengakhiri panggilan dan menyandarkan punggung ke bantalan kursi. Kepala terasa begitu berat, kematian Laila, penyadapan ponselku, semua membuat kepalaku berdenyut hebat.Kulirik arloji di tangan, dan
Read more

19. Jawaban Menohok Alya

Jawaban Menohok Alya***Gadis yang duduk di depanku ini diam sesaat, entah apa yang dipikirkannya saat itu. Kemudian dia menatapku lekat, seolah menantang tatapan mataku."Kenapa baru sekarang Mas Andra bertanya tentang mbak Laila?" tanyanya."Aku ....""Mbak Laila sudah tiada, jangan lagi mengungkit tentangnya. Tapi ... ingatlah apa yang selama ini dia lakukan untukmu. Apa saja yang sudah dikorbankan untuk bisa tetap berada di sampingmu. Mbak Laila sangat cerdas, dia punya cita-cita menjadi seorang dokter waktu itu. Namun dia harus mengubur impiannya ketika Mas Andra datang dalam hidupnya, memberinya mimpi dan harapan hingga membuatnya jatuh cinta. Meski demikian, tidak sekalipun mbak Laila melupakan cita-citanya, dia ingin tetap sekolah. Namun apa yang Mas Andra lakukan saat itu?" Alya bertanya, matanya masih menatapku tajam."Aku ...." kataku dengan dengan suara tercekat."Biar aku ingatkan jika Mas Andra lupa," ucap Alya cepat memotong kalimatku."Saat itu Mas Andra datang ke rum
Read more

20. Apa Yang Diketahui Alya?

Apa Yang Diketahui Alya?***Perlahan kulangkahkan kaki menuju pintu untuk mengetahui apa yang terjadi, namun hal itu urung kulakukan dan memilih menghentikan langkah sambil menajamkan pendengaran. Aku ingin tahu apa yang terjadi di luar kamarku saat ini. Namun setelah beberapa saat, tidak ada suara apa-apa lagi setelah itu, sepi. Apakah mereka telah pergi?"Mbak Suci, kenapa malah bengong seperti itu? kalau Mbak membutuhkan sesuatu, katakan saja padaku."Kembali terdengar suara Alya yang sedang berbicara dengan Sania di luar sana, itu artinya mereka berdua masih di depan kamarku."Itu ... saya tadi sedang menyapu dan mengepel," jawab Sania, suaranya seperti orang bingung."Kan kemarin saya sudah bilang, Mbak, kalau membersihkan rumah, tunggu kakak saya berangkat bekerja dulu. Setelah itu baru Mbak mulai bersih-bersih. Kalau seperti ini, siapa yang jagain anak-anak sementara saya sedang menyiapkan sarapan. Ayo cepat ke depan, anak-anak tidak ada yang jagain tuh ...."Alya berkata panj
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status