Share

11. Hampa

Penulis: Yani Santoso
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kenapa kamu begitu terkejut Sania? Bukankah dari awal kamu sudah tahu kalau aku mempunyai dua anak?" tanyaku saat melihat keterkejutan Sania ketika aku mengatakan mempunyai dua balita.

"Bukan begitu Mas, aku hanya sedikit bingung. Bukankah kamu bilang kalau adiknya Hanna dirawat orang tua Laila?"

Aku menghela napas, kuraih tangan Sania dan mengusapnya lembut. Biar bagaimanapun, sekarang atau nanti, Sania harus siap menerima keberadaan Hanna dan Haikal, karena aku ingin dia bisa menyayangi anak-anakku seperti anak kandungnya sendiri meski hanya sebagai ibu sambung.

"Haikal memang bersama keluarga Laila, tapi itu hanya untuk sementara waktu. Sampai dia terbiasa tanpa ibunya, dan aku akan membawanya kembali ketika semuanya sudah berjalan normal," ucapku berusaha menjelaskan pada Sania.

Perlahan, Sania menarik tangannya dari genggamanku. Terdengar dia menarik napas dalam.

"Kapan kamu akan membawa Haikal pulang?" tanyanya.

"Setelah kita menikah nanti. Bukankah kamu ingin menikah denganku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   12. Mengecewakan

    Kedatangan Sania ke rumah meninggalkan rasa yang tidak biasanya. Apa yang dia lakukan dan katakan hari ini sama sekali tidak membuatku bahagia, bahkan sebaliknya, banyak sekali kata-kata yang dia ucapkan menggores perasaanku, terlebih ketika membahas soal keberadaan anak-anak nanti dan sikap dinginnya terhadap Hanna. Bahkan dia sama sekali tidak berusaha untuk mengambil hati Hanna.Saat taksi online yang kupesan datang untuk menjemputnya pulang, dia terlihat kecewa, karena aku tidak mengijinkannya untuk menginap di rumah."Kamu sangat berlebihan, Mas. Apa sih yang sebenarnya terjadi padamu? Sejak kematian Laila, sikapmu berubah menjadi dingin. Kamu bahkan beberapa kali menolak, padahal selama ini, ketika Laila masih hidup, kamu seolah tidak ingin melewatkan waktu sedetikpun untuk jauh dariku," oceh Sania saat dia memaksaku untuk memberinya jatah kehangatan."Sania, aku tidak bisa melakukannya di sini, di rumah ini. Terlebih ada Hanna, apa yang akan dia pikirkan tentang papanya jika di

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   13. Kedatangan Alya dan Sania ke Rumah

    Ting tong ... Ting tong ....Berkali-kali bel rumah berbunyi, entah siapa yang bertamu pagi-pagi begini. Aku memicingkan mata untuk melihat jam di dinding yang baru menunjukkan pukul 5.50 pagi. Aku menguap beberapa kali sebelum turun dari tempat tidur. "Lama sekali sih, buka pintunya?" omel seorang gadis yang berdiri di depan pintu sambil menggendong seorang bayi. Sementara tangan kanannya menenteng tas."Alya ...." ucapku tidak percaya, begitu melihat siapa yang datang sepagi ini ke rumah.Alya, yang tidak lain adalah adik Laila itu langsung menerobos masuk begitu pintu terbuka sambil menyerahkan tas yang dia bawa padaku. Sementara dia langsung ngeloyor masuk ke kamar Hanna."Alya, ada apa kamu pagi-pagi datang ke sini, dan Haikal ...." Aku tidak meneruskan kalimatku saat Alya membalikkan tubuh sambil berkacak pinggang menantang tatapan mataku."Menjenguk keponakanku, Hanna. Kemarin dia meneleponku, dan bilang kalau dia kangen sama adiknya," jawabnya datar."Bukan itu saja, tante j

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   14. Alya vs Sania

    Dari pertama kerja sejak aku cuti terasa sedikit aneh, bahkan sejak menginjakkan kaki di lobi, tatapan dari mereka yang bertemu atau berpaasan denganku begitu dingin, namun aku memilih untuk tidak menghiraukan mereka semua dan langsung menemui Rio. "Bagiamana anak-anakmu?" tanya Rio. "Apakah mereka sudah bisa menerima kalau mama mereka tidak lagi bersama mereka, terutama Hanna?" Rio melanjutkan begitu aku duduk di depannya.Aku menarik napas dalam, mencoba melonggarkan dada agar tidak terasa terlalu sesak."Entahlah. Semua ini begitu tiba-tiba bagiku, Rio. Aku harus membiasakan diri menjadi papa sekaligus mama bagi mereka, dan itu sangat berat. Terlebih tidak banyak yang kuketahui tentang anak-anakku atau rumahku sendiri."Rio terdengar menghela napas, lalu dia meletakkan kedua tangannya di atas meja, memandangku beberapa saat dan kembali menarik napas dalam."Semua belum terlambat Andra, kamu bisa mulai mendekatkan dirimu dengan kedua buah hatimu mulai sekarang. Kembalikan sesuatu y

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   15. Pura-pura Jadi Pembantu

    Aku tidak meneruskan kalimatku saat Alya tiba-tiba memotong kalimatku dengan cepat."Mbak...tolong siapkan makan malam, ya, Mas Andra sudah pulang. Kita akan makan bersama," ucap Alya memberi perintah pada Sania.Sania menatap Layar dengan tatapan yang---entah. Namun jelas terlihat kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Sania masih menatapku tajam, meremas kain lap yang dia pegang."Mbak, kamu dengar kan, apa yang kukatakan? Semua sudah siap, tinggal menghidangkan di atas meja saja," ucap Alya kembali memberi perintah.Tanpa berkata, Sania berlalu ke belakang. Ingin sekali mulut ini berkata kasar pada Alya, seperti yang sering kulakukan pada Laila. Namun kata-kata itu seolah terhenti di tenggorokan.“Kamu kenapa, Mas Andra, kok bengong gitu? Anak-anak sudah lapar, lho,” ucapnya membuyarkan lamunan."I-iya, kita makan sekarang," jawabku. Lagi-lagi dengan tergagap.Saat di meja makan, suasana begitu kaku. Sania menekuk wajah dan sesekali memberi isyarat padaku untuk berbicara dengannya.

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   16. Sandiwara Sania

    "Ini gila Sania, benar-benar gila," ucapku dengan suara tertahan. Bagaimana mungkin Sania akan berpura-pura jadi pembantu di rumah ini, sementara dia sama sekali tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, dia bahkan tidak bisa mengambil hati Hanna."Mas, kenapa kamu malah bengong? Bukankah ini bagus? aku jadi bisa bertemu denganmu setiap hari. Ini benar-benar di luar dugaanku semula, tapi ... aku sangat menyukai sandiwara ini," ucap Sania berapi-api."Ini bukan ide yang bagus Sania, bagaimana kalau tiba-tiba pembantu yang asli itu datang?""Itu bisa diatur nanti, Mas. Lagipula, aku bisa pergi kapanpun aku mau, kan? Jadi lupakan dulu soal kekhawatiranmu itu, Mas.""Tapi Sania, aku tidak yakin kalau kamu mampu melakukannya. Apalagi kamu harus memakai pakaian seperti itu, belum lagi saat Alya memintamu melakukan ini dan itu," ujarku gusar.Sania berdiri, dia lalu mendekatkan tubuhnya padaku sambil berbisik, "Apakah kamu lupa siapa aku Mas? aku bisa dengan mudah membuatmu tergila-gila padaku

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   17. Alya

    Apa sebenarnya yang ingin kamu lakukan, Alya?" selidikku. Karena firasatku tiba-tiba menjadi tidak enak, apalagi ketika dia mengatakan kalau akan berangkat bersama."Aku mau Mas Andra memberi kami tumpangan sampai di pasar," jawab Alya santai, dan itu membuatku merasa semakin tidak nyaman. Atau mungkin, aku terlalu berlebihan menanggapi sesuatu? Entahlah."Sebaiknya saya sendiri yang ke pasar, karena tidak baik membawa anak-anak ke sana. Terlebih mereka masih kecil," ucap Sania menimpali. Dia melihatku penuh arti, dan seketika aku mengerti maksudnya dari ucapan Sania tersebut."Alya, apa yang dikatakan Suci benar. Lebih baik kamu di rumah bersama anak-anak, biar Suci yang ke pasar," ucapku.Alya terdiam, dia melihat Haikal dan Hanna bergantian. Lalu dia mengulas senyum."Baiklah kalau begitu, karena aku sebenarnya malas kalau pergi ke pasar. Oh iya, ini catatan belanjaan hari ini dan tempat di mana harus membelinya juga sudah aku tulis, sekalian nama penjualannya."Alya menyerah selem

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   18. Bertemu Dokter Leo

    Bertemu Dokter Leo****Untuk beberapa saat aku seperti kehilangan arah, tidak tahu harus berbuat apa. Hingga kudengar suara dokter Leo di ujung telepon memanggilku."Pak Andra masih di sana?" tanyanya pelan, mungkin dia berpikir aku sudah meninggalkan percakapan."Ma--maaf, Dok, tadi sedang ada sesuatu sedikit," kataku gugup. "Sebenarnya apa yang ingin dokter Leo bicarakan dengan saya?" lanjutku.Dari ujung telepon, terdengar tarikan napas dokter Leo. "Pak Andra, ada yang ingin saya sampaikan pada Bapak mengenai bu Laila. Jadi jika ada waktu, tolong temui saya," ucapnya."Tentu saja, saya akan segera ke tempat Dokter. Apakah hari ini kita bisa bertemu?" Kataku sekaligus mengiyakan permintaannya."Setelah makan siang, saya akan ke sana. Apakah bisa?" tanyaku."Baiklah, saya tunggu."Aku mengakhiri panggilan dan menyandarkan punggung ke bantalan kursi. Kepala terasa begitu berat, kematian Laila, penyadapan ponselku, semua membuat kepalaku berdenyut hebat.Kulirik arloji di tangan, dan

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   19. Jawaban Menohok Alya

    Jawaban Menohok Alya***Gadis yang duduk di depanku ini diam sesaat, entah apa yang dipikirkannya saat itu. Kemudian dia menatapku lekat, seolah menantang tatapan mataku."Kenapa baru sekarang Mas Andra bertanya tentang mbak Laila?" tanyanya."Aku ....""Mbak Laila sudah tiada, jangan lagi mengungkit tentangnya. Tapi ... ingatlah apa yang selama ini dia lakukan untukmu. Apa saja yang sudah dikorbankan untuk bisa tetap berada di sampingmu. Mbak Laila sangat cerdas, dia punya cita-cita menjadi seorang dokter waktu itu. Namun dia harus mengubur impiannya ketika Mas Andra datang dalam hidupnya, memberinya mimpi dan harapan hingga membuatnya jatuh cinta. Meski demikian, tidak sekalipun mbak Laila melupakan cita-citanya, dia ingin tetap sekolah. Namun apa yang Mas Andra lakukan saat itu?" Alya bertanya, matanya masih menatapku tajam."Aku ...." kataku dengan dengan suara tercekat."Biar aku ingatkan jika Mas Andra lupa," ucap Alya cepat memotong kalimatku."Saat itu Mas Andra datang ke rum

Bab terbaru

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   110. All Well End Well

    All Well, End Well****Alya menatapku, kedua matanya berkaca-kaca, perlahan, air matanya luruh membasahi pipinya."Kamu menangis, Alya?" Tanyaku sambil mengusap air matanya. "Mas ...." ucapannya lirih, memanggilku.Buru-buru aku merengkuhnya ke dalam pelukan. "Kamu hebat, Alya, kamu sudah menunaikan kewajibanmu sebagai istri di malam pertama, kamu sekarang menjadi wanita dan seorang istri seutuhnya," kataku.Alya menenggelamkan kepalanya dalam pelukan, isaknya masih terdengar."Aku sangat bahagia, Mas," ucapnya lirih."Andai aku tahu, kalau menjadi istri itu senikmat ini, seharusnya kita menikah lebih awal," kata Alya lagi.Aku merenggangkan pelukan, mencoba melihat ekspresi Alya, dia tidak lagi menangis, senyum tipis terukir di bibirnya."Alya ... jangan katakan kalau kamu minta lagi?""Aku tidak bilang begitu," ucapnya sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.Namun ucapan Alya tadi, cukup bagiku untuk kembali membawanya berpacu denganku."Kita lakukan lagi, ayolah, pokoknya

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   109. Malam Pertama

    Malam Pertama****Hari ini semua keluarga sudah berkumpul di rumah, aku sendiri, meskipun semalaman tidak bisa tidur karena terlalu gembira dan tidak sabar menunggu hari ini, merasa begitu bersemangat. Tidak merasa ngantuk ataupun lelah.Ibu beberapa kali merapikan baju yang kupakai, sambil sesekali melihat ke luar, kami semua menunggu kedatangan Alya dan keluarganya. Seperti yang telah kami sepakati sebelumnya, kalau kami akan melakukan akad nikah di KUA saja. Dan ternyata, ada beberapa pasangan calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan hari ini. Aku sendiri, mendapatkan nomor urut 3. Tidak apa-apa, aku bahkan bersyukur, dengan begitu, ada waktu untuk belajar mengucapkan ijab kabul."Santai saja, ga perlu tegang begitu. Toh ini bukan pernikahan pertama elu," seloroh Rio yang saat itu memang datang untuk menjadi saksi dalam pernikahan kami."Elo belum ngerasain di posisi gue, coba nanti dah, apakah bakal grogi apa enggak," sungutku.Rio terkekeh, lalu dia kembali berseloroh,

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   108. Bertemu Mas Ilham

    Bertemu Mas Ilham****Buru-buru aku mengakhiri panggilan telepon dari ibu dan sebelumnya mengingatkan agar beliau tidak lupa untuk mempersiapkan acara akad nikah nanti.Pelan, mataku mengeja satu persatu huruf yang tertulis di pesan yang dikirim Alya."Ibu dan Mas Ilham setuju." Aku membaca sekali lagi pesan itu, dan kali ini aku berteriak untuk meluapkan rasa bahagiaku."YESS, gue nikah, gue kawin!!"Teriakku sambil mencium ponsel yang kupegang berkali-kali.Dan aku beruntung di rumah tidak ada siapapun, sehingga tidak akan ada orang yang mengira aku telah gila. Meskipun ada yang menganggap ku gila, aku tidak peduli itu.Aku duduk di tepi tempat tidur dengan perasaan yang masih dipenuhi rasa bahagia. Ketika tiba-tiba ponselku kembali berdering dan membuyarkan semua kegembiraanku."Aku ingin berbicara denganmu, datang ke alamat ini." Sebuah pesan yang dikirim oleh Mas Ilham membuatku mengernyit dahi. "Untuk apa Mas Ilham ingin bertemu denganku? Bukankah dia sudah memberikan ijin pa

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   107. Memenuhi Wasiat Laila

    Memenuhi Wasiat Laila****Pertemuan dengan Nirmala berjalan lancar, bahkan lebih mudah dari yang kubayangkan. Nirmala meyakinkan Alya kalau dirinya tidak akan meninggalkan Mas Ilham hanya karena selalu menunda rencana pernikahan mereka. Nirmala melakukan semua itu, karena ingin membuat Mas Ilham bisa bersikap lebih tegas dan mengerti posisi dirinya.Sebagai seorang wanita, Nirmala merasa statusnya selalu digantung. Meskipun Mas Ilham selalu meyakinkan dirinya untuk selalu setia dan akan segera menikah dengannya begitu Alya menikah, namun hal itu tidak cukup untuk membuat Nirmala sabar menunggu. Mengingat usianya sudah tidak lagi muda, dan tidak ada yang bisa menjamin jika Mas Ilham akan memenuhi semua janjinya. Selain itu, tekanan dari kedua orang tuanya, semakin membuat Nirmala tidak mempunyai banyak pilihan, selain mendesak Mas Ilham untuk segera menikah dengannya. Untuk hal itu, aku bisa memahaminya. Walau bagaimanapun, Nirmala adalah seorang wanita. Dia bahkan sudah menghabiska

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   106. Ini Salahku

    Ini Salahku****Nirmala masih mematung di tempat duduknya, dia terlihat sangat terkejut dengan kehadiran Alya di sana, karena aku sedari awal memang tidak mengatakan padanya kalau Alya juga akan datang. Selain itu, sepertinya ucapan Aly lah yang membuatnya terpaku seolah kehilangan kata-kata.Aku tidak tahu, apa yang telah terjadi di antara mereka berdua, namun melihat bagaimana reaksi Nirmala padaku, juga caranya dia berbicara dengan Mas Ilham yang selalu menyalahkan Alya, seperti dia memang kurang menyukai Alya.Alya menarik kedua sudut bibirnya hingga membuat matanya sedikit menyipit, dia tersenyum manis padaku. Seolah ingin mengatakan padaku kalau dirinya baik-baik saja, dan akan menyelesaikan masalahnya dengan Nirmala."Mbak Nirmala apa kabar?"Tanya Alya beberapa saat setelah dia duduk di sebelahku, ketika Nirmala sudah terlihat lebih tenang dan keterkejutannya hilang dari ekspresi wajahnya. Meskipun dia masih terlihat canggung dan tidak nyaman berada di sana, hal itu jelas ter

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   105. Menemui Nirmala

    Menemui Nirmala****Alya sudah terlihat lebih tenang, dia juga sudah tidak lagi menangis. Hal itu membuatku merasa sangat lega, setidaknya, semua berjalan sesuai rencana. Alya menerima lamaran dariku, bahkan dia juga bersedia untuk mempercepat pernikahan kami.Alya memandangku lekat, aku mencoba menantang tatapan matanya hingga pandangan kamu beradu. Kesempatan itu kugunakan untuk bertanya sekali lagi padanya."Aku duda dengan dua orang anak, apakah kamu yakin menerimaku untuk menjadi suamimu?" Tanyaku."Aku, Alya, gadis jutek, manja dan keras kepala, akan menerima Andra Haruki sebagai suami sekaligus ibu sambung bagi kedua anaknya. Akan aku cintai dua anak itu, seperti aku mencintai papanya," jawab Alya.Kedua sudut gadis itu terangkat hingga membentuk senyum yang begitu manis. Senyum yang serta Merta membuat duniaku menjadi berwarna, bahkan jauh lebih berwarna daripada lembayung senja di ufuk barat sana. "Kamu cantik sekali, Alya," pujiku."Aku tahu, Mas Andra sering bilang itu pa

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   104. Menikahlah Denganku

    Menikahlah Denganku***"Mas ... kamu ini kenapa, sih?"Alya bertanya, wajahnya terlihat sedikit bingung. Melihat dia yang kebingungan, membuatnya terlihat semakin menggemaskan, terlebih, dengan kedua pipi yang merona merah.Aku mengeluarkan cincin yang kubeli beberapa waktu yang lalu, namun belum sempat memberikan padanya karena menunggu waktu yang tepat, dan sepertinya, waktu itu telah datang untukku memasang cincin itu di jari manisnya."Mas, ini ...."Alya menggantung kalimatnya ketika aku meraih tangannya, serta menyematkan cincin di jari manisnya. "Aku, Andra Haruki, duda dengan dua orang anak. Hari ini memintamu untuk menjadi istriku, maukah kamu menikah denganku?" Tanyaku pada Alya.Mata gadis itu berbinar, wajahnya yang sejak tadi bersemu merah, kini makin merona. Dia memandang tanpa berkedip pada jari manisnya, jari yang baru saja kusematkan cincin di sana. Beberapa kali dia mengerjap, meskipun dia masih belum berkata, namun dari bahasa tubuhnya, bisa kulihat pancaran kebah

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   103. Mas Ilham dan Nirmala

    Mas Ilham dan Nirmala****Berkali-kali aku menghela napas dalam, kepalaku kembali berdenyut setiap kali aku mengingat kalimat demi kalimat yang diucapkan Wida tadi.Seumur hidup, aku tidak pernah berpikir untuk melakukan apa yang dia sebarkan tersebut. Bahkan, seandainya diberi kesempatan untuk terlahir kembali pun, aku tetap akan memilih untuk dilahirkan menjadi diriku saat ini, sebagai lelaki normal yang mencintai wanita dan mempunyai anak.Kusandarkan punggungku di sandaran kursi dan memejamkan mata. Pengakuan Wida tadi, membuatku berpikir sejenak tentang apa yang dia katakan. Dia bilang kalau dirinya menaruh perasaan terhadap Rio selama ini, namun yang aku tidak mengerti, kenapa dia tidak pernah mengungkapkan isi hatinya atau setidaknya, menunjukkan rasa sukanya terhadap Rio.Jangan-jangan selama ini aku saja yang tidak peka dengan perubahan sikapnya setiap kali bertemu dengan Rio.Lalu ingatanku melayang pada sebuah kejadian beberapa waktu yang lalu.Seperti biasanya, aku selal

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   102. Cemburu Yang Membutakan

    Cemburu Yang Membutakan ***"Apakah saya pernah berbuat suatu kesalahan padamu, Wida?"Aku kembali bertanya pada Wida yang masih bersimpuh di lantai, karena sejak tadi, dia hanya menangis sambil mengucapkan kata maaf tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya kesalahan yang telah dia lakukan. Meskipun sekilas, aku sudah mempunyai gambaran tersendiri. Wida, sudah cukup lama gadis itu bekerja di perusahaan tempat aku bekerja. Sebelum menjadi sekretarisku, dia dulu bekerja di bagian administrasi. Entah bagaimana ceritanya, sehingga dia mendapatkan posisi sebagai sekertaris. Awalnya aku sering salah memanggil namanya, karena dia memiliki nama yang hampir sama dengan sekretaris sebelumnya, Widi, yang mengundurkan diri setelah melahirkan anak pertamanya, iya, nama mereka hanya beda satu huruf saja, Widi, Wida.Aku berjalan menjauh dari Wida, kubuka sedikit pintu untuk melihat ke luar. Aku tidak ingin keributan di dalam ruang kerjaku ada yang menguping, kemudian menyebarkan berita palsu dan tid

DMCA.com Protection Status