Home / Horor / Rombongan Pengantin dari Alam Gaib / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Rombongan Pengantin dari Alam Gaib: Chapter 1 - Chapter 10

42 Chapters

Rombongan Aneh

Rombongan Pengantin dari Alam Gaib"Kenapa seserahannya harus malem, Neng?" tanya perias pengantin pada Nilam, gadis yang akan menikah hari ini. Gadis berumur 20 tahun itu sudah sangat cantik, menggunakan singer Sunda serta kebaya putih. Ronceng melati di sebelah kanan tergerai ke depan menutupi brokat sederhana, di mana baju itu warisan dari ibunya. "Gak tahu, Teh. Permintaan dari keluarga A Aris. Lagipula, cuma ijab qabul, pestanya mah belakangan kalau urusan Aa di kota sudah selesai," jawab Nilam sambil terus mengulum senyum. Tidak masalah untuk Nilam menikah tanpa pesta, toh lebih cepat tentu lebih baik. "Denger-denger teh, harusnya minggu depan, kan, ya, Neng Nilam nikahnya?" "Iya, Teh. Cuma A Aris minta tanggal dimajukan. Beliau ada kerjaan di luar kota, jadi kalau udah nikah, Nilam bisa diajak juga. Ada yang ngurus Aa di sana." Wajah Nilam mulai memerah, ia tersipu malu membayangkan betapa indahnya mahligai rumah tangga yang akan dijalani bersama pria yang ia cintai.Teh Rit
Read more

Kepanikan Keluarga

Langit kian pekat, ditemani lolongan anjing serta cuitan para binatang malam. Desau angin menciptakan suasana hening di Desa Mekarwangi. Cahaya bulan purnama seakan mengundang pasang-pasang tak kasat mata untuk memperhatikan laju delman yang menyelusup dalam kabut malam di antara rindangnya pepohonan. Nilam masih belum menyadari apa-apa. Tangannya diselipkan pada lengan Aris yang sedingin es. Meski terbalut jas hitam tebal dan terhalang kebaya tipis, ia bisa merasakan betapa dinginnya kulit seputih pualam itu. Nilam menyandarkan kepalanya di bahu Aris, merasa tubuhnya lemah dan sangat mengantuk. Aris masih menatap jalanan yang hanya bisa dilalui oleh kereta kencananya. Suara seringai kuda terkadang memecah kesunyian. Roda kian berputar, membelah jalan di antara pohon bambu yang menjorok ke dalam—seakan berperan menjadi terowongan—menembus dunia yang sulit terjangkau manusia. Pria itu menoleh ke arah Nilam, membelai pipinya yang halus. Dengkuran halus mulai terdengar, menandakan gad
Read more

Banyak Keanehan

Hasim dan Darsan sudah sampai di rumah sakit yang kebetulan berada di kota mereka. Sesuai arahan dari Teh Rita, juga berbekal berita terupdate di internet, kedua pria itu akhirnya bertemu dengan pihak keluarga Aris. Karena semua masih diselimuti kesedihan, keduanya tidak berani bertanya macam-macam. Turut berduka. Hanya kalimat itu yang mereka sampaikan sebagai perwakilan dari keluarga pihak mempelai wanita. Hasim dan Darsan pun masih belum bisa menjelaskan keadaan di rumah Nilam, sebab kejadian malam ini seperti di luar ekspetasi. para korban yang berjumlah sepuluh orang tersebut masih dalam proses autopsi. Kedua pria itu hanya mengatakan pada keluarga korban jika keluarga Nilam sedang dalam keadaan kacau, maka kedatangannya diwakilkan. Karena memang sedang sama-sama berduka, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Mereka lebih fokus pada urusan keluarga masing-masing. Hasim dan Darsan duduk berselonjor di halaman rumah sakit, menghadap ke arah jalan. Tubuh mereka lemas seketika set
Read more

Mimpi Aneh

Beberapa orang masih bertahan di rumah Nilam sembari menunggu azan Subuh. Sebagian lagi memutuskan pulang dan menunggu saja kabar baiknya besok pagi dengan harapan cahaya matahari membawa sinar kebahagiaan pada warga Desa Wangunsari. Terutama kabar tentang kepulangan Nilam. Bah Karsun akan berusaha memanggil Nilam dengan zikir ketika detik-detik menjelang azan di mesjid nanti. Kalau sampai fajar datang gadis itu tak kembali, maka jalan selanjutnya adalah menyisir wilayah desa. Apalagi Sungai Niskala terkenal sebagai gerbang menuju alam lain. Karena waktu masih tersisa beberapa jam, warga mendesak Pak Wahyu untuk mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Pantrangan apa yang sudah dilanggar? Atau mungkin proses mana yang terlewat ketika hari pernikahan. Aturan desa cukup ketat untuk calon pengantin, bahkan sang pengantin wajib menyucikan diri di sungai dekat makam keramat. Konon, untuk membuang sial.Sementara itu, Pak Wahyu terkenal sebagai orang yang tak acuh pada aturan desa. Maka, b
Read more

Peringatan Kecil

Beberapa saat setelah Nilam pingsan, akhirnya gadis itu mulai tersadar. Matanya mengerjap, tangannya memegangi kepala. Di ujung ranjang ada Bu Rosidah yang tengah memijat kaki Nilam, sedangkan Pak Wahyu berdiri di ambang pintu. Saat melihat Nilam menoleh, dengan cepat pria itu mendekat. "Pak, Bu," panggilnya dengan suara lemah.Dengan cekatan Bu Rosidah menyodorkan teh manis yang sudah tidak terlalu hangat. Tangannya yang sebelah membantu mengangkat kepala Nilam, yang sebelahnya lagi mendekatkan gelas agar memudahkan Nilam meneguk air meski hanya sedikit. "Neng teh gak apa-apa, kan?" tanya Bu Rosidah khawatir, sedangkan Pak Wahyu menarik bangku plastik yang berada di depan meja rias. "Gak apa-apa, Bu. Cuma agak pusing aja. Memangnya kenapa Bu?" Nilam sedikit memundurkan badannya, mencari posisi terbaik agar bisa bersandar pada tumpukan bantal. "Tadi teh kamu pingsan pas pagi nari. Kata Ibu, kamu belum makan dari pagi. Jaga kesehatan atuh, Neng. Jangan bikin Bapak khawatir," ucap
Read more

Gerbang Dunia Lain

Cerita Pak Wahyu tentang peristiwa aneh di rumahnya pun berakhir karena waktu azan Subuh telah berkumandang. Pak Lurah memberi intruksi agar warga salat terlebih dahulu. Nanti, sekitar pukul 08.00, diharap berkumpul di depan kantor kelurahan untuk menyisir kawasan desa. Satu per satu dari mereka pulang. Pria bernama Agus itu pun berpamitan pada Pak Wahyu, begitu juga Bah Karsun yang akan pergi ke mesjid bersama anaknya. Yang tersisa di rumah hanya tinggal Pak Wahyu, Nur, juga suami-suami mereka. Bu Rosidah dan Indah masih ditenangkan oleh tetangga di kamar. "Bapak gak nyembunyiin apa-apa dari Nur, kan?" tanya Nur memperhatikan wajah bapaknya yang tampak kacau. "Nyembunyiin apa Teh? Jangan bikin suasana tambah kacau," jawab Pak Wahyu. Punggungnya ia sandarkan ke tembok, matanya sibuk menatap langit-langit ruangan. "Lebih baik kamu pikirkan cara ngomong ke Ibu. Apalagi Ibu teh punya asam lambung akut, gak boleh stres." "Pak ...." Pundak Nur dirangkul dari belakang oleh Bagas, suami
Read more

Dendam di Atas Pusara

Pukul 07.35, sebagian warga sudah berkumpul di halaman kantor kelurahan. Sambil menunggu intruksi dan kehadiran warga yang lain, mereka berbincang-bincang dengan beberapa kubu. Sudah bisa dipastikan, yang jadi topik adalah hilangnya Nilam.Ada yang menebak jika Nilam dibawa penunggu Hutan Ireng, ada juga yang bilang dibawa oleh penghuni Sungai Niskala yang kebetulan berada di bawah tebing makam keramat. Calon pengantin harus mutih dan menyepi dulu satu malam si sana, mungkin pada saat itu si penunggu jatuh cinta pada Nilam, pikir warga. Tidak ada yang salah. Harus diakui bahwa Nilam adalah gadis sederhana yang cantik. Memiliki kulit eksotis dengan bibir tipis. Alisnya tebal simetris, bulu mata lentik, mata sipit, serta hidung bangir. Pipinya agak cubby, dagunya sedikit menyusut. Para pria mengakui Nilam masuk dalam kategori wanita berwajah manis. "Menurut kalian, apa si Nilam akan balik lagi? Atau malah kayak yang sudah-sudah?" tanya Alit pada rekan di depannya. Mereka tengah duduk
Read more

Kerinduan yang Tak Tertahan

Pasang-pasang kaki menelusuri tempat yang jarang terjamah oleh warga. Mereka menapaki bukit, makam, sungai, dan juga curug. Dari pagi hingga sore hari, nama Nilam terus dipanggil, terkadang diselingi dengan seruan azan, berharap ada hal baik yang datang. Kelelahan membuat mereka beristirahat sejenak di area sungai. Ada juga yang menelusuri sampai ujung, guna memastikan tak ada yang terlewat. Bahkan Pak Wahyu sudah ikhlas, jika yang ditemukan berupa mayat. Yang penting, Nilam terlihat raganya. Karena sampai pukul 15.00 belum membuahkan hasil, rombongan pertama dibubarkan, diganti dengan rombongan kedua yang nantinya akan mencari sampai malam. Bah Karsun bilang, mencarilah di area yang pertama disisir, beliau tetap yakin bahwa Nilam tidak jauh. "Pak, mending pulang dulu. Bapak harus makan," ucap Bagas, suaranya sedikit dibesarkan karena gemuruh air sungai cukup membuat suasana bising. "Bapak belum tenang, sok aja kamu yang pulang. Kasian Nur, kerjaan kamu juga ketunda, kan?" "Gak a
Read more

Gurat Bumi

"Gimana, Pak? Nilam sudah ketemu?" Bu Rosidah langsung menghampiri suaminya yang baru saja datang. Wajah pria itu sangat kusut, ia hanya menatap istrinya sekilas lalu pergi ke kamar sembari mengusap wajahnya dengan mengucap istigfar beberapa kali.Gerakan mata Bu Rosidah seakan mengikuti laju Pak Wahyu. Ia hendak mengejar, tetapi Nur menarik tangan ibunya supaya memberi waktu pada Pak Wahyu untuk istirahat sejenak. Kegiatan pencarian dari pagi sampai sore pasti sangat melelahkan. Harapan satu-satunya adalah jawaban dari Bagas. Bu Rosidah sampai mencecar banyak pertanyaan pada menantunya itu, seakan tidak memberi kesempatan pada Bagas untuk berbicara barang sedikit pun. "Bu, nanti dulu atuh. Kan, Bapak sama Aa baru sampe rumah," jawab Nur. Perasaannya mengatakan jika tidak ada kabar baik sama sekali dari Nilam, itu terlihat dari wajah-wajah kecewa serta desah napas yang berat dari para pria yang baru saja datang. Namun, Bagus paham akan kekhawatiran Bu Rosidah, ia langsung mengajak
Read more

Manusia Pilihan

Setelah salat Magrib, suasana rumah Pak Wahyu tampak hening. Pak Wahyu dan istrinya masih berada di kamar, sedangkan Nur, Indah, serta Bagas berada di meja makan. Karena suasana duka, mereka sampai lupa makan. Perut baru bisa terisi setelah Bagas membeli makanan di luar. "Ibu sama Bapak udah makan, Neng?" tanya Bagas sembari menyuap satu sendok nasi dengan lauk tempe orek."Ini mau Neng anterin, A. Sok Aa makan dulu yang banyak. Mau ke kantor desa lagi, kan?" Pertanyaan itu diangguki oleh Bagas. Pria itu fokus makan, sedangkan Nur dan Indah menata nasi di piring dengan menu yang apa adanya, terpenting kedua orang tuanya mau makan. Setelah makan rencana Bagas akan pergi, pria itu melarang Pak Wahyu untuk ikut lagi."Biar aku yang anter ke kamar, Teh. Teteh temenin A Bagas aja." Nampan yang sudah berisi dua piring nasi beserta dua gelas air putih itu dibawa oleh Indah ke kamar. Tak lupa Nur meminta adiknya untuk menyuapi ibunya kalau perlu, sekalian memijat kaki. Merasa perutnya tida
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status